Jombang – Kerupuk ceplok merupakan kerupuk legendaris di Jombang. Rasanya yang legit dominan asin, menjadi ciri khas tersendiri yang tak pernah berubah sejak dulu.
Salah satu rumah produksi kerupuk ceplok yang masih eksis hingga saat ini berada di Gatot Subroto Jombang. Beberapa waktu lalu Jawa Pos Radar Jombang berkunjung ke tempat produksi ini.
Seperti pada umumnya pabrik kerupuk, terlihat ada satu pekerja yang mengaduk dan membanting adonan dalam tepung. Sementara satu pekerja lainnya sibuk dengan mesin. Beberapa wanita paruh baya tengah asyik membawa tampah.
“Ya begini ini proses pembuatan kerupuk. Kita biasa sebut kerupuk ceplok, ada juga yang menyebut kerupuk kelet atau kerupuk lengket,” ucap Sumarsono, 62, pemilik usaha.
Meski terlihat kecil dan sederhana, pembuatan kerupuk ini melalui proses cukup panjang. Dimulai dengan pembuatan adonan yang dilakukan pekerja pria. Setelah jadi, baru adonan dimasukkan mesin. “Tapi mesinnya juga masih manual, hanya dipress saja, semua yang menjalankan juga tetap manusia,” lanjutnya.
Bahan utama dari adonan ini adalah tepung tapioka. Tepung ini membuat tekstur kerupuk buatan Sumarsono sangat khas. Tentunya dengan bumbu rahasia yang diwariskan dari orang tuanya. Dari mesin, kerupuk kemudian dicetak seukuran tampah. Baru setelah itu dilakukan proses pencetakan.
Pekerjaan inilah yang dilakukan pekerja wanita yang sibuk dengan alat plongnya. “Proses ini yang membuat kerupuk ini dinamakan kerupuk ceplok, karena prosesnya diceplok pakai besi,” tambah Sumarno.
Proses selanjutnya pengovenan. Dia juga menggunakan alat manual berupa lubang pada lantai pabrik. Lubang ini telah dipanasi bagian bawahnya dengan api dan air, yang kemudian ditutup dengan besi pada bagian atasnya. Proses ini berlangsung beberapa menit untuk membuat adonan matang. “Baru setelah itu dijemur sampai benar-benar kering. biasanya produksi hari ini, baru bisa digoreng besok,” tambahnya.
Untuk penggorengan, lanjut dia, biasanya dilakukan sore hari. Proses ini akan dilakukannya sendiri. Penggorengan bukan dengan kompor, melainkan penggunaan tungku kayu. Setelah matang, kerupuk akan berwarna polos, putih namun agak keruh. Namun hal ini yang disebut Sumarno menjadi ciri khas kerupuk ceplok buatannya.
Karena tak menggunakan pemutih juga pewarna, hasil kerupuk memang terlihat tak bersih. “Makanya ada yang bilang juga kerupuk elek karena warnanya seprti ini. Tapi bukti kalau tidak ada pewarna tambahan, sejak ayah saya membuka 1951 dulu tetap,” sambung pria yang telah menjalankan usaha sejak 1980 ini.
Setiap hari, ia bisa mengolah hingga ribuan bungkus kerupuk ceplok berisi lima keping. Kerupuk-kerupuk ini biasanya langsung ludes diborong tengkulak untuk diedarkan di sejumlah warung. “Kalau harganya Rp 1000 tiap bungkus isi lima keping,” pungkasnya. (*)
(jo/riz/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang