SURYA.co.id | JOMBANG – Tim Robotik Madrasah Tsanawiyah Negeri (MTsN) 3 Jombang, meraih juara pertama dalam kompetisi Robotic Internasional 2018 di Malaysia.
Mewakili Indonesia yang bersaing dalam ajang Science Technology Innovation Robotic IV di Selangor Malaysia, mulai 1-4 November 2018, tim robotic MTsN 3 menjadi juara pertama pada kategori My Robotz Enterprise.
Madrasah negeri di lingkungan Pondok Pesantren Bahrul Ulum (PPBU) Tambakberas ini berhasil mengalahkan puluhan lawan tangguh tangguh dari Malaysia dan Jepang.
Tim duta bangsa ini menjadi yang terbaik saat menampilkan robot perang Sumo.
“Di final kami mengalahkan Malaysia,” kata Muhammad Kholil Azim, anggota tim robotik MTsN 3 Tambakberas, Senin (19/11/2018).
Pada ajang kompetisi robotik Internasional di Malaysia awal November itu, tim robotik MTsN Tambakberas berangkat dengan kekuatan 5 orang.
Mereka dibagi menjadi 2 tim, Indonesia 1 dan Indonesia 2.
Tim Indonesia 1 terdiri dari Anggoro Yudho dan Kholifah Dini.
Sedangkan, tim Indonesia 2 beranggota Muhammad Kholil Azim, Tegar Anugerah dan Ratu Aimartasia.
Kedua tim ini sebelumnya bersaing dengan 500 tim dari beberapa negera. Kemudian diseleksi menjadi 28 besar.
Mereka yang lolos menjadi 28 besar inilah yang mengikuti kompetisi robotik di Malaysia.
“Kami yang mewakili Indonesia,” tambah Tegar Anugerah, anggota tim Indonesia 2.
Tim robotik MTsN Tambakberas berhasil menjadi juara setelah mengumpulkan 26 poin.
Mereka memainkan 15 games sebelum akhirnya ditetapkan sebagai pemenang.
Berkat kemenangan yang mereka raih, tim robotik MTsN 3 Jombang di Tambakberas ini memperoleh hadiah pembinaan sebesar 1.000 ringgit Malaysia (Rp 3,48 juta).
Selain itu, mereka juga memperoleh tiket menonton MotoGP Malaysia.
Diungkapkan Tegar, perjuangan mencapai yang terbaik pada ajang Science Technology Innovation Robotic di Malaysia, khususnya pada kategori Robotic Games, bukan langkah mudah.
Jauh hari sebelum tampil di Malaysia, ia dan teman-temannya melakukan latihan intensif di ruang lab robot di sekolahnya.
Di rumah, saat senggang, dia dan teman-temannya juga browsing untuk mengasah keterampilan.
“Latihan intensif dua bulan. Sebelumnya kita diberitahu ada kompetisi di Malaysia, terus kita latihan,” beber remaja kelahiran Jombang ini.
Namun, timpal Ratu Aimartasia, rekan setim dengan Tegar dan Kholil Azim, kesiapan mental sangat menentukan keberhasilan timnya.
“Kesulitan yang kami hadapi, medan atau pola yang kami jadikan latihan ternyata tidak sama dengan pola saat di sana. Tapi kami fight saja,” katanya.
Dikatakan Ratu, melawan tim robotik dari Jepang sempat membuat timnya keder.
Apalagi, tim dari Jepang membawa robot senilai Rp 50 juta.
“Padahal, kalau ditotal, milik kita nilainya tak lebih Rp 6 juta. Tapi Alhamdulillah, kami bisa bersaing dan bisa mengalahkan robot bernialai Rp 50 Juta,” ujar Ratu.
Anak kelas 8 MTsN Tambakberas ini pun berpesan agar generasi muda Indonesia tidak takut dalam persaingan teknologi dengan negara lain.
Mukhlas Ubaidillah, guru pendamping tim robotik MTsN Tambakberas mengatakan, tim robotik berlatih di luar jam pelajaran sekolah.
Kesibukan tim robotic diyakini tidak mengganggu urusan pelajaran sekolahnya.
“Tidak mengganggu karena ini dilakukan setelah jam pelajaran di sekolah selesai. Robotik ini masuk kegiatan ekstrakurikuler,” jelasnya.
Article courtesy: Tribunnews.com
Photo courtesy: Kompas.com
SURYA.co.id | JOMBANG – Areal makam mantan Presdien KH Abdurrahman Wahid (Gus Dur) di Ponpes Tebuireng yang merupakan kawasan wisata religi di Kabupaten Jombang, mampu memberi kontribusi cukup signifikan terhadap pendapatan asli daerah (PAD) setempat.
Setidaknya, target pemasukan retribusi, khususnya parkir dan toilet yang dipatok pemkab setempat pada 2018 sebesar Rp 325 juta dipastikan terlampaui.
Sampai Oktober saja, pemasukan dari retribusi parkir saja sudah menyentuh Rp 341,2 juta. Padahal, tahun anggaran 2018 masih dua bulan lagi.
”Ada kenaikan pemasukan retribusi parkir 15 persen dari tahun lalu. Itu sampai Oktober lalu,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Bambang Nurwidjanto melalui Kepala UPT Wisata Religi Makam Gus Dur Purwanto, Minggu (18/11/2018).
Retribusi parkir sebesar itu diperoleh dari total bus besar yang masuk ke kawasan parkir mencapai, yang mencapai 9.464 unit selama Oktober.
Kemudian mobil penumpang 12.541 unit, dan minibus sejenis Isuzu elf sebanyak 3.149 unit. Terakhir yaitu sepeda motor yang mencapai 30.921 unit. Selain retribusi parkir, ada juga pemasukan dari retribusi toilet.
Purwanto memprediksi pendapatan restribusi masih bisa bertambah, meskipun jumlahnya belum bisa diprediksi karena masih ada dua bulan sebelum tahun anggaran berakhir.
”Laporan November belum masuk, masih berjalan. Kemudian Desember belum berjalan. Kami berharap ada penambahan cukup besar, karena ada hari-hari libur nasional dan sekolah selama dua bulan ini,” imbuhnya.
Pendapatan dari retribusi, menurutnya berpotensi semakin naik, jika proyek Museum Islam Nusantara KH Hasyim Asyari sudah diresmikan dan dibuka untuk umum.
“Karena secara otomatis menjadi daya tarik atau magnet tersendiri bagi masyarakat untuk berkunjung ke wisata religi makam Gus Dur,” terangnya.
Article courtesy: Tribunnews.com
Photo courtesy: Detik.com
JOMBANG – Babak grandfinal Guk Yuk Jombang 2018 mencapai puncaknya Sabtu (17/11) malam. Melewati berbagai tahap seleksi yang panjang, Hafizha Kevin Nurindaputra dan Putri Meidiyan terpilih sebagai Guk dan Yuk Jombang 2018. Keduanya akan mewakili Kota Santri pada ajang Raka-Raki Jawa Timur 2019.
Sebanyak 15 pasang Guk Yuk Jombang berlomba menunjukkan kemampuan terbaiknya pada babak grandfinal yang dihelat di GOR Merdeka. Tiga puluh pemuda-pemudi luar biasa ini pun tampil all out menunjukkan kemampuan diri sebagai generasi muda yang kreatif, inovatif, berjati diri, dinamis, berbudaya dan berwawasan luas.
Sebelumnya mereka telah melalui seleksi ketat dari sejak babak penyisihan, karantina, hingga mencapai grandfinal. “Setelah melalui proses seleksi, uji talenta, akhirnya mereka yang lolos mendapatkan pembekalan bertempat di Kampoeng Djawi Wonosalam,” papar Asisten II Bidang Perekonomian dan Pembangunan Pemkab Jombang Sucipto.
Ajang Guk Yuk tahun ini peminatnya sangat luar biasa. Pendaftaran yang dibuka sejak 13 Agustus hingga 20 September 2018 ini diikuti oleh 230 peserta. Para finalis Duta Wisata Guk Yuk ini dengan bekal yang cukup berkompetisi menjadi yang terbaik.
Diantaranya mereka harus memiliki kemampuan untuk meningkatkan citra pariwisata, maupun mempromosikan potensi wisata dan budaya yang ada di kabupaten Jombang, baik di tingkat lokal, regional, nasional maupun internasional.
Mereka juga harus mengenal, mencintai dan bangga dengan Kabupaten Jombang pada khususnya. Sehingga ke depan mereka diharapkan mampu menjadi generasi muda yang turut berkontribusi dalam mewujudkan visi Jombang Berkarakter dan Berdaya Saing. Selain Hafizha dan Putri yang terpilih sebagai Guk dan Yuk, juga terpilih Wakil I Guk Yuk yaitu Nur Ihwan Maulana dan Mutiara Sasongko. Sedangkan Wakil II Guk Yuk adalah Muhammad Afsya Naf’an dan Shefa Birthamevia.
Babak grandfinal ini juga dihadiri Bupati Jombang Mundjidah Wahab, Wakil Bupati Sumrambah, Ketua TP PKK, Dansatradar TNI AU beserta istri, asisten, kepala OPD, para camat, kepala sekolah, serta para duta wisata dari kabupaten/kota tetangga, dan duta-duta anak muda berprestasi lainnya.
Penampilan Sharla Martiza, juara The Voice Kids Indonesia 2017 juga memeriahkan acara ini. Dewan juri yang bertugas pada Grandfinal Guk Yuk 2018 diantaranya Nasrulillah, Sih Wihartini, Ana Tri Agustina, Karsam dan Moh Musyafik.
“Atas nama pemerintah daerah saya sangat mendukung dan mengapresiasi pelaksanaan kegiatan ini, karena dengan terpilihnya duta wisata Guk Yuk Jombang ini dapat dijadikan mitra pemerintah daerah dalam berfikir dan berkarya untuk pengembangan kepariwisataan khususnya di Jombang ke depan” ujar Mundjidah Wahab Bupati Jombang dalam sambutannya.
Mudah-mudahan agenda rutin ini dari tahun ketahun semakin baik dan mampu membawa dampak positif bagi kemajuan kita bersama khususnya bagi pengembangan potensi wisata yang ada di Kabupaten Jombang.
Mereka yang terpilih sebagai Guk Yuk Jombang akan menjadi wakil Jombang pada pemilihan duta wisata Raka Raki tingkat Provinsi Jawa Timur tahun 2019. Untuk itu, harus benar-benar dipersiapkan oleh Kabupaten Jombang. Guk dan Yuk Kabupaten Jombang ke depanharus mampu mengembangkan seni budaya serta mampu memajukan pariwisata dan menjadi duta wisata yang profesional.
“Harapan saya kegiatan ini harus lebih ditingkatkan dan dikembangkan sebagai potensi wisata yang dikemas dengan baik. Harus terus dipromosikan baik potensi wisata alamnya, wisata religi dan budaya, dan lainnya. Warisan Budaya Wayang Topeng Jatiduwur Kesamben baru saja mendapatkan apresiasi dari Pemerintah Pusat,” tambah Bupati Mundjidah Wahab.
Guk Yuk Jombang dituntut mampu membantu mempromosikan potensi pariwisata di Kabupaten Jombang. Kegiatan pemilihan duta wisata Guk Yuk Jombang ini dijadikan sebagai salah satu ajang promosi wisata, pembangunan pariwisata, nilai-nilai seni dan budaya di Kabupaten Jombang.
“Melalui pemilihan duta wisata, kami berharap dapat mencetak generasi muda Kabupaten Jombang yang berani bersaing dalam era globalisasi, berpengetahuan luas, luwes dalam berkepribadian maupun berpenampilan, serta mampu mengembangkan diri secara progresif utamanya dalam kepariwisataan,” ujarnya. (adv)
(jo/ric/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Situs purbakala dengan delapan umpak sederhana ini berada di Dusun Sukorejo, Desa Grobogan, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang. Situs Grobogan, dinamakan demikian karena situs peninggalan sejarah Kerajaan Majapahit ini berada di Desa Grobogan.
Grobogan, adalah nama salah satu desa yang ada di Mojowarno. Nama Grobogan sendiri, memiliki kesamaan dengan nama sebuah kota berbentuk kabupaten di Jawa Tengah. Grobogan di Jawa Tengah juga memiliki banyak peninggalan sejarah maupun prasejarah. Peninggalan sejarah di sana berasal dari Kerajaan Mataram Kamulan yang merupakan cikal bakal Mataram Kuno di Jombang, Jawa Timur. Mataram Kuno yang disebut juga Kerajaan Mdang ini juga menjadi cikal bakal hampir semua kerajaan besar di Jawa Timur, termasuk Majapahit Wilwatikta.
Lokasi Situs Grobogan di Jombang, tak jauh dari lokasi Yoni Gambar dan masih satu desa dengan Wana Wisata Sumberboto. Memang, situs ini berada tak jauh dari Jalan Raya Sumberboto. Jadi tak ada salahnya kita menambah destinasi wisata ketika mengunjungi hutan kayu ulir di Sumberboto kemudian dilanjutkan mampir ke Situs Grobogan, sekalian wisata kebun kelengkeng.
Bila dari arah Jombang, kita bisa mencapainya dengan menuju arah pertigaan terminal Mojoagung yang terdapat Watertoren Mojoagung itu. Dari pertigaan itu, belok kanan hingga melewati jembatan Mojolegi. Perempatan pasca jembatan belok kiri masuk Gang Kawinongan. Dari Kawinongan, kita bisa bertanya pada penduduk setempat, karena penunjuk jalan untuk menuju situs ini sepertinya sudah lapuk atau roboh termakan usia.
Lebih mudahnya lagi, kita bisa menuju lokasi dengan mencari kediaman Pak Kiai Ainun Najib karena Situs Grobogan berada di pelataran Masjid Al-Waladun Najib Al-Muhajirin yang kini dijadikan kebun kelengkeng.
Jalan menuju lokasi Situs Grobogan bisa dilalui dengan mobil. Sayangnya akses jalan berlubang nan becek mungkin belum tersentuh pembangunan seperti layaknya jalan-jalan beton yang sedang giat dibangun pemerintah Kabupaten Jombang.
Kita akan menemukan papan nama Situs Grobogan di depan pagar yang menyatu dengan pagar masjid lengkap dengan papan larangan perlindungan situs cagar budaya. Gerbangnya dibuat khusus untuk pengunjung Situs Grobogan, meski ketika memasukinya tetap bisa tembus ke pelataran masjid yang dipenuhi pohon kelengkeng.
Di balik rimbunnya pohon kelengkeng yang sering didatangi codot ini, kita bisa menemukan umpak-umpak ini berdiri di tempatnya. Situs Grobogan terdiri dari delapan umpak batu berbahan batu andesit. Umpak sendiri adalah batu yang dijadikan alas tiang batu sendi. Seperti sebuah pilar, biasanya di bagian bawahnya terdapat pondasi penyangga tiang, dan itulah fungsi umpak ini.
Terdapat cekungan berbentuk persegi di bagian atas umpak-umpak kuno ini, yang diduga sebagai lubang untuk meletakkan tiang pancang. Tiang pancangnya sendiri diperkirakan tidak terbuat dari batu andesit tapi terbuat dari sesuatu yang sudah lapuk seperti kayu sehingga kondisinya sudah tidak diketahui lagi bentuknya karena mungkin sudah hilang atau hancur termakan usia.
Karena Situs Grobogan tidak memiliki cungkup di atasnya seperti Situs Yoni Gambar yang sudah runtuh, situs berbahan batu andesit ini sering kehujanan sehingga lubang persegi di tiap umpak terisi air bekas hujan. Air bekas hujan ini kemudian menjadi sarang jentik-jentik nyamuk. Meski demikian, umpak-umpak bersejarah ini tidak terlalu berjamur dan dalam kondisi yang baik.
Umpak-umpak ini memiliki yang ukuran yang berbeda-beda, namun ukurannya memang cukup besar bila dijadikan pondasi tiang penyangga. Umpak terkecil, memiliki ukuran kira-kira setinggi lutut wanita dewasa seperti Jombang City Guide. Tinggi perkiraannya sekitar 75cm. Jadi bisa dibayangkan, bila pondasi tiangnya saja berukuran begitu besar betapa tinggi tiangnya dan megahnya bangunannya.
Meski ukurannya berbeda-beda, secara garis besar umpak-umpak ini memiliki tipikal bentuk yang sama. Bagian atasnya berbentuk segi delapan, mirip dengan logo Wilwatikta yang juga punya shape segi delapan. Sedangkan di bagian bawahnya membentuk persegi. Di tiap bagian sisi sampingnya, permukaannya diukir dengan pahatan sederhana yang sekilas mirip logo trefoil daun milik Adidas Original.
Umpak-umpak ini berada di lahan pribadi milik KH. Ainun Najib. Meski namanya sama, KH. Ainun Najib ini bukanlah Emha Ainun Najib yang kita kenal dengan Cak Nun dari Sang Budayawan Asli Jombang dari daerah Sumobito.
Dulunya umpak-umpak ini terbengkalai di tempatnya di sawah. Benda purbakala ini tersebar di beberapa tempat yang masuk dalam lingkup lahan yang dimiliki oleh leluhur Pak Ainun Najib secara turun temurun. Keluarga Pak Ainun Najib pun sudah merawatnya secara turun-temurun, hingga Balai Pelestarian Purbakala Trowulan datang melakukan pengamatan.
Kemudian ditetapkanlah situs yang berada di lahan keluarga ini, sebagai Situs Grobogan dan dipasang tanda peringatan maupun papan nama. Umpak-umpak tersebar kemudian ini digabungkan dalam satu lokasi. Ketika ada pembangunan, lalu situs berumpak ini lokasinya dipindahkan dan dijadikan satu di pelataran masjid yang didirikan Sang Kiai.
Tujuh umpak disandingkan berjajar. Tiga deret umpak dan deretan lainnya berupa empat umpak tampak berdampingan. Tersisa satu tempat umpak, namun terlihat satu umpak berdiri terpisah dari rekan-rekannya.
Awalnya Jombang CIty Guide mengira satu umpak ini khusus in situ yang letaknya masih asli dari tempat awalnya. Atau bisa jadi karena susah dipindahkan sehingga dibiarkan terpisah. Namun ternyata pendapat Jombang City Guide salah. Satu umpak penyendiri ini, rupanya punya cerita tersendiri. Dari kisah yang dituturkan Pak Ainun Najib, ternyata umpak penyendiri ini memiliki selubung mistis dalam kisahnya.
Ketika dipindahkan, Pak Ainun Najib mengerahkan sekelompok pria dewasa untuk mengangkatnya. Pemindahan umpak-umpak jumbo ini dilakukan dengan lancar seperti pemindahan batu pada umumnya, dengan formasi peletakan delapan deretan umpak berjajar, empat-empat berdampingan.
Esok paginya, satu umpak ‘penyendiri’ ini berada di tempat yang berbeda dengan rekan-rekannya. Entah siapa yang memindahkan.
Di lain kesempatan, Pak Ainun Najib bersama para kru kembali memindahkan satu umpak penyendiri itu bersanding bersama kawan-kawannya.
Kembali, satu umpak penyendiri itu didapati sudah berpindah tempat keesokan harinya. Umpak penyendiri itu kembali di tempat yang sama yang berbeda dari rekan-rekannya. Entah siapa yang memindahkan. Siapa cobak??!!!
Bayangkan, umpak sebesar itu, berpindah tempat dalam satu malam. Entah siapa yang memindahkannya, pastinya tenaganya begitu besar sehingga tidak menimbulkan kegaduhan saat memindahkannya. Dan cling! Esok paginya sudah berada di tempat yang berbeda dengan kawan-kawannya.
Kejadian berulang hingga dua kali, sehingga Pak Ainun Najib yang cukup gemas dengan satu ‘umpak bandel’ ini akhirnya membiarkannya ‘sendiri’ dalam pijakannya.
Di Balik kisah mistis yang menyelimuti Si Umpak Penyendiri ini, masih ada misteri yang belum terpecahkan mengenai Situs Grobogan. Beberapa peneliti, maupun ilmuwan Belanda sudah beberapa kali mengunjungi lokasi ini untuk melakukan pengamatan dengan melihat catatan-catatan kuno peninggalan era Wilwatikta.
Bila memang umpak-umpak ini adalah penyangga tiang dari semacam bangunan. Meski pilarnya sendiri sudah hilang dan bagian atasnya pun sudah tidak bisa diketahui bentuknya lagi, dengan melihat ukurannya yang begitu besar kita pun bisa memastikan dulunya di sini ada bangunan yang cukup besar. Dugaan tempat ini dulunya merupakan lokasi pendopo, atau keraton maupun istana Kerajaan Majapahit pun menyeruak.
Senada dengan penuturan Pak Kiai Ainun Najib yang menyatakan ketika dilakukan pembangunan pelataran, masjid dan kediaman keluarga, memang ditemukan banyak benda purbakala seperti pondasi batu bata kuno yang berukuran jumbo. Selain itu ditemukan beberapa artefak dari batu andesit, termasuk bekas gapura-gapura.
Masuk akal, mengingat Situs Grobogan berada tak jauh dari Mojoagung yang diyakini sebagai ibukota kerajaan berjuluk Wilwatikta ini. Selain itu Laskar Mdang juga menuturkan bahwa tempat ini juga tak jauh dari Candi Ruk Rebah dan Candi Japanan yang tertera di Kitab Negarakertagama.
Sayangnya Balai Pelestarian Cagar Budaya seakan bergeming dan kurang jeli dengan fakta ini sehingga tampak acuh tak acuh terhadap penemuan Pak Ainun Najib. Tidak mendapat respon, Pak Ainun Najib pun melanjutkan pembangunan kediamannya.
Padahal bila ditelisik lebih lanjut, bisa jadi dugaan para Pak Ainun Najib benar dan dapat menjadi penemuan besar bagi para arkeolog pemburu misteri Kerajaan Majapahit.
Kini lokasi ini sudah menjadi tempat ibadah yang terbuka untuk umum. Selain itu dibagun pula rumah yatim di samping masjid dan rutin diselenggarakan pembagian sedekah di hari ketujuh setiap bulan untuk para janda dan anak yatim. Bagi siapapun yang juga ingin bersedekah dan memberikan bantuan untuk para penerima zakat, dipersilakan bergabung.
Mengunjungi Situs Grobogan, kita bisa mendapatkan tiga jenis wisata sekaligus. Wisata sejarah pastinya, wisata kebun kelengkeng, bahkan wisata tempat mistis. Hehehehe…. Jadi bagi yang tak ingin jauh-jauh ke Plandaan untuk melihat wisata Kebun Kelengkeng Suwarno, kebun kelengkeng Grobogan milik Pak Ainun Najib bisa dijadikan alternatif jujugan. Selain itu kita bisa menumpang sholat di masjidnya, tempatnya nyaman, bersih dan teduh.
Kisah mistis Situs Grobogan masih menyisakan misteri pemindahannya maupun misteri bangunan apa yang dulu berdiri di sini. Misteri ini belum terpecahkan. Apa menunggu Belanda datang untuk mengklaimnya?????
Article courtesy: Jombang City Guide
Photo courtesy: Jombang City Guide
OMBANG – Bangunan geraja yang satu ini sudah tak asing lagi bagi masyarakat Jombang, bahkan Indonesia. Gereja tertua yang sekaligus menjadi salah satu landmark Jombang ini terletak di pusat Kecamatan Mojowarno.
Berdiri megah di sebelah barat Jalan Mojowarno-Bareng, bangunan berwarna putih total ini memang nampak sangat berbeda dan sangat mudah dikenali siapapun yang melintas di depannya. Bangunannya berkostruksi batu bata seutuhnya, namun terlihat sangat kokoh.
Dari luar, gereja ini berbentuk persegi dengan luasan 700 meter persegi, bangunan ini bergaya Eropa atau Gothic dengan atap berbentuk segitiga setinggi 20 meter dengan empat pilar yang menjaga di bagian bawah.
Di depan menara, berjajar pula empat tiang besi hitam yang dulunya sempat jadi tiang lampu namun kini dijadikan hiasan. Di bagian atas gewel, terdapat sebuah menara berbentuk tabung dengan atap yang runcing juga berisi bel besar yang biasa dibunyikan sesaat sebelum kegiatan ibadah dimulai.
Sementara di depan gewel, tertulis kutipan kitab injil yang berbunyi Dhuh Gusti, Ingkang Kawula Purugi Sinten Malih? Paduka Ingkang Kagungan Pangandikaning Gesang Langgeng (Ya Tuhan, kepada siapa kami pergi? Hanya Engkaulah yang memiliki sabda hidup kekal).
Bangunan ini juga memiliki empat pintu utama yang jadi jalan keluar masuk jemaat, lokasinya dua pintu di bagian depan dan dua pintu lainnya di samping kanan dan kiri bangunan. Serta sebuah pintu kecil di ruang Konsitori yang jadi jalan keluar masuk pendeta dan sejumlah majelis gereja.
Jendelanya, berjumlah total 14 buah, 12 buah jendela berukuran besar yang mengelilingi bangunan, serta dua buah jendela kecil di bagian ruang Konsitori. Saat memasuki ruangan Gereja, suasana klasik langsung menyambut. Dua tangga di sisi kanan dan kiri pintu menyambut tamu yang datang.
Tangga-tangga ini adalah jalan menuju ruangan di balkon dan di atas balkon satu tangga lagi di bagian tengah berbentuk melingkar mengarah ke ruang bel. Atapnya, berbentuk lengkungan dari lapisan kayu berwarna hijau, lengkap dengan tiga lampu gantung kuno.
Di ruangan utama, berjajar bangku kayu memanjang yang terlihat sangat klasik di atas lantai marmer. Meski berusia ratusan tahun, puluhan bangku terbuat dari kayu kualitas terbaik di dalam ruangan ini masih sangat kuat.
Sementara di bagian depan ruangan utama, terdapat mimbar pendeta yang sekilas berbentuk kereta kencana yang juga terbuat dari kayu jati pilihan dan berusia sama dengan bangku. Di sampingnya, terdapat satu set alat musik berupa gamelan, drum, dan juga keyboard.
Menurut Pendeta Wibo Santjoko, gereja ini dibangun pada 1879, pembangunan gereja ini diprakarsai seorang pengajar injil asli pribumi pertama di Mojowarno bernama Paulus Tosari. Meski demikian, bangunan ini baru rampung sepenuhnya di tahun 1881 dan diresmikan langsung pendeta yang saat itu memimpin gereja itu yakni Pendeta Kruyt.
Bangunan ini disebutnya juga masih sangat terawat, bahkan sejumlah kelengkapan dalam gereja masih asli sejak dibangun. “Termasuk mimbar dan semua bangku memang masih asli, begitu pula lampunya itu. Bangunannya tembok sampai lantai juga masih asli, kecuali kap sama plafonnya saja yang sempat direnovasi,” terangnya kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Karena usianya yang ratusan tahun itu, Gereja ini memang disebutnya sebagai gereja Jawa tertua yang ada di Indonesia. “Bahkan dulu sempat jadi pusatnya Sinode Gereja di Jawa Timur sebelum akhirnya dipindah ke Malang tahun 1930-an,” pungkasnya. (Pewarta: ACHMAD RW)
(jo/riz/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com
JOMBANG – Setelah ditunggu lama, program BPNT dari Kementerian Sosial RI akhirnya berjalan di Kabupaten Jombang. Kemarin (15/11), secara simbolik program BPNT diluncurkan Bupati Mundjidah Wahab di Desa Sumberaji, Kecamatan Kabuh.
“BPNT ini harus benar-benar dimanfaatkan semaksimal mungkin oleh keluarga penerima manfaat,” jelas Hj Mundjidah saat memberikan sambutan. Pihaknya menjelaskan, program BPNT merupakan salah satu upaya meningkatkan ekonomi rakyat dengan memberdayakan kios atau warung di desa.
Melalui sistem non tunai perbankan, kios atau warung tersebut dapat melayani pembelian bahan pangan dari keluarga penerima manfaat. “Program ini akan bisa mendorong perilaku produktif masyarakat,” terangnya.
BPNT sendiri merupakan peralihan dari bantuan sosial (bansos) pangan, yang sebelumnya berbentuk beras subsidi atau dikenal dengan nama beras keluarga sejahtera (rastra).
Untuk Kabupaten Jombang, terdapat 100.561 warga yang mendapat manfaat dari program tahun ini. Masing-masing Keluarga Penerima Manfaat (KPM) menerima bantuan sebesar Rp 110 ribu per bulan. Dana di kartu tersebut digunakan untuk membeli bahan pangan, di kios yang bekerjasama dengan bank pemerintah.
Sementara itu, Kepala Dinas Sosial Kabupaten Jombang M.Soleh mengatakan, launching BPNT adalah sebagai daya ungkit ekonomi keluarga dan masyarakat secara multiplayer effect. “Diharapkan dapat mengedukasi masyarakat mengenai manfaat sistem transaksi non tunai,” katanya.
Selain itu dengan program BPNT, diharapkan bisa meringankan beban masyarakat kurang mampu. “Program ini merupakan komitmen pemerintah mengurangi beban pengeluaran, serta memberikan nutrisi yang seimbang kepada para keluarga penerima manfaat secara tepat sasaran dan tepat manfaat,” imbuhnya.
Soleh mengharapkan dukungan semua pihak dalam pelaksanaan program BPNT ini. Supaya dapat terealisasi dengan baik dan tepat sasaran sampai kepada yang berhak. “Cukup dengan menggesek kartu, warga penerima manfaat akan menerima bantuan pangan. Bisa beras atau telur, tergantung apa yang dibutuhkan,” pungkasnya. (adv)
(jo/mar/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com
JOMBANG – Tak saja lekat dengan kepemimpinan hingga pembangunan masjid di Pondok Pesantren Bahrul Ulum, Kiai Hasbullah Said juga ternyata lekat dengan nama Dusun Tambakberas itu sendiri.
Salah satu Tim Peneliti Sejarah Tambakberas, Ainur Rofiq Al Amin menyebut, penamaan Tambakberas berkaitan erat dengan Kiai Hasbullah. Terlebih jika dihubungkan dengan kekayaan yang dimilikinya dulu. Di awal dulu, Dusun Tambakberas yang sekarang ini lebih dikenal dengan Dusun Gedhang.
“Disini sebenarnya dulu namanya Desa Gedhang, kalau pondok lama di utara yang sekarang makam Mbah Wahab itu Gedhang Njero. Kalau yang pondok Mbah Utsman itu Gedhang Njobo. Sedangkan wilayah Pondok BU sekarang ini Gedhang Kulon,” ucapnya kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Namun, nama ini perlahan berubah dikarenakan adanya faktor penyebutan masyarakat yang merujuk pada kekayaan yang dimiliki kiai Hasbullah. Seperti disebut sebelumnya, kiai Hasbullah menang terkenal sebagai seorang yang kaya raya.
Terlebih jika dilihat dari jumlah lahan sawah garapan yang dimilikinya sehingga ketika musim panen, wilayah sekitar pondok tak ubahnya seperti lautan padi. “Dari hasil penggalian data, diyakini nama ini merujuk pada kondisi saat panen padi, dimana ketika panen padi, saking banyaknya hingga terlihat layaknya tambak ikan,” lanjutnya.
Bahkan diyakini, jika ditotal, luas seluruh tanah yang dimiliki kiai Hasbullah ini sampai mencakup tiga kecamatan terdekat dengan Tambakberas. “Konon, tanah sawah dan pekarangan beliau ini membentang mulai Desa Sidomulyo, Megaluh, Tembelang dan seluruh Desa Tambakrejo sekarang, jadi bisa dibayangkan seperti apa ketika panen,” imbuh Gus Rofiq sapaan akrabnya.
Karena itu pria yang juga pengasuh Ribath Al Hadi PP Bahrul Ulum ini menyebut wajar jika perlahan masyarakat lebih akrab menyebut dusun yang sebelumnya bernama Gedhang Kulon ini sebagai Tambakberas, karena banyaknya beras yang mampu dihasilkan di wilayah ini dahulu.
Bahkan dirinya menyebut hingga saat ini, nama Tambakberas seringkali lebih populer dibandingkan nama Desa Tambakrejo sendiri. “Tentu mungkin kalau masyarakat dari luar kota akan lebih mengenal nama Tambakberas daripada Desa Tambakrejo. Terlebih ketika digandengkan dengan nama pondok pesantren,” pungkasnya. (Pewarta: ACHMAD RW)
(jo/riz/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com
JOMBANG – Peternak susu sapi perah di Kecamatan Wonosalam akhir-akhir ini bisa sedikit tersenyum. Pasalnya harga susu naik tipis, dari sebelumnya Rp 5000 menjadi Rp 5500 per liter. Seperti terlihat di salah satu penampungan susu di Desa Galengdowo, Kecamatan Wonosalam, kemarin (13/11).
Sejak pagi pukul 07.00 peternak susu berbondong-bondong menyetorkan susu hasil perahan mereka. Satu orang bisa membawa beberapa peko alias tabung besar untuk wadah susu. Mereka tampak sumringah, karena sejak bulan lalu harga susu terus mengalami kenaikan.
“Sebelumnya dibawah harga 5000, paling mentok 5.100,” ujar Kades Galengdowo Wartomo. Kenaikan harga tersebut terjadi karena permintaan susu yang semakin meningkat. Susu hasil setoran peternak dikirim langsung ke pabrik pengolahan susu yang ada di Pasuruan.
Sayangnya dari kurang lebih 200 orang peternak susu sapi di Desa Galengdowo, tidak semuanya menyetor ke penampungan Bumdes Galengdowo. Sebagian susu hasil perahan justru disetor ke Kabupaten Kediri. “Yang setor ke sini hanya 70 orang. Karena bumdes ini baru berdiri 2017 lalu,” beber dia.
Satu peternak, kadang bisa menjual 30 sampai 40 liter susu per hari. Tergantung jumlah sapi yang mereka miliki. “Satu sapi bisa menghasilkan 15 liter susu per hari. Jadi kalau mereka memiliki empat sapi bisa menghasilkan 60 liter per hari,” papar dia.
Bahkan ada juga yang menyetorkan hingga 100 liter susu perhari, karena memiliki banyak sapi perah. “Kalau punya puluhan sapi, bisa setor ratusan liter,” jelas dia. Untuk menjaga kualitas, sebelum dijual ke pabrik petugas bumdes memeriksa susu dari peternak.
Dalam proses ini digunakan alat berbentuk pipa berujung agak lancip untuk mengetahui apakah susu tersebut benar-benar murni dan tidak. “Kami punya alat yang dipimjami pabrik susu. Nanti kalau susunya dicampur air, alat tersebut akan mengambang dan tidak bisa tenggelam,” beber dia.
Dalam setahun terakhir pihaknya menemukan ada empat sampai lima peternak yang mencampur susu dengan air. “Ya ada, tapi itu dulu. Sekarang sudah tidak ada. Karena kami selalu mengimbau agar tidak dicampur dengan air,” pungkasnya. (*)
(jo/ang/mar/JPR)
Article courtesy: Jawapos.com
Photo courtesy: Jawapos.com
Jombang – Nasib sejumlah kesenian tradisional Tanah Air kini di ujung tanduk. Seperti halnya kesenian kentrung Jatimenok yang berada di Desa Rejosopinggir, Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang. Jumlah pemain berkurang karena tak ada generasi penerus kesenian ini.
Badri (80) asal Dusun Jatimenok, Desa Rejosopinggir, adalah salah satu pelaku sekaligus saksi sejarah perjalanan seni Kentrung Jatimenok yang masih ada. Saat Jawa Pos Radar Jombang menemui di kediamannya di Dusun Jatimenok, Desa Rejosopinggir, Kecamatan Tembelang, kakek 80 tahun ini mengaku sedang sakit.
“Ini lagi meriang badannya,” ucapnya membuka percakapan. Badri hingga kini masih menyimpan kenangan baik tentang kesenian Kentrung. Pertunjukan seni berlatar cerita panji dan berbagai cerita lain yang bisa dikembangkan itu dulu sempat jaya di Jombang.
Dalam grup, Badri biasa memainkan kentrung beserta empat anggotanya lain, yang semua wanita yang juga kerabat sendiri. “Dulu saya yang main sama tiga orang lainnya itu istri, anak pertama, dan satu masih saudara juga,” sambungnya.
Empat orang yang bermain itu bertugas menabuh masing-masing alat yang dibawanya yakni camplung, alat musik berbentuk bulat kecil dengan tabung di bagian belakang. Terbang, alat musik yang berpenampang paling besar dan lebar bersuara bass.
Ketipung alat musak berbentuk lonjong dan Kendang. “Nah saya ini di bagian kendang, juga sebagai dalang,” imbuh dia. Dalam pertunjukannya, cerita juga dibawakan dengan cara dituturkan dalang sembari memainkan musik.
Di sela-sela pertunjukan, juga dibawakan lagu-lagu hingga senggakan-senggakan khas berupa pantun dari tiga anggota grup lain. Badri menganggap kesenian tersebut kini mati suri. “Alatnya masih ada sampai sekarang, cuma sudah tidak ada tanggapan lagi. Semua disimpan di rumah,” ujarnya.
Pada era 70-an, kesenian ini jadi salah satu primadona di kalangan masyarakat umum hingga pejabat pemerintah daerah. “Terakhir diundang Pak Bupati Hudan Dardiri,” kenangnya.
Selain karena tak ada permintaan, regenerasi yang terputus juga menjadi penyebab. Bahkan, anak cucunya sendiri pun disebut Badri tak ada yang mampu meneruskan.
Pola pertunjukan yang harus memadukan bermain musik dan bercerita ditambah kekompakan dalang dan panjak untuk saling bersahutan, disebutnya juga menjadi kendala besar. “Sampai sekarang kami belum ada yang mengganti meski sebenarnya saya sendiri kepingin ada penerusnya,” Badri memungkasi.
Article courtesy: Jawapos.com
Photo courtesy: Jawapos.com
SURYA.co.id | JOMBANG – Sejumlah petani di Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, mulai mengembangkan tanaman sorgum. Setidaknya terlihat di Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang, para petani mulai memanen hasil tanamannya, Senin (13/11/2018).
Muhammad Irfan (50), salah satu petani Desa Tampingmojo, tampak sibuk memanen tanaman yang lebih dikenal dengan nama Jagung Cakul oleh masyarakat desa. Sorgum bisa dipanen antara umur 90 sampai 100 hari.
Tanaman sorgum adalah jenis tanaman rumput-rumputan, dan masih satu golongan dengan padi, jagung dan sandum. Di Jawa, sorgum dikenal dengan nama cantel atau jagung cakul.
Tanaman yang masuk dalam urutan kelima bahan pangan setelah jagung, padi, gandum dan jelai ini, sudah mulai dikembangkan di sejumlah desa di Kecamatan Tembelang, Jombang.
Camat Tembelang, Wor Windari, mengatakan, sorgum sebagai tanaman pangan alternatif diharapkan dapat menjadi produk unggulan petani di wilayah Kecamatan Tembelang, Jombang.
“Saya berharap sorgum ini bisa jadi produk unggulan, setelah Padi dan jagung. Kalau ngomong Sorgum ya kecamatan Tembelang,” kata Wor Windari, usai mengikuti panen petani sorgum.
Wor Windari menjelaskan, saat ini sudah terdapat tidak kurang tiga hektare lahan petani yang ditanami sorgum. Luasan itu tersebar di sejumlah desa.
“Di Tembelang ini, sorgum baru dikenalkan kembali sejak setahun lalu. Memang belum banyak petani menanam sorgum. Tapi saya optimistis sorgum akan menjadi bahan pangan alternatif di Tembelang. Tentu saya mendukung dan akan memfasilitasi,” tandasnya.
Masih menurut Camat Wor Windari, sorgum ini dapat menjadi pangan alternatif selain padi dan jagung. Biji sorgum dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan. Mulai dijadikan beras sorgum, tepung, bubur, kue basah dan kue kering.
“Ini mulai dikembangkan untuk bahan makanan dan kue. Ibu-ibu PKK mulai mengembangkan varian makanan berbahan sorgum. Mulai wingko, bubur sorgum, sampai kepada kue kering,” imbuhnya.
Camat Windari juga memastikan, sorgum telah memiliki pasar sendiri. Dikatakannya, permintaan akan sorgum cukup besar dari berbagai daerah.
“Sudah banyak permintaan, meski belum semaaif beras dan jagung. Petani tidak perlu khawatir nanti tidak ada yang membeli. Karena kita masih kesulitan untuk memenuhi permintaan dari luar daerah, Bandung, Bogor, Tasikmalaya, Malang, misalnya,” tambahnya.
Muhammad Irfan salah satu petani, mengatakan, ia kini lebih memilih menanam sorgum ketimbang jagung yang sebelumnya sering ia tanam. Sebab, biaya produksi sorgum relatif lebih murah dari pada Jagung.
“Biaya lebih ringan, baik pengairan mapun pemupukan. Kalau jagung itu tiga kali mengairi. Tapi tanaman sorgum cukup satu dua kali. Sorgum juga kuat dan tidak gampang diserang hama sehingga relatif aman,” kata Irfan.
Diakui Irfan yang juga perangkat desa setempat, dirinya baru pertama kali menanam sorgum, dengan lahan percobaan seluas sekitar 100 ru atau sekitar 1.428 meter persegi.
Dengan lahan seluas itu, Sorgum miliknya bisa menghasilkan berat 1 ton saat panen. Dengan harga kisaran Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per kilogram.
“Insyaallah ke depannya akan semakin banyak petani yang ikut menanam sorgum. Saya sendiri akan menanam di lahan yang luas lagi,” ujarnya.
Kelebihan lain tanaman sorgum selain bisa ditanam di muaim kemarau dan lahan kering, tanaman ini bisa dipanen hingga dua tiga kali.
“Dengan hanya dikepras saja, sorgum sudah bisa tumbuh lagi. Hanya tergantung perawatan dan pemupukan saja. Sehingga, dengan tanam satu kali, sorgum mampu dipanen dua bahkan tiga kali. Dengan demikian, petani dapat menghemat biaya tanam,” pungkasnya.
Article courtesy: Tribunnews.com
Photo courtesy: Tribunnews.com