OMBANG – Keuletan Mochamad Yajid, 48, dalam memproduksi tape besek sejak sepuluh tahun lalu tetap dijaga hingga sekarang. Kini, permintaan tape beseknya datang dari berbagai daerah. Mulai Kediri, Mojokerto dan beberapa destinasi wisata religi di khawasan Jawa Timur.
Saat Jawa Pos Radar Jombang berkunjung beberapa hari lalu, Yajid sibuk dengan singkong-singkongnya. Di belakang rumahnya, ada beberapa pekerja yang membantunya mengupas satu per satu singkong mentega berwarna kuning itu.
Alat yang digunakan mengupas kulit singkong, bukanlah pisau, melainkan potongan velg motor yang dilancipkan sedemikian rupa. Tangan mereka begitu lihai saat mengupas singkong. Tak butuh waktu lama, sekarung singkong sudah terkupas dalam waktu sekitar 30 menit saja.
Ya, di tangan M Yajid ini lah tape manis diproduksi setiap harinya. Selama 10 tahun menggeluti usaha tape tentu jalannya tak mudah. Dia sempat jatuh bangun dalam mengembangkan usahannya. ”Saya memulai usaha sejak 2002. Namun baru buka setahun tidak lanjut karena rugi,” ujar dia.
Sejak bangkrut pada 2002, Yajid sengaja tak memulai usahanya secara konsisten. Dia memilih belajar dan bereksperimen dahulu. Hingga pada November 2008, M Yajid kembali memulai usahannya membuat tape besek. ”Lalu saya tekuni karena sudah mulai paham caranya dan pemasarannya,” sambungnya.
Tape manis sebenarnya adalah khas Bondowoso, namun dirinya ingin mengenalkan tape manis khasnya Jombang. ”Karena dari Jombang ini kualitas singkongnya juga bagus,” sambung dia.
Untuk membuat tape manis, dia memilih singkong kuning jenis mandera (mentega). Singkong jenis ini banyak tumbuh di daerah yang berhawa dingin seperti Bareng dan Wonosalam. Tekstur singkong ini cenderung keras dan tidak empuk. ”Memang lebih cocok yang keras, karena lebih awet dan tidak mudah ber-air atau lembek saat difermentasi,” jelas dia.
Berbeda dengan singkong jenis kastal yang cenderung empuk. Dia menilai singkong jenis itu cocoknya untuk gorengan bukan untuk bahan tape. Sayangnya, kata bapak tiga anak ini, singkong mandera belakangan kini sulit didapat. Selain harganya naik, singkong ini ternyata mulai diburu pembeli dari luar Jombang.
”Jadi setiap hari saya mengambilnya di Wonosalam dan Bareng. Per hari sekitar dua kuintal, namun sekarang sulit karena banyak yang minat,” beber dia. Normalnya, untuk harga satu kilo singkong mandera dihargai Rp 2 ribu. Namun karena bahan sulit kini menjadi Rp 5 ribu. Mau tidak mau, Yajid harus membelinya dengan harga Rp 5 ribu demi mencukupi kebutuhan produksi tape manisnya.
“Ya agak kebingungan juga. Saya sementara ini hanya membeli dari petani di Wonosalam dan Bareng. Untuk daerah lain belum, karena khawatir harganya lebih mahal,” papar dia. Kendati demikian, usaha tape beseknya kini tetap bertahan bahkan makin diminati. Ini setelah Yajid secara rutin diminta mengirim ke pelanggannya di beberapa daerah.
Sebut saja, ada beberapa pelanggan di Kediri, Mojokerto dan beberapa daerah jujugan wisata Religi seperti makam Gus Dur, hingga makam Syeh Jumadil Kubro, Troloyo. ”Sehari selalu rutin dua kuintal,” beber dia. Dalam memproduksi tape manis, kebersihan adalah hal yang dia jaga.
Setelah singkong dikupas, akan ada proses kupas yang kedua. Itu dilakukan untuk menghilangkan kulit arinya. Lalu, dicuci hingga tiga kali menggunakan air bersih. ”Karena jika ada kotoran maka proses peragian atau fermentasinya bisa gagal. Sehingga, sebelum difermentasi singkong harus benar-benar bersih,” jelas dia.
Untuk harga tape manis buatannya, dia menyediakan dalam dua varian. Pertama dalam kemasan mika dihargai Rp 5 ribu. Sedangkan, untuk satu ikat besek (isi tiga besek) dihargai Rp 10 ribu. ”Biasanya selisihnya 2 ribu dari saya, ketika sudah dijual,” pungkasnya. (*)
(jo/ang/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com