JOMBANG, (kabarjombang.com) – Semangat Hari Kartini yang diperingati setiap tanggal 21 April, hingga saat ini sepertinya tak akan terlupakan begitu saja. Banyak beberapa perempuan di Indonesia yang ingin memiliki ketangguhan seperti yang dilakukan Raden Ajeng Kartini di zaman lalu.
Seperti yang dilakoni Nurul Indawati, salah seorang Bidan Desa Pojoklitih, Kecamatan Plandaan, Kabupaten Jombang. Dia harus rela melangkahkan kakinya sejauh 4 kilometer, untuk menjalankan tugasnya sebagai bidan yang ditugaskan di wilayah terpencil di Kabupaten Jombang.
Perjuangannya yang begitu berat tetap dilakoninya. Setiap menuju ke tempat yang dituju, dirinya harus melintasi medan pegunungan dan merelakan bajunya basah akibat menerjang sungai. Bahkan, tak jarang dia harus merelakan kakinya bertempur melawan panasnya terik matahari, dan juga dalamnya tanah gambut yang harus dilaluinya dengan kaki telanjang. Sebab dengan cara begitulah, dirinya bisa sampai ke salah satu dusun yakni Dusun Nampu, yang jaraknya jauh dari tempat tinggalnya.
“Saya harus berjalan kaki sepanjang 4 kilometer, dan menerjang sungai. Jarak dari Puskesmas Pembantu Desa ke Dusun Nampu sangat jauh. Tapi kita tetap semangat dan ikhlas untuk menjalaninya,” ujar Nurul Indawati, bidan pembantu Desa Pojokklitih, Kecamatan Plandaan, Kamis (21/4/2016).
Melihat perjuangan dan semangat Nurul, tidak berlebihan jika dia merupakan sosok Kartini di masa saat ini. Bagaimana tidak, selama 15 tahun dirinya harus merasakan bergelut dengan alam saat ingin membantu kondisi kesehatan masyarakat di Dusun Nampu, Desa Pojoklitih.
Meski begitu, perempuan asli Desa Mojogeneng, Kecamatan Jatirejo, Kabupaten Mojokerto ini, tak pernah menyesali dengan tugas yang diembannya selama ini. Sebab menurutnya, di zaman dahulu, ada sosok Kartini yang menjadi inspirasi penguat dirinya saat ini. Hingga dirinya mampu melewati tugasnya dengan penuh tanggung jawab.
“Jika saya lelah, pasti saya mengingat kembali perjuangan RA Kartini, sehingga bisa membuat semangat untuk bekerja lagi,” ujar perempuan bersuara lembut dengan senyum pipi yang lesung ini.
Menurut Nurul, sosok Kartini adalah perempuan luar biasa. Semangat dan perjuangan Kartini dalam memperjuangkan hak-hak perempuan, diakuinya menjadi motivasi tersendiri baginya dalam menjalankan profesinya sebagai bidan desa.
Semangat Kartini nampak dari aktifitasnya setiap satu bulan sekali, ibu dua anak ini harus rela menerjang sungai dan berjalan kaki sepanjang 4 kilometer untuk melayani masyarakat. Selain itu, Nurul mengaku banyak mendapat pengalaman berharga selama 15 tahun ditugaskan di Desa Pojokklitih, Kecamatan Plandaan. Semisal, saat dirinya menolong persalinan warga yang tinggal di wilayah pelosok.
“Disini fasilitas sangat terbatas, akses jalan yang sulit, kendaraan juga tidak bisa masuk,” bebernya.
Otomatis, lanjut Nurul, dituntut harus bekerja ekstra. Bukan sekali atau dua kali, terkadang Nurul harus berlarian mendatangi rumah warga saat akan melahirkan. “Soalnya kalau situasi emergency, sementara warga harus menandu ibu hamil, itu sangat beresiko,” jelasnya.
Meski dengan beragam tantangan yang ada, Nurul mengaku tidak pernah mengeluh dalam menjalankan tugasnya. Dalam pikirannya, apa yang dilakukan dan perjuangannya selama ini tidak sebanding dengan apa yang sudah dilakukan RA Kartini di masanya. Sebab, yang dihadapi saat itu adalah penjajah dengan membawa senjata. “Sebagai perempuan, saya ingin bisa melanjutkan perjuangan Kartini,” katanya.
Tak hanya dirinya, dalam menjalankan tugas pengabdian itu, Nurul semakin bersemangat setelah dalam setahun terakhir ada Rurita Tita Hesti, bidan yang sudah setahun ini menemaninya tugas di desa itu. (ari)
JATIMTIMES, JOMBANG – Bila di Kabupaten Blitar ada agrowisata Kebun Cokelat, dan Kabupaten Batu memiliki agrowisata Kebun Apel, maka di Kabupaten Jombang memiliki agrowisata Kebun Kelengkeng.
Berada di Desa Bangsri, Kecamatan Plandaan, di dalam kawasan agrowisata Kebun Kelengkeng juga terdapat bumi perkemahan dan waduk penampung air persawahan.
Agrowisata yang memiliki luas sekira 2 hektare ini bukan milik pemerintah, melainkan milik seorang petani bernama Suwarno (45), warga Desa Bangsri. Suwarno awalnya hanya menanam belasan bibit kelengkeng saja.
Namun setelah melihat tanaman kelengkeng tumbuh subur, Suwarno pun memperbanyak jumlah tanaman. Keberhasilan Suwarno membudidayakan kelengkeng di lahan yang tandus, berhasil mencuri perhatian orang nomor satu di Kabupaten Jombang.
“Pak Bupati pernah menanam dan panen kelengkeng di sini. Jadi memang ini adalah agrowisata kelengkeng pertama di Jombang,” kata Suwarno.
Selain tanaman kelengkeng, juga terdapat beragam jenis sayuran yang cocok dengan kondisi tanah pegunungan kapur.
Agrowisata ini sampai sekarang masih terus berbenah, dan diyakini akan mampu menarik wisatawan pada masa mendatang. Seperti sawi daging, bibit tanaman strawberry, jeruk, bayam, dan apel manalagi.
Disana terdapat sebuah gubuk dari rangka besi dan jaring yang berlubang kecil, fungsinya untuk pembibitan kelengkeng dari beragam jenis. “Pengunjung dikenakan tiket masuk Rp 10 ribu,” lanjutnya. (*)