Jombang – Kulit sapi dan kambing memang memiliki nilai jual tinggi. Selain digunakan untuk bahan dasar industri tekstil, kulit juga bisa digunakan sebagai bahan pembuatan sandal sepatu.
Namun demikian, tidak semua kulit sapi digunakan bahan produksi. Sebab, kulit sapi juga banyak diburu untuk bahan pembatan cecek. Salah satunya yang digeluti Juwati, 50, warga Desa Gambiran, Kecamatan Mojoagung.
Meski banyak memanfaatkan kulit afkir (sisa lebih produksi, Red), namun dalam sehari, dari rumah priduksinya itu dia bisa menghasilkan 3 kuintal cecek siap jual. ”Biasa ambil kulit afkir yang tak bisa diolah pabrik tekstil. Makanya biasanya yang datang lebih banyak bagian kepala, buntut, kaki sama bagian perut yang potongan kecil. Karena selain kulit itu kan biasanya bisa diolah jadi bahan lain,” lanjutnya.
Proses pengolahan kulit sapi untuk dijadikan cecek. (Achmad RW/Jawa Pos Radar Jombang)
Menurut Juwati, proses pembuatan cecek memang membutuhkan waktu relatif panjang. ”Kelihatannya sederhana bentuknya, namun prosesnya panjang, jadi pekerjaannya memang cukup njelimet,” ucapnya kepada Jawa Pos Radar Jombang.
Proses awal dimulai dari pengolahan bahan dasar bahan pembuatan cecek, yakni kulit sapid an kambaing. Pertama-tama, dia harus mencuci dan merebus kulit. Proses ini cukup memakan waktu dan butuh kesabaran.
Setelah selesai proses perebusan, proses selanjutnya penjemuran. ”Harus dikeringkan terlebih dulu. Dipanaskan di terik matahari,” bebernya. Selesai proses penjemuran, selanjutnya dilanjutkan proses pembakaran. Tujuannya menghilangkan bulu yang menempel pada permukaan kulit sapi.
Tak berhenti sampai di situ, sambil menunggu proses pembakaran selesai, Juwati dibantu delapan karyawannya menyiapkan sejumlah tungku besar untuk tempat merebus bahan dasar cecek itu. ”Dibakar itu biar bulunya hilang, setelah itu direbus lagi satu malam, biar permukaanya lentur,” lanjutnya.
Keluar dari tungku, penampakan cecek sudah mulai berwarna kecoklatan, namun perlu pembersihan dan perebusan sekali lagi sampai akhirnya cecek ini benar-benar bersih dan siap jual.
Dalam sehari, rumah produksi Juwati bisa memproduksi hingga sebanyak 3 kuintal cecek. ”Ya tergantung, kalau sedang ramai bisa sampai mencapai 3 kuital, tapi kadang-kadang kalau sepi juga sedikit, tidak sampai satu kuintal juga pernah,” lontar ibu empat anak ini.
Harga Murah, Paling Mahal Bagian Kulit Kepala
TERHITUNG sekarang, usaha pembuatan cecek yang digeluti Juwati sudah mencapai 22 tahun. Produknya pun banyak diburu para pelanggaan. Tidak hanya di wilayah Jombang,banyak konsumennya juga datang dari luar Kabupaten Jombang.
”Kuncinya kita jaga kualitas. Nggak pake bahan aneh-aneh, sehingga merugikan pelanggan,” terang Juwati. Menurut Juwati, selain menjaga kualitas, salah satu yang menjadikan permintaan cecek tinggi, yakni harga jual terjangkau.
Untuk satu kilo produk ceceknya, Juwati biasa menjual dengan harga antara Rp 8 ribu-Rp 17 ribu. ”Memang harganya bisa berbeda, bagian kulit juga mempengaruhi harga, sebab rasanya berbeda,” imbuhnya.
Misal cecek yang dihasikan dari kulit bagian ekor dan perut sapi, harganya cukup terjangkau. Selain rasa, juga memiliki permukaan lebih tipis. ”Kalau untuk yang tipis, dari buntut, atau perut bawah, itu biasanya lebih murah,” rincinya.
Berbeda dengan cecek yang dihasilkan dari bahan kulit di bagian kepala, memiliki permukaan yang lebih tebal dan rasanya lebih mantap. ”Kalau cecek yang bagus, bagian kepala misalnya, itu bisa terjual Rp 17 ribu per kilogram,” bebernya.
Selain mendatangkan pundi-pundi uang, Juwati juga bisa memberdayakan sejumlah warga sekitar. ”Saya punya delapan karyawan. Awalnya dulu saya kerjakan sendiri, belum punya karyawan,” bebernya.
Untuk menjual produk, Juwati sudah tak kesulitan. Pasalnya, setiap harinya sudah banyak konsumen yang antri mengambil produk ceceknya. Bahkan tidak hanya di local Jombang saja, produk cecek Juwati juga sudah merambah sjeumlah pasar di sejumlah kabupaten/kota di Jawa Timur. ”Kalau Jombang sendiri sudah penuh mungkin. Produk saya ini dijual ke Kediri, Gresik, Sidoarjo, dan beberapa kota lain di Jawa Timur,” pungkas Juwati. (*)
(jo/riz/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang