• info@njombangan.com

Category ArchiveBerita Jombang

Rame-Rame dan Keseruan Kegiatan World Clean Up Day 2024 di Pasar Brantas

World Clean Up Day Jombang 2024 dilaksanakan pada Minggu, 15 September 2024 lalu di Pasar Brantas, Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh. Diselenggarakan oleh Sanggar Hijau Indonesia dan Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jombang, kegiatan ini diikuti 200 orang lebih dari berbagai sekolah dan komunitas pecinta lingkungan. Acara ini juga bertepatan dengan pelaksanaan Pasar Brantas edisi bulan September 2024. Acara berlangsung dari pagi sampai dengan siang hari dan peserta terlihat sangat antusias.

Desa Ngogri, adalah satu dari beberapa desa di Kecamatan Megaluh yang terletak tepat di tepi Sungai Brantas. Terkait dengan permasalahan sampah, beberapa tantangan yang masih ditemui antara lain adalah pengelolaan sampah selama ini dijalankan secara tradisional dengan mayoritas sampah dibakar, pembuangan sampah ke sungai sudah minim terjadi namun masih ada beberapa warga yang melakuannya, adanya bank sampah level desa namun belum optimal, kurang meratanya pemahaman akan pentingnya pengelolaan sampah berkelanjutan di semua kalangan warga, dan daerah ini juga sering mendapat limpahan sampah dari daerah lain yang mengalir melalui beberapa anak Sungai Brantas.

Beberapa peserta kegiatan

“Daerah kami masih mengalami tantangan dalam hal pengelolaan sampah yang berkelanjutan. Perlu upaya ekstra dan konsisten untuk mendorong masyarakat yang sadar dan bijak mengolah sampah secara lestari.” ujar Agus Lishartitik, Kepala Desa Ngogri.

Peserta berasal dari berbagai kecamatan di Kabupaten Jombang dan lintas umur baik itu anak-anak, pemuda-pemudi, dewasa maupun yang sudah lansia. Selain melakukan bersih-bersih di beberapa lokasi, kegiatan lainnya yaitu ocean ecobrick, edukasi bank sampah, dan upcycle toys bersama anak-anak.

“Membersihkan sampah di anak Sungai Brantas yang penuh sampah”

“World Clean Up Day bukan hanya sekadar membersihkan sampah, tetapi juga momentum untuk mengedukasi masyarakat tentang pentingnya perubahan perilaku terhadap sampah. Kami ingin menanamkan kesadaran bahwa setiap individu bisa berkontribusi untuk menjaga lingkungan, dan upaya ini harus dimulai dari kebiasaan sehari-hari,” ujar Shanti Ramadhani – OMS Sanggar Hijau Indonesia

Peserta selama beberapa jam telah mengumpulkan puluhan kilo sampah yang kemudian dipilah dan diproses lebih lanjut. Sampah yang tidak bisa diolah kemudian dibuang ke tempat pembuangan sampah akhir dengan menggunakan fasilitas moda transportasi dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Jombang.

“Edukasi pengolahan sampah oleh Sanggar Hijau Indonesia”

“Perubahan perilaku memang membutuhkan waktu dan proses yang tidak mudah. Untuk mendorong masyarakat agar sadar akan pengelolaan sampah yang baik memerlukan edukasi, fasilitasi, dan juga contoh cerita sukses dari daerah lain. World Clean Up Day ini setidaknya bisa memberi semangat dan energi khususnya bagi warga Desa Ngogri agar pengelolaan sampah di sana bisa naik level.” kata Johar Zauhariy, penggagas dan pendiri Pasar Brantas.

“Keseruan peserta kegiatan”

Kegiatan ini semakin seru karena Pasar Brantas menghadirkan hiburan berupa tabuhan jaran dor dan grup opyak Adem Ayem. Pasar Brantas bersyukur bisa menjadi lokasi pelaksanaan kegiatan. Semangat World Clean Up Day ini diharapkan bisa terus dilanjutkan melalui berbagai bentuk kegiatan pelestarian lingkungan yang dilakukan masyarakat.

“Penanaman pohon oleh peserta kegiatan”

Selain itu juga memohon maaf jika ada hal yang kurang berkenan selama acara. Pasar Brantas siap menjadi tempat penyelenggaraan acara dari berbagai pihak yang membutuhkan tempat, sajian kuliner, sajian seni budaya, dan pengalaman kegiatan yang berkesan. Silahkan kontak kami lebih lanjut! Matur suwun.

Suksesnya Pementasan Perempuan Brantas Menembus Batas

Pementasan Perempuan Brantas Menembus Batas yang melibatkan total 65 orang perempuan sebagai penampil dan panitia sukses di selenggarkaan di Desa Ngogri, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang pada sabtu malam minggu, 20 Juli 2024. Nama Perempuan Brantas Menembus Batas sendiri mengandung arti bahwa para perempuan yang tinggal di pedesaan tepian Sungai Brantas ternyata mampu menjadi subyek pegiat pelestari seni dan budaya. Bahwa hal ini menembus batas-batas anggapan atau asumsi selama ini yang menyebutkan bahwa seni budaya adalah domain atau monopoli kaum pria semata. 65 perempuan ini bisa membuktikan bahwa mereka merupakan motor pendorong kontribusi baik dalam masyarakat.

“Sambutan Bapak Anton, Perwakilan Balai Pelestarian Kebudayaan Wilayah XI Jawa Timur”

Pementasan berlangsung selama sekitar 3 jam dan dibuka dengan penampilan Wayang Brantas, Grup Dhagelan Kembang Anggrek (Kempal Bareng, Ayo Ngguyu Rek!), dan tari remo yang dibawakan oleh Ilmiatus Sa’diah, siswi SDN Ngogri 1. Pementasan inti bercerita tentang dinamika kehidupan masyarakat pedesaan di tepian Sungai Brantas dari pagi hari sampai tengah malam. Kehidupan pedesaan yang masih erat rasa kekeluargaan dan kebersamaan satu sama lain. Dibawakan secara apik oleh lima grup seni budaya yang tergabung yakni grup gejok lesung Guyub Rukun, grup opyak Adem Ayem, grup hadroh dan samroh Rahmatan Lil Alamin, grup karawitan Purnama Laras, dan grup teater SDN Ngogri 1, pementasan ini memukau para penonton dan tercatat sebagai pementasan pertama yang melibatkan perempuan dalam jumlah terbanyak.

“Penampilan Gejok Lesung Guyub Rukun”

Terselenggara karena dukungan dan pendanaan dari Balai Pelestarian Kebudayaan (BPK) Wilayah XI Jawa Timur, dalam sambutannya Bapak Anton yang merupakan perwakilan dari BPK Wilayah XI Jawa Timur mengungkapkan penghargaannya bagi semua pihak yang telah mendukung terselenggaranya acara ini. Selain itu, diharapkan juga setelah acara akan ada tindak lanjut aktivasi pelestarian seni budaya khususnya di Desa Ngogri.

Ririn Agustinah selaku ketua panitia menyampaikan dalam sambutannya, apresiasi yang besar atas bantuan yang diberikan oleh BPK Wilayah XI Jawa Timur. Selain itu, diharapkan ada masukan yang membangun untuk kegiatan serupa di masa depan agar lebih baik lagi.

“Penampilan Grup Karawitan Purnama Laras”

Pementasan ini berhasil memberikan manfaat berupa penguatan kapasitas perempuan dalam pelestarian dan promosi seni budaya, pemberdayaan ekonomi warga, serta memberikan hiburan tontonan sekaligus tuntunan bagi masyarakat sekitar. Acara berlangsung semakin meriah karena banyaknya doorprize atau hadiah yang diberikan kepada penonton.

“Meriahnya Grup Opyak Adem Ayem”

Kegiatan Perempuan Brantas Menembus Batas adalah bagian dari ekosistem kreatif Pasar Brantas. Pada bulan Agustus 2024 ini, Pasar Brantas akan buka di malam hari mulai 3 Agustus 2024 sampai akhir bulan dalam menyemarakkan lomba voli tingkat kecamatan yang diadakan oleh Pemerintah Desa Ngogri yang berlangsung di area Pasar Brantas. Selain itu, pada penyelenggaraan Pasar Brantas reguler bulanan yakni di hari Minggu, 18 Agustus 2024, akan ada perayaan kemerdekaan Republik Indonesia dan aneka lomba Agustusan. Kami tunggu kedatangan arek-arek dan dulur semuanya di Pasar Brantas, Desa Ngogri, Megaluh!

Masjid di Jombang Berusia Hampir Dua Abad, Pembuatnya Diyakini Prajurit Pangeran Diponegoro

JOMBANG – Masjid Al Jamhar yang terletak di Dusun Bulusari, Desa Kebondalem, Kecamatan Bareng termasuk masjid tua di Jombang. Usianya bahkan diperkirakan hampir dua abad lamanya.

Masjid ini didirikan Mbah Jamhari, tokoh agama yang merupakan prajurit Pangeran Diponegoro. Cerita yang didapat Jawa Pos Radar Jombang, masjid tersebut didirikan sekitar tahun 1830-an.

”Ini cerita dari orang tua saya, yang mendirikan itu Mbah Jamhari. Sebelum ke Kebondalem, Mbah Jamhari adalah prajurit Pangeran Dipenogoro,’’ ujar Zainul Abidin, 58, pengurus Masjid Al Jamhar.

Zainul menambahkan, Mbah Jamhari pernah diasingkan ke Sumatera Barat setelah tertangkap Belanda pada tahun 1827. Sekitar 1830-an, Mbah Jamhar kemudian masuk ke wilayah timur untuk menetap di Jombang.

”Akhirnya memilih menetap di sini (Kebondalem) dan mendirikan masjid serta membina orang-orang ngaji,’’ tambah Zainal yang masih punya garis keturunan dengan Mbah Jamhar.

Masjid Al Jamhar sangat kental dengan gaya arsitektur Jawa kuno. Bagian atap masjid berbentuk tajuk tumpang ala Masjid Demak. Selain itu, di ruang utama masjid juga terdapat empat soko guru yang terbuat dari kayu.

Meski usianya sudah mencapai 1,5 abad lebih, empat pilar kayu penyangga bangunan utama masjid masih utuh dan kokoh berdiri.

”Ya ini pilar utama masih asli dari kayu 1830-an. Ini ada lafal Allah SWT di bagian pilarnya,” tambahnya sembari menunjukkan ukiran lafal-lafal di permukaan kayu.

Kesan bangunan klasik juga terlihat dari bangunan tembok masjid. Tembok masjid berwarna putih ini memiliki ukuran lebih tebal dibandingkan dengan umumnya bangunan masjid di era modern.

Saat ini bangunan tembok masih kokoh, hanya saja di sejumlah titik tembok bagian luar mulai keropos. ”Mungkin karena kena air hujan,” imbuhnya.

Gaya arsiterktur Jawa juga terlihat pada bagian serambi depan masjid yang berbentuk joglo, identik dengan Masjid Demak. Masjid Al Jamhar juga memiliki bedug tua asli dari Kabupaten Ponorogo.

Namun, bedug tersebut tidak lagi digunakan lantaran sudah ada speaker. ”Selain itu, bagian langit-langit dan lantai sudah baru alias diganti pada 2013 lalu,’’ jelas dia.

Masjid yang didominasi dengan cat warna putih ini memang tak begitu luas. Ukurannya hanya sekitar 15 x 10 meter persegi. Untuk itu, Masjid Al Jamhar tidak ditempati salat Jumat. ”Di sini dipakai salat lima waktu, kegiatan keagamaan termasuk pengajian TPQ,’’ ujar.

Mbah Jamhari meninggal sekitar tahun 1840-an. Selain masjid, dulunya di lokasi setempat juga ada kegiatan pondok Salafiyah.

Namun, pondok tersebut dilaporkan terakhir beroperasi tahun 1970-an. ”Saya waktu masih kecil masih ada pondoknya, tapi kemudian dibongkar dan tanahnya ditempati rumah saudara-saudara,’’ pungkasnya. (ang/naz/riz)

Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.

Inilah Jejak Sejarah dan Persinggungan Bung Karno di Ploso Jombang

JOMBANG – Bulan Juni adalah Bulan Bung Karno, salah seorang Pahlawan Proklamator Indonesia. Bulan lahirnya, bulan wafatnya dan juga bulan ketika dia menyampaikan pidato tentang lahirnya Pancasila. Bagi  masyarakat Jombang, bukti-bukti persinggungan dan jejak masa kecil Bung Karno dengan kota santri masih terus digali dan dikumpulkan.

Pemerintah Republik Indonesia, telah menganugerahkan gelar pahlawan kepada Ir Soekarno pada 23 Oktober 1986. Kemudian pada 2012, kembali dipertegas dengan gelar Pahlawan Nasional.

Sebagian sudah terangkai kisah keterkaitan sejarahnya di Jombang, khususnya Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso. Termasuk upaya yang sudah dilakukan para pemerhati dan penelusur sejarah dalam mengumpulkan bukti berupa foto dan dokumen tertulis.

Selama ini, baik di buku dan dokumen menyebut tempat lahir Bung Karno di Kota Surabaya. Namun banyak yang meyakini jika Putra Sang Fajar ini sebenarnya lahir di Desa Rejoagung, Kecamatan Ploso. Begitu juga waktu kelahirannya tertulis 6 Juni 1901, ternyata ada juga dokumen yang sudah ditemukan menulis 6 Juni 1902.

Salah satu pemerhati sejarah Jombang yang tertarik menelusuri jejak Bung Karno di utara Brantas ini adalah Binhad Nurohmat. Menurutnya, kejelasan tempat (locus) dan lokasi rumah lahir Presiden Pertama Indonesia ini sangat penting. “Saya sejak empat tahun lalu sudah mulai serius menggali dan mengumpulkan bukti-bukti,” katanya.

Kondisi rumah yang pernah ditinggali keluarga Bung Karno di Rejoagung, sekarang memang sudah tidak utuh lagi. Hanya tinggal pondasi. Berbeda sebelum 2010 lalu, kondisi rumah masih berdiri utuh. Sayang, karena kurang perawatan, akhirnya lapuk dan roboh total. Beberapa tahun terakhir, mulai dirintis kembali untuk merawat rumah lahir Bung Karno.

Bahkan jika memungkinkan akan dibangun ulang. Hanya saja, karena kepemilikannya bukan atas nama pemerintah, maka niat itu belum bisa terlaksana. Sementara ini, lanjutnya, hanya bisa mengadakan kegiatan-kegiatan insidentil di bekas rumah tersebut.

Salah satu bukti yang mendukung jika bayi Kusno (nama kecil Bung Karno, Red) dilahirkan oleh Ida Ayu Nyoman Rai Srimben di rumah Rejoagung Ploso adalah kedekatan rumah tinggal dengan lokasi sekolah tempat R Soekeni Sosrodihardjo, ayah Bung Karno mengajar. Saat itu, ayah Bung Karno menjadi Mantri Guru di Tweede Inlandsche School (IS/Sekolah Pribumi) Ploso, sejak 28 Desember 1901. Sekolah itu juga populer dengan sebutan Sekolah Ongko Loro.

Sayangnya, saat Binhad mencoba mencari keberadaan sekolah itu, kondisinya sudah tak terawat. Sebagian besar ambruk dan hancur di berbagai sudut.

Ada pula pengakuan putri Bung Karno, Sukmawati Soekarno Putri kepada Kuswartono, cucu ayah angkat Bung Karno (RM Soemosewojo) 2010 lalu. Sukmawati memberitahu Kuswartono, jika Bung Karno sebenarnya lahir di Jombang.

Namun, Sukma tidak menyebutkan secara spesifik di Jombang bagian mana. Salah satu yang mengetahui pengakuan itu Wiji Mulyo Maradianto alias Dian Sukarno, penelusur sejarah Jombang. “Saya bersama Mas Kuswartono saat itu menemui Mbak Sukma di acara Haul Bung Karno di Blitar,” katanya.

Sementara itu, Kuswartono menjelaskan, selain Sukmawati Soekarno Putri yang menyebutkan jika Bung Karno lahir di Jombang. Putri Bung Karno lainnya, Rahmawati Soekarno Putri pun pernah menyampaikan hal yang sama. Saat itu, Rahmawati sedang berkunjung ke Ponpes Majma’al Bahroin Shiddiqiyyah Losari Ploso 2019. “Bahkan Mbak Rahmawati waktu itu bilang ke saya jika Bung Karno memang lahir di PlosoJombang,” ungkapnya.

Hal itu semakin menguatkan keyakinan jika rumah tempat lahir Bung Karno benar-benar ada di Rejoagung Ploso. Selain itu, beberapa orang yang ditemui Kuswartono di sekitar rumah tempat lahir Bung Karno juga membenarkan. Ada beberapa kisah yang didapatkan dari orangtua atau kakeknya yang mendukung kebenaran tersebut.

Dokumenyang Sudah Ditemukan

SAMPAI saat ini, beberapa dokumen pendukung yang sudah ditemukan di antaranya potongan Buku Induk atau rapor Bung Karno saat mendaftar kuliah di Technische Hogeschool (THS) Bandung.

Di lembaran itu tertulis tanggal lahirnya 6 Juni 1902. Namun, tempat lahirnya di Surabaya. Nama ayah R Sosrodihardjo, pekerjaan ayah pendidik di Blitar (mengajar di Normaal School Blitar). Nama ibu Ida Nyoman Aka. Asal sekolah Hoogere Burgerschool (HBS) Surabaya. Tanggal pendaftaran 10 Juni 1921. Tanggal masuk kuliah 1 Juli 1921. Fakultas yang diambil Jalan dan Pengelolaan Air.

Kemudian dokumen lain adalah tulisan tangan Bung Karno sendiri di formulir pendaftaran untuk pendataan yang dilakukan oleh Gunseikanbu Jepang 1943 silam. Data-data itu nanti dibukukan oleh Gunseikanbu Jepang dengan judul Orang Indonesia yang Terkemuka di Jawa. Penjajah Jepang membagi dalam klasifikasi profesi. Misalnya tokoh politik, ulama, sosial, dan lain-lain.

Nah, yang menarik Bung Karno menuliskan riwayat pendidikannya. Memang benar, saat usia sekolah dasar berada di PlosoJombang. Jadi, Bung Karno menempuh pendidikan dasarnya di Inlandsche School/IS Ploso lulus tahun 1909.

Kutipan sesuai asli tulisan Bung Karno itu berbunyi:

Moela-2 sekolah desa di Ploso/Djombang. Kemoedian sekolah kelas II di Sidhoardjo. Kemoedian sekolah kelas I di Modjokerto. Kemoedian Europeesche Lagere School di Modjokerto. Diploma tahoen 2576. H.B.S Soerabaja. Diploma KE tahoen 2581.

Dari dua dokumen temuan ini bisa disimpukan riwayat jenjang pendidikan yang pernah ditempuh Bung Karno. Mulai Inlandsche School Ploso, Inlandsche School Sidoarjo, dan Hollandsch Inlandsche School I (HIS) Mojokerto 1914. Saat kelas 5 naik kelas 6, pindah ke ELS Mojokerto. Karena dari ELS bisa ke HBS Surabaya.

Kemudian, Europeesche Tweede Lagereschool (ELS) Mojokerto 1915. Klein Ambtenaars Diploma Soerabaja/Diploma lulus 1915. Hoogere Burgerschool V (HBS) Surabaya lulus 1921. Technische Hogeschool (THS) Bandung, masuk 10 Juni 1921 kemudian lulus 1926. (fai/bin/riz)

Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.

Editor: Achmad RW

Dari Era Mpu Sindok Hingga Airlangga, Ini Sederet Prasasti Kuno di Jombang

Jombang – Sebagai salah satu wilayah yang pernah jadi wilayah kekuasaan kerajaan besar di masa kuno, Kabupaten Jombang menyimpan sejumlah peninggalannya. Terutama yang berupa prasasti.

Beberaa prasasti itu, masih tersimpan rapi di tempat asalnya. Namun, ada juga yang telah dipindahkan untuk alasan keamanan. Ada juga yang kondisinya telah rusak dan terlupakan seiring waktu.

1. Prasasti Poh Rinting

Candi Glagahan saat ditemukan dan dieksvasi BPCB sekitar tahun 1980 (ANGGI FRIDIANTO/JAWA POS RADAR JOMBANG)Kamu mungkin asing dengan prasasti ini Ya, prasasti Poh Rinting adalah salah satu prasasti yang ditemukan di Desa Glagahan, Kecamatan perak. Lokasi penemuannya, juga berada di sebuah bangunan candi.

Lokasinya, berada di belakang sebuah rumah warga. Candi ini, ditemukan di era 1980an. Namun empat tahun setelah diekskavasi, atau 1985, situs ini kemudian diuruk kembali oleh BPCB Jawa Timur.

Dalam penggalian itu jugalah, ditemukan sebuah prasasti yang disebut prasasti Poh Rinting. Prasasti ini, berangka tahun 825 Saka atau tahun 929 Masehi. Isinya, berisi tentang penetapan kawasan di mana prasasti itu ditemukan sebagai daerah sima atau daerah bebas pajak karena adanya bangunan suci. Prasasti ini, kini telah diamankan di museum Trowulan untuk kepentingan keamanan.

2. Prasasti Tengaran / Prasasti Geweg

Prasasti ini, memang ditemukan di Desa Tengaran, Kecamatan Peterongan. Lokasinya, berada di tengah sawah. Kini, lokasinya berada tepat di pinggir Tol Jombang-Mojokerto. Prasasti ini, juga berbentuk seperti nisan, bentuknya tablet batu andesit gepeng dengan ujung runcing.

Di dalam prasasti berangka tahun 857 saka atau 935 Masehi ini, dijelaskan jika wilayah Geweg yang saat ini adalah wilayah tengaran, ditetapkan sebagai daerah sima atau daerah bebas pajak oleh Mahamantri Mpu Sindok Sang Sri Iṡanatunggadewa (Mpu Sindok) bersama Rakyan Sri Parameswari Sri Wardhani Kbi Umisori (Dyah Kbi) sang permaisuri. Penetapan sima itu, berhubungan dengan masyarakat geweg yang dinilai berjasa bagi kerajaan karena membantu mencari dan menemukan putri raja.

Saat ditemukan, prasasti ini terpendam sedalam 40 sentimeter. Namun, beberapa tahun lalu proses pengangkatannya sudah dilakukan. Kini, bagian lapik atau dasar prasasti hingga bagian bwah prasasti sudah berhasil ditampakkan sepenuhnya.

3. Prasasti Gurit / Prasasti Munggut

Prasasti ini, berada di Dusun Sumber Gurit, Desa Katemas, Kecamatan Kudu. Lokasinya, berada di halaman rumah Badri, yang kini juga jadi juru pelihara situs ini. Bentuknya, sebuah tablet batu besar dengan ujung runcing. PRasasti ini, bentuknya sangat terawat, meski beberapa huruf di dalamnya sudah aus dan tak terbaca.

Dalam batu ini, tertulis juga sejumlah kata beraksara jawa kuno. Dari enskripsi yang telah terbaca, prasasti ini berangka tahun 944 Saka atau 1022 Masehi. Laiknya prasasti lain, prasasti ini juga berisi tentang penetapan daerah sebagai daerah bebas pajak atau daerah sima. Yang membuatnya adalah Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan Daerah yang ditetapkan sebagai sima itu, adalah desa bernama Munggut, yang kini lokasinya berada di Desa Cupak, Kecamatan Ngusikan.

4. Prasasti Grogol (Kusambyan)

Prasasti ini, ditemukan di area persawahan milik PT. Intelen, tepatnya di Dusun Grogol, Desa Katemas, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang. Akses jalan menuju prasasti adalah jalan setapak, dari jalan desa sekitar 500 meter. Kondisi prasasti ini, juga sudah rusak dan terbelah menjadi 9 bagian.

Prasasti Grogol, juga disebut sebagai Prasasti Kusambyan karena berisi tentang wilayah Kuno bernama Kusambyan yang dijadikan wilayah sima atau wilayah bebas pajak oleh Sri Maharaja. Di prasasti ini, juga disebutkan nama tokoh Rahyan Iwak, yang diduga merupakan tokoh yang sangat berpengaruh di Kusambyan. Kemdikbud dalam webnya menjelaskan, prasasti ini berangka tahun 1037 Masehi atau dibuat dalam era Raja Airlangga dari Kerajaan Kahuripan.

Di antara empat prasasti itu, mana yang sudah pernah kamu kunjungi? (riz)

Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.

Lagi Gabut? 4 Landmark di Jombang ini Bisa Jadi Solusi Healing Tipis-Tipis

Jombang – Selain wisata religi sebagai unggulannya, Kebupaten Jombang, Jawa Timur juga memiliki beberapa landmark yang bisa jadi alternatif wisata. Bahkan, seluruhnya gratis dan murah meriah.

Lokasi-lokasi ini juga cocok untuk wisata keluarga, muda mudi, sekadar nongkrong ataupun wahana bermain untuk anak-anak, ditambah suasana asri, pasti bikin kamu makin nyaman.

1. Alun-alun Jombang

Alun-alun Jombang terletak tepat di depan Pendopo Kabupaten Jombang. Pengunjung luar kota, juga bisa menjangkaunya dengan mudah karena lokasinya berada tepat di dean Staiusn Jombang atau pinggir Jl Basuki Rahmad.

Wahana ini, kini semakin banyak diminati para pengunjung setelah disediakan berbagai wahana playgroung untuk anak. Selain tempatnya bersih, juga luas sehingga anak anak bisa bermain sepuas mereka. Dan yang pasti, seluruhnya bisa dinikmati secara gratis, tanpa tiket masuk.

Karena lokasinya terbuka, pastikan tidak berkunjung saat hujan ya. Atau kalau nggak mau kepanasan bisa memilih waktu saat malam atau dore hari. Dijamin suasananya makin ciamik dengan temaram lampu yang disiapkan pengelola di sana.

2. Kebon Rojo

Kebon Rojo, juga salah satu landmark Jombang yang bisa jadi solusi healing tipis-tipis. Berlokasi di Jantung kota atau pinggir Jl KH Wahid Hasyim, taman ini bahkan sudah terkenal sejak era kolonial lho.

Selain taman dan sejumlah fasilitas bermain dan olahraga, pecinta kuliner  juga bakal dimanjakan di sini. Pengunjung bisa menikmati segarnya taman sekaligus menghabiskan waktu quality time bersama keluarga di taman Kebon Rojo. Ada banyak pujasera yang menyediakan berbagai macam makanan murah disana. Mulai aneka minuman, makanan ringan hingga makanan berat. Anak anak juga bisa bermain di taman Kebon Rojo.

3. Pasar Mojoagung

Seperti namanya, pasar ini memang terletak di Kecamatan Mojoagung. Sekitar 15 kilometer di timur pusat Kabupaten Jombang. Landmark ini, memang terlihat biasa saja di siang hari. Namun, saat malam datang, gemerlap lampu pedagang dan penyedia wahan bermain anak membuat tampilan pasar ini makin ciamik.

Setiap malam datang, halaman depan pasar ini memang jadi wahan bermain. Tak hanya itu, sejumlah pedagang makanan ringan, warung kopi hingga makanan berat juga terseida di sini. Pastikan juga bawa payung saat akan berkunjung di musim hujan ya, karena kebanyakan stand pedagang merupakan stand terbuka.

4. RTH Kebonratu

Ruang Terbuka Hijau (RTH) Kebonratu cocok jadi jujugan keluarga yang ingin healing di kawasan kota. Taman ini berada di pinggir Jalan Nasional Soekarno Hatta Keplak Sari, Kecamatan Peterongan. Lokasinya juga dekat dengan taman Tirta Wisata dan Terminal Kepuhsari Jombang.

Terletak di pinggiran kota, RTH ini memiliki keunggulan dari sisi arealnya yang sangat luas. di dalam taman, terdapat juga banyak wisata yang cocok untuk sekadar nongkrong, bersantai dan bermain bersama keluarga. Yang paling penting, tiket masuknya juga ) rupiah, alias gratis sepenuhnya. (ang/riz)

Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.

Cerita Wanita di Jombang yang Sukses Kembangkan Usaha Buket Bunga

Jombang – Usaha sampingan pembuatan buket bunga banyak diminati kalangan muda. Selain mudah dan tak menyita banyak waktu, prospek usaha ini juga terbukti mampu mendulang pundi-pundi rupiah.

Jemari perempuan berjilbab hitam itu terlihat cekatan saat menggunting satu persatu pola yang digambar dalam selembar kain. Setelah menata beberapa hiasan, ia kemudian merekatkannya satu persatu. Sejurus kemudian, ornamen itu dirangkai dan menjadi sebuah buket lucu nan cantik.

”Saya baru memulai usaha ini Oktober atau setahun lalu. Awalnya belajar otodidak dari internet maupun Youtube. Kemudian saya tekuni sampai sekarang,’’ ujar Choirul Hidayah kepada Jawa Pos Radar Jombang, kemarin.

Ibu satu anak ini mengatakan, pesanan paling banyak terlihat saat momentum musim hajatan dan wisuda. Baik jenjang SMP atau SMA maupun kuliah. ”Biasanya satu hari satu pesanan. Namun yang paling banyak biasanya pas wisuda atau musim hajatan,’’ tambahnya.

Sejak memulai usaha pembuatan buket bunga, pendapatannya kian bertambah. Ia juga tetap bisa melakukannya sembari berjualan seperti biasa. ”Ini bisa disambi melakukan aktivitas lain. Kuncinya harus telaten dan sabar,’’ papar dia.

Ia menyebut, satu buket bunga dijual dengan harga cukup terjangkau. Mulai Rp 15 ribu hingga Rp 50 ribu tergantung permintaan. Bahkan, ia juga melayani pemesan jika ingin menambahkan barang atau ornamen tertentu. ”Ya, bisa sesuai permintaan,’’ tambahnya.

Sejauh ini, Choirul Hidayah baru menjangkau pasar lokal sekitar Jombang. Pemasarannya juga terbatas karena ia hanya menggunakan pemasaran secara online. ”Pelanggannya masih rata-rata sekitar Jombang. Satu persatu pelanggan mengetahui dan banyak yang pesan secara pribadi untuk kado maupun hadiah lain,’’ pungkas dia. (ang/bin/riz)

Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.

Pasutri di Jombang Panen Cuan Gegara Bikin Tas dari Limbah Tali

JOMBANG – Beragam cara memanfaatkan limbah menjadi barang berharga. Seperti dilakukan Indah Wahyuni dan Juni Handoko. Pasutri asal Desa Plandi, Kecamatan Jombang ini memanfaatkan limbah tali pet atau plastik menjadi tas hingga keranjang sampah.

Tumpukan tas yang masih setengah jadi terpampang di halaman rumah Indah di gang satu Dusun Parimono. Warnanya beragam, hitam, hijau dan putih. Keranjang sampah berukuran besar juga menghiasi sudut rumah. ’’Setiap hari saya membuat tas dan keranjang sampah,’’ kata Indah.

Dia sudah satu setengah tahun menekuninya. ’’Awalnya coba-coba. Suami punya bakat menganyam, lalu cari bahan, ternyata laku,’’ imbuhnya.

Bahan utama yang digunakan, limbah tali plastik. Biasanya digunakan sebagai temali bahan bangunan. Mulai dari keramik, hingga semen. ’’Dapatnya dari rosok, dan kadang toko bangunan. Talinya dibuang terus kita beli dengan harga murah,’’ terangnya.Limbah tali itu didapat dari Jombang dan Mojokerto.

Proses awal pembuatannya, tali itu dipotong sesuai ukuran ’’Setelah itu diluruskan, karena dapatnya dalam kondisi tidak teratur. Ada yang bengkok dan pecah,’’ tutur wanita berusia 41 tahun ini.

Setelah tali lurus, dilanjutkan proses penganyaman. Biasanya dilakukan sang suami. Baik untuk keranjang maupun tas dikerjakan secara manual. ’’Nganyamnya sesuai bentuk atau permintaan,’’ ucapnya.

Tahap terakhir, memberi dua gagang pada keranjang ataupun tas. Setiap gagangnya dilapisi potongan selang.

’’Khusus untuk tas, kadang tidak pakai limbah pet, tapi beli bahan langsung dari pabrik di Malang,’’ ujar Indah.

Dalam sehari dia bisa menghasilkan minimal 10 tas hajatan. Sehari-hari, dia dibantu tiga orang anggota keluarganya. ’’Keranjang sampah lebih sulit, karena bahannya agak kaku. Sehari dapat dua keranjang, itupun tergantung ukuran,’’ ungkap Indah.

Ada lima macam barang yang dihasilkan dari anyaman limbah. ’’Selain tas dan keranjang sampah, juga pot bunga, bakul atau tempat nasi, tas hampers serta besek buat hajatan,’’ bebernya.

Bentuknya juga beragam, tergantung pesanan pelanggan. Harganya terbilang murah. Untuk tas berukuran kecil Rp 10.000. ’’Tas besar Rp 35.000, sedangkan keranjang sampah kecil Rp 15.000, yang jumbo bisa sampai Rp 80.000,’’ urainya. 

Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.

Diyakini Peninggalan Jayanegara, Sumur ini Tak Pernah Surut Meski Kemarau

JOMBANG – Di Dusun Bedander, Desa Sumbergondang, Kecamatan Kabuh, terdapat sumur yang dikeramatkan warga sekitar. Sumur itu diyakini sebagai peninggalan Kerajaan Majapahit 1319 M.

”Pada waktu itu ada pemberontakan Rakuti sehingga memaksa Kerajaan Majapahit untuk mengamankan Raja Jayanegara ke tempat yang aman,” ujar Sambang salah seorang tokoh masyarakat. Konon, sumur itu digunakan Raja Jayanegara untuk mandi.

Dikatakannya, Dusun Bedander ini diyakini menjadi tempat persembunyian Raja Jayanegara. Banyak situs atau prasasti yang ditinggalkan, salah satunya sumur tersebut. ”Sumur itu sekarang dinamai Sumur Bujo,” katanya.

Sumur yang berada di tengah permukiman itu dikelilingi pagar khas kerajaan berwarna merah. Terdapat banyak batu-batu atau lumbung di sekitar prasasti. ”Sumur ini tidak pernah surut. Dulu desa sebelah (Desa Jatibanjar, Red) kesulitan air ya mengambil air di sumur bujo,” ungkap dia.

Tak hanya itu, sumur peninggalan Kerajaan Majapahit juga sering digunakan ritual khusus untuk warga sekitar. ”Biasanya kalau warga mau menggelar hajatan atau akan menikah, datang ke sumur tersebut,” bebernya.

Sementara itu, Iswandi Sekretaris Desa Sumbergondang, menambahkan warga tidak pernah merasakan hal aneh atau penampakan di sekitar sumur bujo. Akan tetapi, tempat tersebut tetap dikeramatkan warga sampai sekarang. ”Biasanya sedekah desa, ke sumur itu untuk mencari keberkahan,” pungkas dia. (yan/bin/riz)

Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.

Melihat Produksi Kerupuk Goreng Pasir dari Jombang, Dijamin Non Kolesterol

JOMBANG – Produksi kerupuk nonkolesterol di Desa Jabon, Kecamatan/Kabupaten Jombang tetap eksis. Hingga 18 tahun ini, permintaan makin meluas ke luar kota. Termasuk dikirim ke sejumlah tempat wisata religi.

Sreng…sreng…sreng… Seorang perempuan paro baya tampak sibuk mengaduk kerupuk dengan pasir di sebuah alat penggorengan tradisional. Setelah mengembang, kerupuk itu diangkat kemudian didiamkan beberapa menit. Sementara di ruang tamu rumah sederhana itu, sudah ada sejumlah ibu yang siap mengemas kerupuk dengan aneka warna.

Ya, itulah kesibukan ibu-ibu yang bekerja di produksi kerupuk upil setiap hari. ”Saya memulai usaha ini sejak 2005. Awalnya melayani skala kecil di warung-warung dengan kemasan Rp 500-an,’’ ujar Mahfullah, 41, produsen kerupuk upil kepada wartawan yang berkunjung ke rumahnya, kemarin (6/5).

Selama 18 tahun memproduksi kerupuk upil, usahanya terus  berkembang. Termasuk kemasan yang ia jual juga ada beberapa varian. Seperti kemasan bungkus besar yang dijual Rp 4.000 per bungkus. Sekarang kebanyakan yang laku justru kemasan kerupuk besar. “Alhamdulillah pemasaran juga berkembang, dikirim ke tempat wisata religi seperti Makam Gus Dur, Makam Troloyo, toko buah dan juga dikirim ke Surabaya,’’ tambahnya.

Seiring banyaknya permintaan, pembuatan kerupuk nonkolesterol di tempatnya terus ditambah. Saat ini, ia bisa membuat 2 kuintal setiap hari. Cuaca terik beberapa hari terakhir juga membuat produksi kerupuknya makin meningkat. ”Ya, cuaca terik juga menguntungkan karena bisa mempercepat proses penjemuran,’’ jelas dia.

Kerupuk upil buatan Mahfullah terbuat dari bahan sederhana. Yakni tepung tapioka, garam dan bawang. ”Ini nonkolestrol, karena kita goreng dengan pasir, bukan minyak,’’ pungkasnya. Karena tanpa mengandung minyak itulah permintaan kerupuk yang datang justru meningkat. Permintaan cenderung stabil saat musim penghujan karena banyak yang suka nyemil. (ang/bin/riz)

Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.