Jombang – Sensasi makan durian bakar bisa dicoba di Wonosalam. Terletak di salah satu rumah durian di Dusun Sumber, Desa/Kecamatan Wonosalam. Cara makan durian dengan dibakar itu cukup ramai dan diminati banyak kalangan. Bahkan, durian bakar paling diburu pada musim kali ini.
Untuk menikmati durian bakar ini tidak perlu merogoh kantong dalam. Harga mulai Rp 25 ribu bisa merasakan durian yang dibakar dengan arang. Ada dua varian durian bakar ini. Pertama, durian dibakar beserta kulitny, serta kedua durian yang sudah dikupas. Bedanya, durian yang dikupas ada campuran atau toping seperti ketan dan buah naga.
Siswanto, salah satu penikmat durian bakar warga asal Pohjejer, Gondang, Mojokerto mengaku baru kali pertama ia merasakan durian bakar. Menurut dia, ada keunikan sendiri saat memakan duiran bakar, karena daging dirasa lebih pulen dibandingkan tidak dibakar. ”Ada bau bekas bakaran yang menempel,” ungkapnya.
Tak hanya itu, durian juga menjadi hangat. Sehingga, menurutnya lebih pas dimakan pada waktu musim hujan seperti sekarang. Karena cuaca di Wonosalam dingin sehingga sangat cocok apabila makan yang hangat-hangat. ”Saya rasa paling pas kalau dimakan waktu hujan,” tambah dia.
Sementara itu, Sulami salah satu pedagang durian di Wonosalam mengaku durian bakar sangat diburu saat sekarang ini. Saking banyaknya permintaan, ia sampai kewalahan melayani durian bakar. ”Durian bakar ini yang diburu, jadi kalau Sabtu, Minggu atau hari libur tidak ada menu durian bakar, karena kami kewalahan,” ungkapnya.
Disinggung terkait harga jual, lanjut Ghani, satu buah durian bakar dihargai Rp 25 ribu hingga ratusan rupiah per biji, tergantung jenis dan ukuran durian. ”Sedangkan untuk paketan atau durian kupas harganya Rp 25 ribu per porsi,” pungkas dia. (*)
(jo/yan/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang
Jombang – Limbah paralon yang bagi sebagian orang adalah sampah, ternyata bisa diubah menjadi kerajinan tangan bernilai jual tinggi. Seperti yang dilakukan Nur Fauzi, warga Dusun Mendiro, Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang yang membuat lampu hias unik dari paralon bekas.
Paralon satu persatu dipotong sesuai ukuran yang diinginkan. Setelah itu, Fauzi mengambil gambar sketsa yang sudah diprin. Kemudian sketsa ditempelkan ke pipa paralon dengan menggunakan lem. Setelah tertempel rapat, ia langsung mengambil gerenda kecil untuk mengukir paralon berukuran 4 inci tersebut.
Setelah pipa diukur sesuai dengan sketsa, dirinya menggunakan alat pemanas agar menimbulkan efek tiga dimensi. Kemudian, Fauzi menyiapkan bahan baku untuk pengecatan agar lampu terlihat menarik. Bahan cat sendiri ia menggunakan cat pilox.
Setelah cat kering, dia langsung menyiapkan fitingan, kabel serta lampu LED. Untuk menarik pembeli, lampu yang digunakan bisa berubah warna hanya dengan menggunakan remote.
Di ruang berukuran kurang lebih 3 x4 meter yang berada di sebelah rumahnya, pria kelahiran 11 Desember 1982 ini terbiasa mengerjakan lampu dari paralon bekas. ”Dulu terinspirasi setelah melihat banyak pipa bekas bangunan yang dibuang, karena eman, kemudian iseng membuat hiasan dari lampu,” ungkapnya.
Untuk membuat lampu itu, lanjut dia, paling sulit yang dirasakan pada waktu pengukiran. Apabila salah ukir sedikit, pipa tidak bisa digunakan lagi alias cacat. Tak heran, kalau proses ukir membutuhkan waktu cukup lama dibandingkan dengan proses lain. ”Dalam sehari saya bisa membuat 6-10 pipa tergantung kerumitan,” kata dia.
Meski begitu, ia masih mengeluhkan pemasaran yang tidak bisa cepat lantaran jarak rumahnya dengan pusat kota cukup jauh. Sehingga sarana media sosial yang dipilih untuk pemasaran produk buatannya terkadang mengalami hambatan. Tidak hanya melalui media online, dia juga menitipkan barang kreasinya di tempat wisata Pacet Mojokerto. ”Memang untuk pemasaran masih agak sulit, karena memang rumah saya jauh dari perkotaan,” tegasnya.
Saat ini, lanjut dia, pemesan yang banyak justru berasal dari Kalimantan. Khusus permintaan Jombang sendiri hanya bisa dihitung dengan jari. ”Kadang ya saya disuruh buat lampu untuk masjid, ini saya ada pesanan lampu masjid di Jogoroto,” terang Fauzi.
Saat ditanya harga jualnya, dia senditi tidak mematok harga mahal. Berkisar antara Rp 60 ribu hingga Rp 250 ribu per lampu. Harga yang berbeda itu menyesuaikan ukuran dan tingkat kerumitan ukir. Dia juga tak menampik bila yang paling laku memang yang dijual dengan harga murah. ”Ukirannya biasa, kalau harga tergantung pemesan ingin seperti apa,” pungkas dia. (*)
(jo/yan/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang