• info@njombangan.com

Monthly ArchiveMay 2016

Pertama Kali Digelar, Bancakan Salak di Desa Galengdowo Berlangsung Meriah

JOMBANG, (kabarjombang.com) – Kendati kali pertama digelar, bancakan buah Salak di Desa Galengdowo, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang, cukup mampu menyedot perhatian warga sekitar dan pengunjung lokal Kota Santri.

Tidak hanya menggelar tasyakuran, panitia pelaksana juga menyusun sebanyak 2.016 buah salak menjadi tumpeng salak setinggi 4 meter, yang dipusatkan di bumi perkemahan Pangajaran, Desa Galengdowo, Minggu (29/5/2016)

Selain durian yang memiliki rasa khas, Kecamatan Wonosalam memiliki ragam komoditi yang bisa diandalkan. Seperti desa Galengdowo yang selama ini sudah dikenal sebagai penghasil Salak jenis pondoh yang manis, dagingnya tebal, bijinya kecil dan sedikit berair.

Tumpeng salak itu bukan tanpa arti. Hal itu sebagai bentuk syukur warga atas rezeki yang melimpah dari Sang Maha Kuasa. “Ini baru pertama kali kami adakan, sekaligus sebagai bentuk rasa syukur kami atas limpahan rezeki berupa tanaman salak yang subur,” kata Wartomo, panitia tasyakuran tumpeng salak, sekaligus Kepala Desa Galengdowo, Minggu (29/5/2016).

Ia menjelaskan, tumpeng salak yang dipersembahkan untuk warga tersebut berjumlah 2.016 buah. “Dan jumlah itu sesuai dengan angka tahun ini. Salak yang dijadikan tumpeng tersebut merupakan hasil patungan para petani yang berada di Desa Galengdowo, Kecamatan Wonosalam.

Acara yang dihadiri diikuti ratusan warga tersebut diawali dengan prosesi do’a bersama. Setelah itu, gunungan salak tersebut menjadi rebutan warga.

“Semoga dengan adanya bancaan salak ini bisa mendatangkan berkah bagi para petani salak. Harapannya, bancaan salak ini bisa menarik wisatawan lokal, bahkan internasional. Sehingga masyarakat di desa Galengdowo, Wonosalam ini mendapatkan tambahan penghasilan rezeki,” ujarnya di lokasi. (ari)

 

Penulis: Ari
Article courtesy: Kabarjombang.com
Photo courtesy: Blog.viva.com

Begini Tradisi Unduh-Unduh Sambut Panen yang Digelar Umat Kristen di Jombang

POS KUPANG.COM, JOMBANG — Ribuan umat Kristen jemaat Greja Kristen Jawi Wetan (GKJW) di Desa Mojowarno, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang menggelar perayaan hari raya unduh-unduh, Minggu (8/5/2016).

Berbagai hasil bumi seperti padi, sayur-sayuran, dan buah-buahan dihias di atas gerobak besar kemudian diarak keliling kampung. Tidak hanya hasil bumi berbagai hewan ternak juga diarak keliling desa. Perayaan ini guna menyambut masuknya musim panen.

Terdapat tujuh blok unduh-unduh yang diarak. Yakni, enam blok dari jumlah dusun yang ada di Desa Mojowarno, ditambah satu blok dari RS Kristen Mojowarno.

Rinciannya, selain blok RSK Mojowarno, adalah Blok Dusun Mojowarno, Blok Mojoroto, Blok Mojotengah, Blok Mojojejer, Blok Mojowangi, dan Blok Mojodukuh.

Pendeta GKJW Mojowarno Wimbo Sancoko mengatakan, tradisi unduh-unduh sendiri berasal dari kata mengunduh atau memetik. Untuk itu tradisi ini digelar saat musim petik atau musim panen.

“Tradisi unduh-unduh merupakan perpaduan antara ajaran kitab Injil dan budaya Jawa. Setiap umat yang mendapat kenikmatan atau hasil yang melimpah, diwajibkan memberikan sedikit rizkinya untuk orang yang membutuhkan,” ujarnya.

Menurutnya, setiap tahun di musim panen, umat kristiani di Mojowarno selalu menggelar tradisi ini. Harapannya, panen mendatang lebih baik. Selain itu sebagai bentuk syukur kepada Tuhan atas panen yang berlimpah.

“Kegiatan seperti ini juga mengajarkan kepada jemaat agar memiliki kepedulian terhadap gereja dan sesama umat manusia lainnya,” imbuhnya.

Perayaan berlangsung meriah. Tujuh blok unduh-unduh diarak dari halaman GKJW menuju tempat lelang. Ribuan warga dari juga terlihat memadati jalan yang dilewati rute unduh-unduh tersebut.

Tak hanya warga Jombang saja yang menyaksikan pesta ini, banyak juga dari luar Jombang. Seperti Surabaya, Kediri, Mojokerto dan bahkan dari Jawa Tengah.

Jacob Johan, salah satu pengunjung asal Surabaya mengaku terkesan dengan perayaan unduh-unduh yang digelar rutin setiap tahun ini.

“Mengagumkan. Masyarakatnya menyatu, toleransi mereka sangat tinggi. Nyaris tidak ada perbedaan ras maupun agama. Mereka bergabung dalam kegiatan ini,” paparnya.

Dalam acara ini, semua hasil bumi tersebut, usai diarak, dilelang bebas kepada masyarakat umun. Hasilnya digunakan untuk keperluan pelayanan gereja, serta disalurkan kepada orang-orang yang secara ekonomi butuh uluran tangan.(uto/sutono/Tribun Jatim)

 

Penulis: Sutono
Article courtesy: Kupang.tribunnews.com
Photo courtesy: Satuharapan.com

Tak Ingin Lupakan Tradisi Jawa, Lesung Dilombakan

JOMBANG, (kabarjombang.com) – Sambut panen raya dan juga melestarikan tradisi dan budaya Jawa, jamaah Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Desa Mojowarno, Kecamatan Mojowarno Kabupaten Jombang, menggelar Lomba Musik Lesung atau orang Jawa bilang (klotekan lesung,red), Kamis (5/5/2016).

Acara yang digelar di lapangan Desa Mojowarno tersebut dipadati penonton. Bagaimana tidak, Perpaduan bunyi lesung (alat penumbuk padi,red) yang dipukul dengan menggunakan sebatang bambu oleh sejumlah pemainnya itu, menghasilkan alunan nada indah yang merdu didengar oleh telinga siapa saja. Bahkan beberapa penonton yang melihat terlihat menganguk-anggukkan kepala, tanda dirinya menikmati alunan musik tradisoional Jawa tersebut.

“Kalau didengar enak di telinga. Seperti mengingat jaman dulu,” ujar Suprapti (45), yang juga melihat tontonan unik tersebut.

Meski begitu, bukan orang sembarang yang bisa memainkan musik unik itu. Sebab, bagi para pemula, bermain lesung bukanlah hal yang mudah. Pasalnya, butuh waktu beberapa bulan untuk bisa bermain kompak dalam satu tim. Sehingga dengan kekompakan itu, bisa terdengar suara musik indah yang dihasilkan dari sebatang kayu itu.

“Kita membutuhkan waktu beberapa bulan, agar satu tim bisa kompak dan memunculkan nada indah,” ujar Nadia (25), salah satu pemain musik yang ikut dalam perlombaan.

Menurut Wimbo Sancoko, Pendeta GKJW, lomba musik lesung ini merupakan tradisi warga setempat saat panen raya atau biasa dikenal dengan Hari Raya Unduh-unduh. Hal ini diadakan, sebagai upaya untuk melestarikan tradisi dan budaya warga setempat. Dimana lesung merupakan bagian penting dalam setiap masa panen raya, yang juga mempunyai filosofi tersendiri.

“Klotek lesung itu kan sebenarnya tradisi orang Jawa, seorang petani dulu, ketika mereka panen padi itu untuk menjadi beras harus ditumbuk dengan lesung,” paparnya.

Dengan adanya kegiatan ini, pihaknya berharap, warga setempat terutama anak-anak muda mengenali budaya dan karakter masyarakat Jawa yang selalu gotong royong dan saling membantu.

“Harapan kami itu, masyarakat tidak melupakan tradisi para petani dan juga sebagai rasa syukur terhadap Tuhan karena sudah diberi hasil panen yang melimpah,” ujar pendeta ini. (ari)

 

Penulis: –
Article courtesy: Kabarjombang.com
Photo courtesy: Purwokertoantik.com