JOMBANG – Momen libur lebaran membuat kawasan wisata religi makam Gus Dur ramai didatangi peziarah. Sambil anjangsana ke kerabat, banyak warga mampir berziarah ke kompleks pemakaman yang terletak di kompleks Ponpes Tebuireng ini.
Seperti terpantau Minggu (30/4) kemarin. Tampak ribuan peziarah keluar masuk kompleks makam. Tidak hanya warga lokal Jombang, namun peziarah juga banyak berdatangan dari luar kota.
M Sobirin, 34, salah satu peziarah asal Kabupaten Bojonegoro. Ia datang berziarah bersama kelompok pengajian. ”Setiap kali libur panjang seperti ini atau hari hari besar Islam, sering ke sini bersama rombongan pengajian,” ujar dia ditemui Jawa Pos Radar Jombang usai ziarah, kemarin.
Ia mengaku, tujuan berziarah agar lebih mendekatkan diri kepada Sang Khaliq dan meneladani para ulama. ”Ya mendekatkan diri kepada Allah SWT serta meningkatkan iman juga,” jelas dia.
Sementara itu, Teuku Azwani salah satu pengurus pondok menerangkan, tren kunjungan peziarah sudah mulai meningkat sejak H+5 Lebaran lalu. Sampai saat ini, tren peziarah terus meningkat. ”Benar, mulai meningkat sejak Jumat lalu,” ujar dia.
Dalam sehari, ia menyebut jumlah peziarah rata-rata berkisar 3.000 orang. ”Ini juga bertepatan sebelum anak sekolah kembali masuk pekan depan,” pungkasnya. (ang/naz/riz)
Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.
JOMBANG – H+3 Lebaran sejumlah wisata di Jombang terlihat dipadati pengunjung. Wisata Sumber Biru di Desa Wonomerto, Kecamatan Wonosalam, bahkan ramai pengunjung sejak H+2 Lebaran.
Bambang Mutaqin, 35, pengunjung asal Kecamatan Sooko, Kabupaten Mojokerto mengaku, setiap tahun setelah Lebaran selalu berkunjung ke salah satu wisata di Kecamatan Wonosalam. ’’Kebetulan saya punya saudara di Wonosalam. Jadi setelah silahturahmi saya bersama keluarga menyempatkan wisata,’’ katanya.
Dia sudah dua kali berkunjung ke wisata Sumberbiru. Menurutnya, suasananya sangat menyenangkan. ’’Bisa kuliner diatas sungai,’’ bebernya.
Sementara Ketua Unit Wisata Sumber Biru, Tekad Selamet, mengatakan, wisata Sumber Biru dibuka sejak dua hari setelah Lebaran. ’’Minggu (23/4) itu sudah buka,’’ ungkapnya.
Setiap libur Lebaran, pengunjung jauh meningkat dibandingkan hari-hari biasa. ’’Hampir ratusan pengunjung setiap hari. Biasanya hanya puluhan,’’ jelasnya. (yan/jif/riz)
Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.
JOMBANG – Jelang hari raya Idul Fitri, pemandangan berbeda terlihat di Alun-Alun Jombang, Jumat (14/4) siang. Petugas Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Jombang mempersolek rumput alun-alun dengan pola kotak-kotak ala sarung. Selain elok dipandang, alun-alun menjadi kental akan suasana bulan Ramadan.
”Itu sengaja kita persolek dengan berpola kotak-kotak terinspirasi sarung,” terang Kepala DLH Jombang Miftahul Ulum kepada Jawa Pos Radar Jombang (14/4).
Ia menambahkan, sarung sebagai salah satu kelengkapan alat beribadah umat Islam di nusantara lambat laun menjadikannya, sarung sebagai identitas umat muslim. ”Selain itu konon pada masa kolonial, sarung menjadi identitas bangsa kita sebagai simbol penolakan atas budaya barat yang dibawa penjajah,” imbuhnya.
Sarung di Indonesia, lanjut Ulum, identik dengan motif kotak-kota yang konon memiliki filosofi kehidupan yang dalam. ”Bahwa dalam menjalankan hidup manusia dan ke mana pun arah langkah hidupnya, entah ke kiri ataupun ke kanan, ke atas, ke bawah, ke depan, ke belakang selalu harus lurus sesuai ajaran agama dan nilai-nilai luhur,” singkat Ulum. (fid/naz/riz)
Sarung di Indonesia, lanjut Ulum, identik dengan motif kotak-kota yang konon memiliki filosofi kehidupan yang dalam. ”Bahwa dalam menjalankan hidup manusia dan ke mana pun arah langkah hidupnya, entah ke kiri ataupun ke kanan, ke atas, ke bawah, ke depan, ke belakang selalu harus lurus sesuai ajaran agama dan nilai-nilai luhur,” singkat Ulum. (fid/naz/riz)
Njombangan punya program baru nih namanya Njombangan Promosi. Jadi, selama beberapa
minggu ke depan, kami akan menerima free endorsement (bukan paid promote ya)
bagi kalian yang mau promosi jualan makanan, barang, atau jasa yang berlokasi
di Jombang.
Kami menyadari bahwa di saat pandemi corona saat ini, kita perlu saling mendukung agar bisa kuat dan melewati semuanya. Kami sangat senang jika bisa ikut mempromosikan keberadaan UMKM di Jombang baik produk maupun jasa.
Kalian tidak perlu mengirimkan sampel barang atau tester, tapi cukup siapkan hal-hal berikut:
.
Informasi detail:
Pengusul mengisi data secara lengkap sebagai berikut:
Contoh:
Ketentuan umum:
Silahkan untuk cek FAQ di bawah ini untuk pemahaman lebih lanjut
Pengiriman data:
Whatsapp: 0822-3345-4518 (Stella) – hanya pesan whatsapp
Jam operasional 09.00-14.00 WIB
E-mail: njombangan@gmail.com
.
Yuk bagikan info ini ke teman, orangtua, saudara, atau tetangga yang usahanya perlu dibantu promosi dan kiranya terdampak corona.
Suwun Rek!
Pertanyaan yang Sering Ditanyakan
Frequently Asked Question (FAQ)
Apakah program ini gratis?
Ya, program ini gratis sepenuhnya dan bisa diikuti siapa saja orang yang berdomisili di Kabupaten Jombang.
Saya orang Jombang tapi domisili dan lokasi usaha di luar Jombang, apakah bisa ikut serta dalam program ini?
Tidak, program ini sekarang masih terbatas untuk mereka yang berdomisili di Kabupaten Jombang saja.
Kenapa ada program ini?
Kami menyadari bahwa keberadaan corona membuat perputaran uang di Jombang menjadi lebih lambat karena banyak kegiatan ekonomi menjadi tersendat atau berhenti sama sekali
Banyak pihak yang terdampak langsung terutama pekerja harian, pedagang atau mereka yang bekerja sifatnya hand-to-mouth (upah hari ini untuk membiayai kehidupan hari ini pula).
Njombangan berinisiatif untuk mempromosikan UMKM di Jombang supaya diketahui oleh khalayak. Kiranya diharapkan akan ada ketertarikan dan terjadi transaksi jual beli antara pembeli potensial dan penjual atau pemilik UMKM itu.
Bagaimana Njombangan membantu?
Dengan cara sederhana yaitu melalui promosi di media sosial milik Njombangan.
Berapa lama program ini berlangsung?
Program akan berlangsung sampai 31 Juli 2020. Program mungkin ada lagi di masa mendatang melihat perkembangan kondisi yang terjadi.
Siapa yang bisa diusulkan?
Siapa saja orang yang memiliki usaha:
Kamu bisa mengusulkan produk mu sendiri atau produk milik teman, keluarga, tetangga atau lainnya – dengan atas persetujuan mereka.
Apakah ini berlaku untuk produk dari Lembaga atau perkumpulan non profit?
Ya, berlaku.
Jika saya mengusulkan produk orang lain, apakah saya butuh persetujuan mereka?
Ya, kamu wajib mendapat persetujuan mereka. Usulan yang diterima Njombangan adalah usulan yang sudah ada persetujuan (consent) dari seluruh pihak terkait. Kami tidak bertanggungjawab jika ada potensi konflik ke depannya atas promosi yang kami lakukan terkait dengan ada tidaknya persetujuan ini.
Jika saya terpilih, berapa kali produk saya akan dipromosikan?
Produk barang atau jasa apa saja yang bisa diusulkan?
Apa saja kecuali produk yang melanggar hukum, ketentuan norma dan etika yang berlaku di masyarakat Jombang, Jawa Timur dan Indonesia.
Contoh produk akan kami tolak seperti produk minuman beralkohol, produk sex, produk perjudian, produk obat-obatan tidak berizin, produk narkotika atau produk atau jasa yang melanggar HAM.
Dimana produk kami akan dipromosikan?
Bagaimana proses seleksinya?
Contoh:
Apa yang dimaksud foto produk?
Foto bisa berupa foto:
Foto adalah punya pemilik usaha sendiri bukan foto orang lain atau asal ambil di internet.
Kamu boleh mengirimkan beberapa foto pendukung untuk bisa kami pilih lebih lanjut.
Apakah boleh mengirim desain poster sendiri?
Tidak karena ada template desain poster dari Njombangan. Kami hanya membutuhkan foto seperti tersebut di atas.
Berapa lama proses seleksi?
Njombangan membutuhkan waktu maksimal 2 hari untuk menyeleksi. Kami akan infokan apakah usulan kami disetujui atau tidak.
Berapa besar kemungkinan saya terpilih?
Sepanjang produkmu adalah produk yang tidak melanggar hukum, norma, dan etika serta data yang kami terima lengkap dan jelas, maka usulanmu besar kemungkinan akan kami setujui.
Siapa narahubung yang bisa dihubungi?
Silahkan kontak:
Stella: 0822-3345-4518 – hanya melayani pesan whatsapp
Silahkan untuk kontak yang bersangkutan dalam jam berikut:
Dimana informasi lebih lanjut terkait program ini bisa saya akses?
Di link website berikut:
Jombang – Cukup banyak industri mebel di wilayah utara Brantas. Seiring berjalannya waktu, para perajin mulai tak hanya memproduksi furniture. Melihat pasar, mereka berinovasi membuat ukiran sketsa wajah yang berbahan kayu jati.
Dari sebuah bangunan kecil yang lokasinya di belakang rumah, Adi Hariono, 25, pemuda Desa Tanjungwadung, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang, memulai bisnisnya. Bermodalkan mesin ukir dan pengalamannya sebagai perajin mebel, Adi mengubah papan kayu jati bekas menjadi kerajinan yang bernilai jual yaitu sketsa siluet.
Bisnis ini sudah ia jalani sejak tiga bulan lalu. Awalnya, dia hanya memproduksi sketsa ukir untuk koleksi pribadi. ”Namun setelah itu, banyak yang minta dibuatkan. Sementara ini permintaan dari warga desa sendiri, dan desa tetangga. Biasanya untuk dipajang di dinding rumah,” kata Adi kepada Jawa Pos Radar Jombang, kemarin (15/3).
Ide tersebut bermula ketika ia jengah dengan banyaknya limbah kayu jati hasil dari perusahaan mebel milik saudaranya. Sebagian besar limbah kayu jati itu hanya digunakan sebagai kayu bakar untuk memasak. ”Saya mencoba memaksimalkan limbah tersebut sebagai kerajinan. Pertama kali saya coba buat sendiri, ternyata banyak peminat,” lanjutnya.
Alasan lain, selama ini Adi kesulitan mendapatkan lapangan kerja yang layak. ”Sekarang susah mencari pekerjaan. Dalam setiap tahun ada begitu banyak lulusan SMA dan perguruan tinggi. Sedangkan lapangan kerja semakin sempit, mencari pekerjaan saja seperti kompetisi,” imbuh Adi.
Atas dasar itu, Adi mencoba berwirausaha dengan mengolah limbah kayu jati untuk produk kerajinan ukiran. ”Awalnya untuk pekerjaan saya sendiri. Tapi mimpi saya, ke depan bisa menyerap dan memberikan peluang pekerjaan untuk teman-teman di desa,” tambahnya.
Untuk membuat ukir sketsa wajah ini, Adi menggunakan limbah kayu jati yang sudah berbentuk papan. Selain jenis kayu jati, untuk jenis sketsa tertentu Adi juga menggunakan kombinasi kayu triplek. ”Proses awal yaitu menyiapkan sketsa wajah yang akan digambar di kayu. Pola sketsa dicetak di kertas,” ujarnya. Setelah itu papan yang akan diukir dipotong sesuai ukuran pemesan.
”Papan biasanya tebal satu sentimeter, tapi bisa juga dua meter. Tergantung permintaan,” tambahnya. Begitu sudah terpotong sesuai ukuran, papan kemudian disambung menggunakan lem kayu. ”Rata-rata permintaan ukuran 50×70 sentimeter. Kadang ada juga yang minta ukuran lebih kecil. Untuk satu sketsa yang ukuran 50×70 biasanya butuh waktu 2 sampai 3 hari,” lanjutnya.
Selain menggunakan mesin, dalam mengukir Adi juga menggunakan alat pahat manual. Mengenai harga, Adi menyebut tergantung ukuran serta permintaan bahan. ”Misalnya sketsa Bung Karno ukuran 50×70 dengan bahan kayu jati sama triplek, saya bandrol dengan harga 300 ribu,” katanya. Sedangkan jika permintaan full kayu jati, Adi menyebut harga bisa lebih mahal lagi. ”Paling mahal 400 ribu,” pungkasnya. (*)
(jo/mar/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang
Jombang – Salah satu rumah makan di Jombang ternyata punya menu khusus dan khas yang telah ada sejak puluhan tahun lalu. Sate kuda dan daging kuda asli Sumbawa.
Rumah makan Mayar, yang menyediakan menu ini terletak di pinggir jalan nasional masuk Dusun Ngemplak, Desa Pagerwojo, Kecamatan Perak. Tak sulit menemukan rumah makan ini. Lokasinya hanya berjarak 300 meter dari embong miring perak, terletak di sisi timur jalan raya. Tulisan sate kuda dan beberapa makanan lain pun bisa dilihat jelas pada papan nama rumah makan.
“Di sini, sate kuda tersedia setiap hari. Setiap saat bisa dipesan. Dagingnya juga selalu ada dan disiapkan,” ucap Bayu Wijayanto, pemilik rumah makan.
Bayu cerita, sudah buka sejak 1997. “Saya generasi ke dua,” ungkapnya. Ia menyebut, daging yang dipakai sate di warungnya menggunakan daging kuda asli Sumbawa. Pemotongannya dilakukan di Kediri.
Bayu menjelaskan, tekstur sate daging kuda nyaris tak berbeda dengan sate sapi, ataupun kambing. Perbedaan yang paling menonjol adalah tak adanya lemak pada sate kuda. “Bedanya hanya kelihatan waktu masih mentah, warna dagingnya lebih merah. Tapi rasanya ya kayak daging sapi. Daging kuda tidak ada lemaknya, jadi satenya daging semua,” lanjutnya.
Proses pembuatan sate kuda juga tak berbeda dengan sate lain. Diawali dengan memotong daging kuda menjadi bentuk dadu lalu ditusuk menggunakan lidi. Dalam satu tusuk, Bayu biasa memasang tiga hingga empat daging, tergantung ukurannya. “Setelah itu baru direndam dengan sari nanas, supaya empuk. Setelahnya, dibakar diatas bara api sampai lima menit, hingga daging matang,” urainya.
Setelah matang, sate pun siap dihidangkan. Diberi bumbu kacang dan kecap lengkap dengan irisan bawang merah. “Cuma yang berbeda, bumbu kacang untuk sate kuda ditambah kacang mente, jadi lebih enak dan gurih rasanya,” rinci Bayu.
Satu porsi sate kuda berisi 10 tusuk, plus nasi, Rp 30 ribu. Dalam seminggu, Bayu mengaku bisa menjual hingga 30 kilogram daging kuda. “Pembelinya rata-rata dari luar kota, biasanya langganan khusus. Tapi dari Jombang juga ada. Pengguna jalan yang kebetulan lewat juga ada,” ungkapnya.
Dipercaya untuk Vitalitas hingga Obat Penyakit
TAK saja diburu karena rasanya yang khas, sate kuda juga memiliki pelanggan khusus. Para pelanggan ini mencari sate kuda tidak hanya untuk makan agar kenyang. “Daging kuda dikenal bisa untuk vitalitas pria dewasa, selain itu biasanya juga untuk pegal-pegal,” ucap Bayu.
Selain dua manfaat itu, Bayu sering mendapat beragam testimoni dari pelanggan yang membeli sate kuda. Diantaranya untuk pengobatan keluarga. “Testimoni dari pembeli, ada yang buat obat sesak nafas. Dulu ada pelanggan dari Wonosalam, dia khusus membeli untuk obat eksim anaknya,” lontarnya. Sampai sekarang testimoni itu dia tulis sebagai manfaat sate kuda.
Hal inipun diakui salah satu penikmat sate kuda yang ditemui Jawa Pos Radar Jombang. Reviwati, 45, mengaku merasa lebih bugar setelah menyantap sate kuda di rumah makan milik Bayu. “Ya bisa buat menghilangkan capek-capek, jadi lebih enteng badannya,” terangnya.
Warga Lamongan ini sering mampir setiap kali melintas di Jombang. “Sudah langganan. Rasanya juga enak, dagingnya empuk,” pungkasnya. (*)
(jo/riz/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang
Jombang – Mewabahnya virus korona di penjuru dunia termasuk Indonesia, membuat permintaan temulawak dan kunyit naik. Baik di tingkat pedagang maupun produsen. Temulawak dan kunyit ramai dipesan karena dipercaya dapat meningkatkan imun tubuh.
Satu persatu karung berisi temulawak dan kunyit diangkut ke mesin penggiling. Usai digiling lembut, karung besar yang berisi temulawak dan kunyit ditimbang lalu dipacking untuk dikirim.
Ya, salah satu produsen pengolahan kunyit dan temulawak di Desa Mancar, Kecamatan Peterongan, Kabupaten Jombang ini kebanjiran order seiring mewabahnya virus korona. Temulawak dan kunyit yang masuk dalam kategori rempah-rempah, dipercaya bisa meningkatkan imunitas untuk menangkal virus seperti korona.
”Kalau diakui meningkat ya. Sebelum ada korona kami rutin mengirim sekitar 500 ton per bulan, namun sejak dua minggu terakhir meningkat jadi 700 ton,” ujar M Syaifuddin pemilik usaha, kemarin (13/3).
Dia menambahkan, seiring meningkatnya permintaan, harga bahan temulawak dan kunyit di tingkat petani juga naik. Misalnya kunyit yang kualitas bagus kini dihargai Rp 15 ribu/kg, dari harga beli sebelumnya hanya Rp 10 ribu. Sedangkan temulawak dari harga sebelumnya Rp 6 ribu, kini menjadi Rp 8 ribu. ”Memang dampak permintaan ini harga di petani dinaikkan,” jelas dia.
Begitu harga di tingkat petani naik, lanjut dia, harga olahan kunyit dan temulawak yang dia jual juga mengalami kenaikan. Serbuk jamu temulawak dari sebelumnya Rp 9 ribu menjadi Rp 20 ribu per kilo. Sedangkan kunyit dari harga awal Rp 20 ribu menjadi Rp 50 ribu per kilo. ”Permintaan dari luar Indonesia juga ada, termasuk beberapa negara di Asia,” jelasnya.
Kunyit dan temulawak tersebut didapatkan dari berbagai daerah di Jawa Timur termasuk Wonosalam. ”Dari Jombang ada namun tidak banyak, paling banyak dari daerah selatan,” papar dia.
Temulawak dan kunyit tersebut sebelumnya dijual belikan untuk campuran makanan ternak. Khususnya kunyit yang dikenal dengan nama latin curcuma domestica ini. Namun seiring perkembangan isu nasional, banyak yang membeli kunyit untuk jamu. ”Kami kan jual olahan serbuk, jadi tinggal mengonsumsi untuk jamu. Namun harus sesuai takaran,” pungkasnya. (*)
(jo/ang/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang
Jombang – Banyak minuman yang dikemas dalam gelas plastik dimanfaatkan Ari Rahmawati, warga Kepanjen Jombang untuk menekuni usaha sablon gelap cup.
Waktu masih pagi, aktivitas sablon milik Ari Rahmawati sama persis dengan sablon pada umumnya. Sejumlah pekerja sibuk menyelesaikan pekerjaan. Ada yang tengah mengelas baja untuk cetakan sablon, sebagian sibuk menempel bahan sablon ke plastik.
Ya, aktivitas itu berlangsung hampir setiap hari. Bengkelnya yang berada di gang atau dekat RSUD Jombang, terlihat ramai. Selain proses produksi, beberapa pelanggan datang pergi untuk mengambil pesanan.
Ari Rahmawati pemilik usaha mengaku, kerajinan mecetak sablon di gelas plastik beserta tutupnya itu belum berlangsung lama. “Baru tiga tahunan ini berjalan,” katanya membuka pembicaraan dengan Jawa Pos Radar Jombang kemarin (14/3).
Sembari memperlihatkan produk miliknya yang sudah jadi, dia menceritakan, sablon di gelas plastik atau cup ini bermula saat tren penjualan es dan kopi yang semakin berkembang pesat. Sehingga perlu gelas yang terdapat brand yang dipasang pemilik usaha. “Dari situ kemudian muncul ide membuat sablon. Setelah saya tanya ke teman-teman, ternyata di Jombang masih jarang,” imbuh dia.
Berbekal tekat itu dia kemudian menjajaki informasi di setiap media sosial. Melalui akun youtube dia terus berupaya mencari bagaiamana proses pembuatan gelas cup itu. “Ternyata paling banyak di luar kota, jadi ya ada peluang buka sendiri,” sambungnya.
Singkat cerita, dia akhirnya membuka produksi gelap cup. Seiring perkembangan waktu, dari mulut ke mulut akhirnya usaha dia mulai berkembang. Kini, pemesanan sablon miliknya merambah konsumen hingga luar Jombang. “Jombang saja sedikit, paling 20 outlet. Paling banyak yang mesan dari luar semua, mulai Surabaya, Malang, Probolinggo hingga Kediri,” sebut wanita usia 30 tahun ini.
Proses produksi disebutnya hampir sama dengan sablon pada umumnya. Yang membedakan hanya gelas ukurannya lebih mini. Dan medianya pun di plastik. “Baik tutup atau gelas plastik yang kita sablon,” terang dia. Sehingga sudah ada design yang disiapkan.
“Biasanya design sudah dari pemesan, kalau pun belum ada, kami bisa membantu buatkan. Artinya pesan kemudian tinggal ambil atau kirim,” sambungnya. Banyaknya pesanan dari luar Jombang, dalam sehari ia bisa menghasilkan hingga 15.000 gelap cup.
Dengan dibantu enam pekerja. Setiap pekerja masing-masing bisa membuat 1.000 gelas. “Tugasnya beda-beda, ada yang sablon tutup ata cup plastik. Sebagian nyablon gelas,” sebut Ari.
Harga yang ditawarkan masih terjangkau. Paling murah dibanderol Rp 350 per cup. “Paling mahal untuk gelar dari karton atau untuk panas Rp 650 per cup. Sudah komplet paper dan tutupnya,” pungkasnya. (*)
(jo/fid/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang
Jombang – Doa bersama mengenang 40 hari meninggalnya KH Salahuddin Wahid atau Gus Sholah digelar di Pondok Pesantren Tebuireng, Kamis malam (12/3). Ribuan orang memenuhi kompleks pemakaman keluarga sejak sore. Selain warga sekitar pondok, sebagian dari mereka juga peziarah dari luar Jombang.
Usai doa bersama, keluarga almarhum Gus Sholah yang diwakili Irfan Asy’ari Sudirman Wahid atau yang akrab disapa Gus Ipang memberikan sambutan. “Atas nama keluarga kami mengucapkan terima kasih atas kehadirannya dalam doa bersama 40 hari meninggalnya ayah,” ungkap Gus Ipang.
Sambil berlinang air mata, Gus Ipang mengenang perjalanan hidup ayahnya selama memimpin pondok pesantren Tebuireng. “Sekitar tahun 2006, Mbah Ud (KH Yusuf Hasyim) memanggil ayah. Beliau menanyakan kepada ayah, apakah siap melanjutkan tampuk kepemimpinan sebagai pengasuh di Tebuireng,” lanjutnya. Atas pertanyaan itu Gus Sholah tidak langsung menjawab, tapi meminta waktu untuk berpikir.
“Karena pada waktu itu, ayah juga mendapat tawaran untuk menjadi duta besar di Aljazair. Kemudian Mbah Ud memberikan kesempatan ayah untuk berpikir,” imbuhnya. Namun di akhir pembicaraan, KH Yusuf Hasyim bertanya apakah Gus Sholah tega membiarkan Tebuireng tetap seperti ini.
“Ayah ditanyai, menjadi duta besar atau Tebuireng tetap begini saja kondisinya. Ucapan Mbah Ud itu mengena di hati dan perasaan ayah, akhirnya dipilihlah Tebuireng,” tambahnya.
Ipang berkata, Gus Sholah menyebut itu adalah dawuh dari Mbah Hasyim yang harus dijalankan. “Setelah itu, ayah magang tiga bulan di Tebuireng. Ayah belajar apapun tentang Tebuireng. Khas ayah adalah mencermati sesuatu, memetakan, dan membuat strategi apa yang harus disempurnakan,” ujarnya.
Bagi mereka yang kenal dekat dengan Gus Sholah, Ipang menyebut pasti tahu cirikhas tersebut. “Ini khas orang ITB, pemikirannya memang seperti itu. Namun saat itu banyak yang meragukan bapak sebagai pengasuh pondok. Karena ayah kan bukan kiai, kok mengurus Tebuireng. Dia hanya lulusan ITB, bukan pondok. Hobinya gitaran menyanyi. Waktu jadi OSIS SMAN 1 Jakarta, ayah ketua bidang kesenian,” imbuhnya.
Gus Sholah semasa hidup juga sering bergaul dengan bukan kiai. “Mereka yang bersuara karena tidak mengenal bapak. Padahal bapak tipe orang yang punya komitmen, pasti akan dikerjakan sampai tuntas. Ciri khas bapak adalah menyukai perbaikan. Secara sistematis bapak pasti memetakan masalah dan mencari jalan keluarnya,” ucap Ipang.
Hal itu bisa dilihat dari kondisi Pondok Pesantren Tebuireng dibanding 14 tahun lalu. “Banyak perubahan di pondok selama bapak memimpin sebagai pengasuh,” tegasnya.
Sementara itu, pengasuh Pondok Pesantren Tebuireng KH Abdul Hakim Mahfudz mengatakan, banyak hal yang bisa dipelajari dari sosok Gus Sholah. “Sejak 2013, beliau membuka cabang pondok pesantren. Mulai dari SMA Sains, hingga Tebuireng pondok pesantren cabang ke-15 di Samarinda. Hanya dilakukan dalam waktu enam tahun, jadi banyak yang sudah dilakukan beliau,” bebernya.
Doa bersama mengenang 40 hari meninggalnya Gus Sholah juga dihadiri para dzurriyah KH Hasyim Asy’ari, Bupati Jombang Mundjdiah Wahab, Imam Besar Masjid Istiqlal KH Nazaruddin Umar, Pengasuh pondok pesantren Al Mahbubiyyah Jakarta KH Manarul Hidayat, serta beberapa kiai lainnya. (*)
Bupati: Dakwah dan Berjuang
BUPATI Mundjidah Wahab mengenang pesan khusus Gus Sholah. Saat menghadiri peringatan 40 hari wafatnya KH Salahuddin Wahid di Tebuireng kemarin malam (12/3), disampaikan kenangan itu saat maju pilkada 2018. Tujuan yang lurus penting untuk keberhasilan memimpin Jombang, yaitu dakwah dan berjuang.
“Dua pesan ini masih terus saya ingat, saat saya meminta restu kepada Gus Sholah,” tambahnya. Gus Sholah juga salah satu tokoh yang perjuangannya luar biasa. Perjuangan di jalan Allah dan kecintaannya pada NU harus dicontoh generasi muda. Gus Sholah menjunjung tinggi toleransi, baik antar umat beragama serta menghargai perbedaan antar organisasi.
“Gus Sholah juga salah satu pemersatu antara dua organisasi Islam besar di Indonesia yaitu Muhammadiyah dan NU,” tambahnya. Atas perjuangan semua tokoh, termasuk Gus Sholah, Alhamdulillah Pondok Pesantren Tebuireng sudah berdiri 16 cabang pondok di seluruh Indonesia. “Ini sangat luar biasa,” puji bupati.
Lebih dari itu, Mundjidah juga mengungkapkan keberhasilan pembangunan dan ketenteraman Jombang tidak lepas dari peran empat pesantren Jombang dari segala penjuru di Jombang. Kondisi dan situasi Jombang yang aman menurutnya karena empat pesantren besar menjadi penyangga.
Dari arah selatan ada Pesantren Tebuireng, dari arah barat ada Pesantren Mambaul Ma’arif Denanyar, di utara ada Bahrul Ulum Tambakberas, dan di sisi timur ada Darul Ulum Rejoso Peterongan. “Empat pondok pesantren dengan ribuan santri ini yang menyangga Kabupaten Jombang,” tambahnya.
Peringatan 40 hari wafatnya Gus Sholah diselenggarakan di samping makam. Puluhan ribu jamaah dan santri hadir. Saking banyaknya, kehadiran jamaah memakan separuh badan Jl KH Hasyim Asyari. (*)
(jo/wen/mar/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang
Jombang – Roti jadul bolu plemben yang diproduksi di Desa Banyuarang, Kecamatan Ngoro, Kabupaten Jombang masih eksis hingga sekarang. Roti berbentuk seperti tempurung kura-kura berwarna cokelat ini rasanya khas, manis empuk.
Rumah produksi bolu plemben ini cukup luas. Terbagi beberapa bagian, mulai buat adonan, oven sampai packing. Dibantu puluhan pegawai, setiap hari, pemilik usaha bolu plemben, Bustomi Azid, bisa memproduksi hingga ribuan biji. Masing-masing pegawai punya peran sendiri, mulai proses pembuatan adonan, pencetakan kue, proses oven sampai pengemasan.
Kini, bolu plemben ini mempunyai dua variasi, yaitu basah dan satu lagi variasi kering. Rasa roti plemben begitu khas dengan cita rasa yang empuk dan gurih manis. Tak heran, para pecinta roti merasa ketagihan dan kangen dengan rasanya yang khas. ”Dulu resep dari orang tua saya di Magetan,” ujarnya.
Resep itu diteruskan sejak 2003 silam sampai sekarang. Cara pembuatannya cukup sederhana hanya mengolah bahan telur, tepung, gula dan mentega. ”Pembuatannya juga sangat mudah, tidak ribet. Setelah adonan dibentuk langsung dioven hingga matang,” akunya santai.
Untuk menikmati bolu plemben, para penikmat roti tidak perlu merogoh kocek terlalu dalam. Karena bolu jadul ini dibanderol dengan harga terjangkau, hanya Rp 3.200 per pak untuk variasi basah dan Rp 4 ribu per pak untuk variasi kering. ”Per pak bolu isinya sembilan biji,” imbuhnya.
Setiap hari, dirinya bisa membuat 31.000 biji plemben. Ribuan plemben ini dibuat seiring dengan banyaknya permintaan konsumen. Tidak hanya dikirim ke berbagai daerah di Jawa, pengiriman juga menyeluruh hingga Kalimantan dan Sumatera. ”Sudah ada yang mengambil sendiri, pernah kirim Kalimantan dan Sumatera, tapi kebanyakan pulau Jawa,” tegas Tomi.
Selain dikirim, banyak warga sekitar yang langsung membeli ke rumah produksinya di Desa Banyuarang. Sebab, plemben ini memang lebih enak dinikmati dalam keadaan masih hangat. Sehingga tak sedikit, masyarakat yang membeli langsung saat plemben baru keluar dari mesin oven. “Banyak yang beli langsung ke rumah karena dapat yang hangat,” pungkasnya. (*)
(jo/yan/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang