• info@njombangan.com

Daily ArchiveNovember 23, 2018

Melihat Pembuatan Wayang Potehi di Museum Potehi Kecamatan Gudo

OMBANG – Keberadaan wayang potehi di Museum Potehi Klenteng Hong San Kiong Gudo sudah terkenal. Namun belum banyak yang tahu bagaimana pembuatan wayang mungil berbagai karakter tersebut.

Beberapa waktu lalu Jawa Pos Radar Jombang berkunjung ke klenting ini. Sekira pukul 09.00 WIB, ratusan wayang potehi setengah jadi dijajar di halaman museum. Bentuknya masih banyak yang belum sempurna, namun karakter alias wajah wayang potehi sudah mulai tampak.

Ada karakter raja, putri, prajurit hingga anak anak dengan wajah lucu. Ya, hampir setiap pagi pekerja membuat wayang potehi untuk keperluan pertunjukan.

Ratusan wayang potehi tersebut dibuat dari kayu warung gunung. Dipilihnya kayu warung gunung karena bahannya empuk, mudah dibentuk dan tidak mudah pecah ketika dipahat. ”Apalagi kayu warung gunung memiliki tekstur warna yang bersih. Sehingga memudahkan pewarnaan,’’ ujar Alfian, 32 dalang wayang potehi.

Setelah dipahat, proses selanjutnya adalah pewarnaan. Proses ini sangat krusial karena pemilihan warna menentukan karakter setiap wayang. Misalnya, karakter raja biasanya diberi paduan warna merah dan hitam. Hal itu tentu berbeda degan pemberian warna untuk karakter ratu maupun anak anak. ”Ada ribuan karakter diwayang potehi. Karena setiap cerita beda pula karakter yang dimainkan,’’ sambung dia.

Setelah pewarnaan kelar, kemudian wayang potehi dipasangkan baju. Baju tersebut terdiri dari baju dalam, baju utama dan dan topi. Setiap wayang juga diberikan asesoris tambahan seperti senjata dan kipas tergantung dari setiap karakternya. ”Kalau baju dalam itu terbuat dari kain karung, sedangkan baju utama terbuat dari kain santen,’’ jelas dia memerinci.

Baju baju itu, tidak dibuat di Jombang melainkan didatangkan dari Kabupaten Tulungagung. itu dikarenakan tidak semua penjahit bisa membuatkan busana untuk wayang potehi. ”Kalau di Jombang itu hanya pembuatan wayangnya,’’ beber dia.

Dalam membuat wayang potehi, waktu yang dibutuhkan kadang sampai berminggu-minggu. Karena dalam sekali membuat ada puluhan wayang yang dikerjakan. Sehingga waktu yang dibutuhkan juga lama. ”Untuk pewarnaan juga menyesuaikan cuaca. Kalau kondisi terik, mungkin satu hari sudah kering,’’ papar dia.      

Wayang potehi terdiri dari tiga kata yakni poo yang berati kain, tee kantong dan hi pertunjukan. Yang  berarti, adalah pertunjukan kantong kain. Tujuan utama pertunjukan wayang potehi tidak hanya sebagai tontonan, namun juga sebagai tuntuan tentang arti kehidupan, perjalanan hidup maupun kematian. ”Selain itu, tujuan pertunjukan wayang potehi adalah untuk menghibur dewa-dewi yang ada di klenteng,’’ papar pria asli Sidoarjo ini.

Sejarah wayang potehi pertama kali dikenalkan oleh suku hokian, salah satu suku di China. Kemudian meluas hingga ke daratan China dan akhirnya sampai ke wilayah Indonesia dan Taiwan ketika dibawa pedagang China. ”Kalau di Jawa Timur itu pusatnya ada di Jombang dan Surabaya. Di daerah lain juga ada tapi tidak membuat,’’ pungkasnya. (*)

(jo/ang/mar/JPR)

 

 

Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com

Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com