• info@njombangan.com

Category ArchiveBerita Njombangan

Penerapan Nilai-Nilai Toleransi dalam Kehidupan Sehari-hari sebagai Kunci Keharmonisan Kehidupan Warga Jombang

Syamsul Maarif

 

Latar Belakang & Permasalahan

Tahun 2019 merupakan “tahun politik” bagi Indonesia, dimana seluruh wilayah di negeri ini secara serentak menyelenggarakan pesta demokrasi. Berbeda dengan pemilu-pemilu sebelumnya, pemilu kali ini dapat dikatakan sebagai pemilu yang paling besar dalam sejarah Pemilihan Umum di Indonesia. Hal itu dikarenakan antara Pemilihan Presiden (pilpres) dan Pemilihan Legislatif (pileg) dilangsungkan secara bersamaan dalam satu kali waktu. Pilihan politik yang berbeda-beda tidak jarang meningkatkan suhu politik di negeri ini. Apalagi setelah diketahui hanya ada dua calon presiden yang secara tidak langsung menjadikan rakyat semakin terpolarisasi tajam.

 

Tujuan Penulisan

Artikel ini ditulis dengan maksud mewaspadai munculnya konflik, perpecahan, ataupun permusuhan akibat pemilu di negeri yang sudah berusia 73 tahun ini. Kita pasti berharap rakyat dapat kembali mengimplementasikan jati diri Indonesia yang selama ini dikenal sebagai negara dengan rakyat yang hidup rukun di tengah keberagaman. Saling bertoleransi sudah selayaknya sekarang ini dikedepankan oleh masyarakat di seluruh Indonesia.

 

Bicara mengenai toleransi, sudah dari masa ke masa banyak digaungkan oleh para aktivis kemanusiaan. Toleransi sendiri dapat diartikan sebagai sikap menghormati ataupun menghargai perbedaan pendapat. Menurut Ahmad Syarif Yahya (2017), toleransi dapat diterapkan dalam berbagai aspek kehidupan ranah sosiologis. Jika kita tarik ulang dengan realitas persoalan bangsa saat ini, khususnya mengenai perbedaan pandangan politik akibat pemilu, tepatlah toleransi harus dimunculkan oleh segenap bangsa. Sangat merugi apabila nusantara yang telah dibangun dengan perjuangan yang besar oleh pendahulu kita, terpecah belah hanya karena kepentingan politik sesaat.

 

Pembahasan

Salah satu wilayah di Indonesia yang menyelenggarakan pemilu periode ini adalah Jombang. Sama halnya dengan daerah lain, Jombang menggelar pilpres dan pileg secara bersamaan. Meskipun demikian, konflik atau perselisihan hanya karena perbedaan orientasi politik minim terjadi di wilayah ini bahkan tidak ada. Keharmonisan kehidupan antar masyarakat Jombang menjadi kunci tidak adanya konflik tersebut. Hal itu pula tidak lain karena peran dari masyarakat Jombang sendiri yang dalam kehidupan sehari-hari sangat mengamalkan nilai-nilai toleransi.

 

Merujuk laporan nu.or.id yang berjudul Junjung Toleransi Antarumat Beragama, Jombang Tuan Rumah AYIC 2017 pada 2 Juni 2017, Association of Southeast Asians Nations (ASEAN) pernah menaruh perhatian lebih pada Jombang karena perepresentasian nilai-nilai toleransi yang nyata oleh warga Jombang. ASEAN mendapuk Jombang sebagai tuan rumah ASEAN Youth Interfaith Camp (AYIC) atau Program Pertukaran Pemuda Lintas Agama. Dalam rangka penyambutan acara tersebut, Pemerintah Kabupaten Jombang meresmikan Taman ASEAN yang dibangun di sebelah selatan Ringin Conthong Jombang.

 

Selain melalui prestasi di atas, nilai-nilai toleransi yang diterapkan masyarakat Jombang juga dapat kita amati dalam kehidupan sehari-hari. Beberapa bulan lalu, umat Kristiani merayakan hari raya Natal, tidak terkecuali umat Kristiani yang berada di Jombang. Salah satu tempat perayaan Natal di Jombang adalah Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) yang berada di Kecamatan Mojowarno. Keharmonisan hubungan antar umat beragama tampak pada peristiwa tersebut. Penjagaan keamanan dilakukan Barisan Ansor Serbaguna (Banser) saat perayaan Natal di GKJW Jombang. Banser sendiri merupakan badan otonom dari Nahdlatul Ulama’ (NU), yang mana NU adalah Ormas Islam terbesar di Indonesia. Hal ini menunjukkan bahwa perbedaan agama bukanlah suatu penghalang untuk saling menguatkan tali persaudaraan.

 

Pemandangan serupa juga tercermin pada masyarakat Dusun Ngepeh yang terletak di Desa Rejoagung, Kecamatan Ngoro. Di dusun ini, hidup masyarakat dengan tiga agama berbeda, yakni Hindu, Islam dan Kristen. Walaupun demikian, para warga tidak pernah saling bermusuhan atau mengunggulkan satu sama lain. Bahkan, di dusun ini pula tiga rumah ibadah dari masing-masing agama berdiri kokoh. Alhasil, nikmatnya kerhamonisan karena saling toleransi sangat terasa di dusun ini.

 

Selain nilai-nilai toleransi yang ditunjukkan lewat hubungan antar umat beragama, warga Jombang yang bergelut di dunia seni juga turut mengumandangkan nilai-nilai tersebut. Central of Peace atau yang akrab disebut C.O.P. adalah band reggae yang berasal dari Jombang. Melalui lagu yang berjudul “Jombang Beriman”, C.O.P. mengkampanyekan semangat-semangat bertoleransi. Dalam lagu tersebut terdapat lirik yang berbunyi “beragam warna, agama, budaya, bersatu dalam kedamaian”. Penggalan lirik tersebut menggambarkan bahwa Jombang sebenarnya kota dengan keberagaman yang cukup kompleks, akan tetapi Jombang mampu meleburkan semua itu menjadi simpul persatuan.

 

Jombang sejatinya sering dijuluki dengan sebutan “Kota Santri”, dikarenakan banyaknya pondok pesantren yang berdiri kokoh di sana. Namun, sebenarnya Jombang adalah kota dengan tingkat keberagaman yang cukup besar seperti yang telah saya uraikan di atas. Perbedaan yang sangat bervariasi, tidak menjadikan masyarakat Jombang saling bermusuhan ataupun terpecah belah. Justru karena perbedaan itulah, kerangka-kerangka persaudaraan dan persatuan dirajut masyarakat Jombang.

 

Kesimpulan dan Saran

Jika kita kembali pada permasalahan awal di atas, banyak pelajaran yang dapat kita ambil dari kehidupan masyarakat Jombang sebagai solusi mengatasi permasalahan tersebut. Lebih khusus menyikapi keberagaman, bagaimana masyarakat Jombang lebih mengedepankan persaudaraan ataupun kemanusiaan di tengah perbedaan. Sudah sepatutnya kota-kota lain di Indonesia meneladani Kota Jombang yang kental akan nilai-nilai toleransi. Sehingga, pada akhirnya mengantarkan Indonesia menjadi negara yang rukun, damai, aman sentosa dan jauh dari konflik antar saudara.

 

 

 

 

 

 

Membangun Toleransi dalam Kerangka Disabilitas

Stella Rosita Anggraini

 

Latar Belakang & Permasalahan

Kota Jombang merupakan sebuah daerah yang dikenal dengan sebutan kota Santri. Kenapa disebut kota santri? Di Kota ini terdapat banyak pondok pesantren yang terkenal seperti Pondok Pesantren Darul ‘ulum, Pondok Pesantren Shiddiqiyyah, dan Pesantren Tebuireng. Sebagian besar pesantren tersebut menjadi basis salah satu organisasi Islam terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama (NU).

Pada tulisan ini, saya akan membahas isu disabilitas sebagai bagian dari refleksi atas berbagai pengalaman yang saya alami selama ini. Sebagai penyadang disabilitas, saya perlu menjelaskan informasi awal seputar disabilitas untuk memudahkan pembaca mengikuti alur tulisan ini. Orang disabilitas digolongkan menjadi beberapa macam, sebagai berikut:

  1. disabilitas fisik yaitu orang yang memiliki perbedaan dalam mobilitas gerak maupun berjalan, antara lain amputasi, lumpuh layu atau kaku. Alat bantu yang di pergunakan adalah kursi roda dan kruk;
  2. disabilitas intektual yaitu orang yang memiliki kekurangan dalam fungsi intektual dan keterbelakangan mental, lambat belajar dan ganguan otak lainnya;
  3. disabilitas mental yaitu orang yang terganggu fungsi pikir, emosi, dan perilakunya akibat depresi, gangguan kepribadian, autis atau hiperaktif;
  4. disabilitas sensorik yaitu orang yang mengalami gangguan salah satu fungsi dari panca indera, antara lain:
  • disabilitas netra: orang yang memiliki gangguan dalam fungsi penglihatan
  • disabilitas tuli: orang yang mengalami kendala dalam fungsi mendengar dan berbicara

 

Tujuan Penulisan

Melalui tulisan ini, saya bermaksud mengangkat isu disabilitas dalam kehidupan sehari-hari yang masih belum begitu dipahami oleh kebanyakan masyarakat. Saya berharap, tulisan saya dapat membuka pikiran masyarakat agar mereka menyadari keberadaan disabilitas terutama di Kota Jombang. Dengan demikian, maka kepedulian terhadap kaum difabel akan tumbuh.

 

Pembahasan

Keberadaan orang yang memiliki kebutuhan khusus tersebut sering dianggap sebagai sebuah ketidaknormalan atau ketidaksempurnaan. Hal ini secara tidak langsung menimbulkan stigma negatif di lingkungan mereka. Padahal, para difabel banyak yang memiliki kemampuan sama dengan lain. Sayangnya, mereka seringkali kurang diwadahi. Tentunya kondisi seperti ini mengakibatkan adanya pandangan bahwa mereka kurang produktif dalam menjalankan berbagai kegiatan di lingkungan masyarakat.

Coba kita pikir kembali, siapa yang ingin terlahir berbeda? Kalau manusia diberikan pilihan, pasti semua akan meminta menjadi sama. Maafkan saya di sini tidak bilang kata sempurna karena tidak ada kesempurnaan di dunia seisinya, begitu pula dengan makhluk hidup, semua memiliki kelebihan dan kekurangan yang pastinya untuk saling melengkapi, bukan? Maka, menurut pandangan saya, panggilan yang tepat untuk orang yang tidak memiliki keistimewaan adalah Non Disabilitas. Jika demikian, mengapa keberadaan mereka selalu di pandang sebelah mata bahkan di era modern seperti saat ini.

Paradigma negatif tersebut yang pada akhirnya membuat kelompok difabel tidak bisa tumbuh dan berkembang dengan optimal di Indonesia. Apalagi di Jombang, isu disabilitas itu masih belum tersentuh sepenuhnya, hanya beberapa orang yang memiliki jiwa kepedulian akan kaum difabel. Padahal data menunjukkan bahwa jumlah penyadang  Disabilitas sekitar 8,3% di Indonesia. Sementara di Jombang sendiri penyandang Disabilitas berjumlah 2.509 jiwa atau sekitar 0,25% jiwa berdasarkan data DPT KPUD Jombang. Contohnya saja pendidikan, lapangan pekerjaan, dan sarana publik yang tentunya kurang ramah untuk penyadang Disabilitas di Kota Jombang. Kenapa saya bilang begitu?

Berikut ini adalah cuplikan kisah saya perjalanan yang saya alami pada tahun 2006 silam. Saya sempat mendapatkan penolakan ketika mendaftar di salah satu sekolah SMP Negeri di Kota Jombang. Alasan yang diberikan oleh pihak sekolah terdengar tak wajar menurut saya. Katanya, sekolah tersebut tidak menerima siswa/ siswi Penyadang Disabilitas. Padahal Undang-Undang sudah mengatur bahwa pendidikan merupakan hak bagi setiap warga negara tanpa memandang status, golongan, maupun bentuk fisik.

Namun demikian, saya tidak berpangku tangan atas ketidakadilan tersebut. Saya merasa memiliki kawajiban untuk memperjuangkan hak dan mengenalkannya ke lingkungan sekitar. Beruntung saya mendapatkan dukungan dari keluarga dalam memperjuangkan hak saya untuk menuntut ilmu. Hal ini pun mendapat perhatian dari para aktivis pejuang difabel. Mereka menyuarakan suara melalui media massa untuk meliput berita tersebut dengan tujuan mengadvokasi orang sekitar agar memberikan kesempatan yang sama untuk penyandang disabilitas. Setelah berita tersebut tersebar di seluruh Jombang, pihak sekolah pun terketuk hatinya untuk memberikan kesempatan untuk mengikuti tes masuk sekolah tersebut.

Alhamdulillah, saya bersyukur sekali hasil tes tersebut menyatakan saya lolos dan bisa masuk sekolah yang saya cita-citakan. Bahwa tiada usaha yang mengkhianati hasilnya, selagi kita masih terus mau berjuang dan memiliki semangat yang tinggi.

 

Kesimpulan

Semoga kejadian ini bisa memberikan manfaat untuk pembaca melalui esai ini. Dapat disimpulkan bahwa toleransi dalam keberagamaan adalah salah wujud untuk memajukan kota tercinta kita, Jombang. Saya sangat berharap semoga Kota Jombang bisa menjadi kota Inklusif yang ramah untuk semua kalangan termasuk Disabilitas seperti Kota Situbondo Jawa timur yang disyahkan sebagai kota inklusif pada tahun 2018.

Salam inklusif kota Jombang untuk kita dan para penyandang Disabilitas. Berjuta asa dan harapan saya tuangkan di dalamnya. Semoga cerita tersebut dapat menginsipirasi pembaca.

 

Diferensiasi Jombang

Riska Herlin A.

 

Latar Belakang & Permasalahan

Perbedaan adalah suatu unsur yang memiliki ketidakserasian. Dilihat dari pengambilan sudut pandang, perbedaan dapat dibedakan menurut letak atau posisinya. Perbedaan berdasarkan letak atau posisi dibagi menjadi dua, yaitu secara vertikal dan secara horizontal. Perbedaan secara vertikal biasa disebut stratifikasi berarti terdapat perbedaan tingkatan di dalamnya. Sehingga, perbedaan tersebut mengandung unsur yang memiliki letak teratas dan terbawah. Sedangkan, perbedaan secara horizontal atau diferensiasi menunjukkan adanya ketidakserasian suatu unsur yang letaknya sejajar atau sama. Unsur yang termuat dalam kedua perbedaan tersebut biasanya mengindikasikan ketidakserasian sosial. Keduanya merupakan kategori perbedaan dalam lingkup hubungan yang ada di kehidupan manusia sehari-hari.

 

Tujuan Penulisan

Indonesia merupakan surganya perbedaan mulai dari perbedaan budaya, suku, ras, agama, dan lain sebagainya sebab negara ini memiliki wilayah yang sangat luas dari Sabang hingga Merauke. Di sisi lain, hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Bangsa Indonesia sebab perbedaan tersebut sangat berwarna-warni layaknya pelangi. Walaupun, kita tidak dapat memungkiri bahwa hal tersebut pula yang menjadi pemicu besar dalam perpecahan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Oleh karena itu, tulisan ini mengangkat contoh positif dalam rangka merawat perbedaan dari Kabupaten Jombang sebagai Kota Toleransi. Sehingga, segala gesekan yang muncul di Indonesia dapat diselesaikan dengan baik tanpa menimbulkan perpecahan.

 

Solusi & Implementasi

Setiap daerah di Indonesia pasti memiliki karakteristik yang beraneka ragam. Salah satunya adalah wilayah Jombang, sebuah kabupaten yang ada di Pulau Jawa tepatnya di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Jombang memiliki keunikan tersendiri, sehingga banyak orang menyebutnya KOTA SANTRI. Kenapa demikian? Hal itu dikarenakan ada lebih dari 50 pondok pesantren terdapat di Kabupaten Jombang yang letaknya di pelosok hingga di dekat pusat pemerintahan. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas penduduk yang tinggal di Kabupaten Jombang beragama Islam. Walaupun demikian, bukan berarti semua warga yang ada di dalamnya adalah muslim. Sebagian masyarakatnya juga memeluk agama Kristen, Konghucu, Hindu yang dapat hidup berdampingan dengan warga lainnya. Selain itu, terdapat etnis yang beragam di Kabupaten ini seperti Jawa, Tionghoa, maupun etnis lain yang datang dari wilayah lain dan memutuskan untuk menetap.

 

Walaupun terdapat agama mayoritas dan minoritas di Jombang, hal itu tidak menjadi kendala dalam kehidupan maupun jalannya pemerintahan di Kabupaten Jombang. “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”, begitulah dawuh sang Bapak Pluralisme Indonesia. Beliau adalah K.H Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur, cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama sekaligus Pahlawan Nasional: K.H Hasyim Asy’ari. Beliau mengajarkan nilai toleransi yang sangat tinggi semasa hidupnya. Itulah yang menjadi pegangan, juga panutan bagi masyarakat Jombang. Walaupun beliau beragama muslim, tapi beliau tetap menjunjung tinggi persamaan hak biarpun itu berbeda agama, etnis atau perbedaan lainnya. Beliau memandang semua hal itu memiliki kedudukan yang sejajar, tidak ada yang didahulukan ataupun ditinggalkan.

 

Nilai toleransi tersebut sudah seperti menjadi turun temurun dan wajib untuk dilaksanakan. Banyak hal yang dapat dilakukan warga Jombang untuk memupuk rasa toleransi antar perbedaan yang ada. Mulai dari adanya pembentukan suatu organisasi atau komunitas yang berjalan entah di bidang sosial, persamaan hobi, atau lainnya. Dengan seperti itu, maka nilai-nilai toleransi akan mudah diterima.

 

Dengan rasa bangga saya mendapati banyaknya masyarakat yang mampu mengimplementasikan nilai toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti halnya yang saya temui disalah satu gereja yang ada di Kecamatan Mojoagung. Banner bertuliskan “SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA” terpampang di depan gereja. Mewakili umat kristiani yang beribadah di situ, komunitas gereja menyampaikan dengan ramah pada umat muslim akan datangnya bulan suci Ramadhan. Walaupun agama Kristen menjadi salah satu agama minoritas, bukan berarti mereka yang menjadi umat Kristiani merasa terpojokkan, dan tidak peduli dengan keberadaan agama mayoritas yang ada dilingkungannya. Tidak hanya itu, bahkan sesekali tampak beberapa kaum gereja mengadakan kegiatan bagi takjil untuk berbuka puasa untuk umat muslim. Seperti halnya yang dilakukan Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman istri dari Gus Dur. Beliau mengadakan BUKBER (Buka Bersama) di Klenteng Hong San Kiong Kecamatan Gudo, Rabu (6/6/2018)*. Hal ini menunjukkan bahwa adanya toleransi antara umat Islam dan Konghucu. Banyak wejangan yang disampaikan oleh Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman. Salah satunya adalah ajakan untuk hidup rukun dan saling menghormati perbedaan yang ada karena menurut beliau, perbedaan itu adalah sunnatullah. Istri dari Presiden ke-4 Republik Indonesia ini juga mengajak masyarakat yang hadir untuk menyanyikan lagu wajib nasional “Satu Nusa Satu Bangsa” bersama-sama, sebagai tanda perbedaan itu untuk persatuan.

 

Adapun bukti lain yang telah saya jumpai mengenai perwujudan dari usaha untuk menguatkan nilai toleransi di Jombang adalah adanya sebuah organisasi yang membantu lansia yang masih mempunyai semangat untuk produktif namun, memiliki beberapa faktor keterbatasan untuk menunjangnya. Organisasi ini bernama Share If You Care Jombang. Anggota dari organisasi ini memiliki agama yang berbeda-beda. Meskipun demikian, mereka tetap bersatu tanpa memandang perbedaan satu sama lain.

 

Kesimpulan & Saran

Hal seperti uraian di atas perlu dikembangkan di semua aspek kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Masih ada banyak hal yang dapat digunakan sebagai media pengembangan nilai-nilai toleransi bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Jombang. Dengan aktifnya kita melakukan hal yang bersangkutan dengan perbedaan, maka jiwa toleransi tinggi akan dapat mengalahkan rasa keegoisan dan kesombongan yang ada.

 

Oleh karenanya, perbedaan itu merupakan hal yang wajar dan cenderung diperlukan. Tanpa memahami perbedaan, manusia akan selalu angkuh berjalan di atas manusia lain. Sehingga, penghargaan akan diferensiasi sosial perlu dijunjung tinggi agar tumbuh kesadaran untuk saling menghargai perbedaan yang sesungguhnya mempunyai kedudukan sama. Perbedaan bukan berarti harus saling membenci tetapi saling melengkapi. Ibarat kata apalah rasa masakan jika hanya diberi gula tanpa adanya bumbu masak lainnya.

 

 

*)Berdasarkan informasi yang didapat dari intagram @info_jombang

 

 

 

Keadilan Sosial dan Kesejahteraan Jombang sebagai Kota Pluralisme

Putri Maydi Arofatun Anhar

 

Latar Belakang & Permasalahan

Pembangunan merupakan tema utama hampir setiap kepemimpinan pemerintahan, baik di tingkat pusat maupun daerah, mulai dari membangun manusia sampai membangun hal lainnya seperti infrastruktur. Sementara itu, keadilan sosial sebagai hakikat Pancasila bisa dipahami dengan kondisi dimana seluruh komponen masyarakat merasakan hal atau nasib yang sama tanpa adanya perbedaan derajat sosial hanya karena uang, pendidikan ataupun keturunan. Hal ini memungkinkan terjadinya sikronisasi pemahaman satu sama lain antara pemerintah dan rakyat yang sama-sama ingin mendapat penghidupan yang layak. Bukan hanya bagi yang kaya, bukan atas diskriminasi ras, suku, atau agama tertentu, tapi bagi seluruh rakyat Indonesia.

 

Salah satu daerah yang perlu mendapatkan perhatian adalah Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Secara demografi penduduk, Jombang memiliki usia muda produktif yang cukup tinggi. Menurut data Badan Pusat Statistik, tahun 2017 Kabupaten Jombang memiliki jumlah penduduk sebesar 1.393.813 jiwa yang terdiri dari 703.181 jiwa laki-laki dan 690.632 jiwa perempuan. Di dalamnya terdapat generasi muda yang tentunya akan cukup potensial ditunggu kiprahnya guna pembangunan yang berkeadilan sosial serta dapat diarahkan sebagai penyediaan tenaga kerja terampil yang dapat terserap pada berbagai bidang lapangan pekerjaan atau bahkan menciptakan lapangan pekerjaan.

 

Selain itu, Jombang juga menjadi wilayah yang cukup tenang dari gejolak konflik sosial. Hal ini selain dikarenakan budaya Jawa yang ada di tengah-tengah kehidupan bermasyarakat masih kental akan unsur sopan santun, kerendah hatian serta empati dengan lingkungan. Lebih-lebih Kabupaten Jombang merupakan gudangnya pesantren, juga sebab masih kuatnya pengaruh pilar kebersatuan serta menjaga kondusifitas masyarakat Jombang. Di antara pondok pesantren yang terkenal adalah Tebuireng, Denanyar, Tambak Beras, Darul Ulum dan beberapa pondok pesantren lainnya.

 

Meskipun Jombang dikenal dengan sebutan “Kota Santri” karena mayoritas penduduknya muslim serta banyaknya pesantren di wilayahnya, namun kehidupan beragama di Kabupaten Jombang sangat toleran. Data statistik tahun 2010 menyebutkan bahwa Kecamatan Mojowarno merupakan kawasan dengan pemeluk mayoritas beragama Kristen Protestan pada era Kolonial Belanda. Agama Hindu juga dianut sebagian penduduk Jombang yang berada di kawasan Selatan, di antaranya Wonosalam, Bareng dan Ngoro. Selain itu, Kabupaten Jombang juga memilii tiga Klenteng yang cukup tua, yakni di Kecamatan Jombang, Gudo, dan Mojoagung.

 

Proyeksi membangun keadilan sosial di Kabupaten Jombang juga akan lebih mudah sebab Jombang menjadi bagian strategis dalam proses pergerakan kemerdekaan. Beberapa putera Jombang juga merupakan tokoh perintis kemerdekaan Indonesia. Seperti KH Hasyim Asy’ari (Salah satu pendiri NU dan pernah menjabat sebagai ketua Masyumi), KH Wachid Hasyim (Salah satu anggota BPUPKI termuda, Menteri Agama RI pertama), tokoh intelektual Islam Nurcholis Madjid dan KH Abdurrahman Wahid (Presiden Republik Indonesia keempat) yang disebut sebagai bapak pluralisme.

Tujuan Penulisan

Melalui esai ini, penulis berharap dapat memberikan gambaran bagaimana bentuk nyata dari nilai-nilai pluralism yang dipegang oleh masyarakat Jombang. Sehingga, hal ini dapat menjadi renungan bagi daerah lain di Indonesia untuk dapat merawat keberagaman bangsa Indonesia. Dengan demikian, pembangunan yang sedang berjalan dapat benar-benar menciptakan rasa keadilan sosial dan kesejahteraan bagi seluruh lapisan masyarakat.

 

Solusi & Implementasi

Bagaimana kemudian pembangunan dilakukan? Selain memahami akan kondisi lokal Sumber Daya Manusia (SDM) dan Sumber Daya Alam (SDA), pemerintahan setempat sebagai pemegang tombak kepemimpinan juga harus menyusun project atau agenda. Baik dilakukan untuk jangka pendek maupun jangka panjang yang strategis guna terwujudnya pembangunan keadilan sosial, kesejahteraan juga kemandirian di tengah tantangan neoliberal-global.

 

Pertama, pendidikan menjadi elemen penting yang perlu terus diperbaiki dan dikembangkan dari setiap masa. Sarana dan prasarana pendidikan perlu disiapkan. Adanya kuantitas, kualitas serta kreativitas tenaga pengajar kita perlu terus diperbaiki. Karakter, nilai, optimisme, inovasi, dan kemampuan berpikir kritis dalam Pendidikan juga perlu dibangun dan dikembangkan. Serta kemauan untuk selalu berperilaku gotong-royong, dari lingkungan paling kecil misalnya sesama teman di kelas dan sekolah.

 

Kedua, dari segi ekonomi dan kewirausahaan, jenis usaha yang perlu dikembangkan dan mendapat perhatian khusus tidak lain adalah koperasi. Bung Hatta sebagai bapak koperasi idenya tentang koperasi Indonesia dalam Undang-Undang Dasar 1945, disebutkan bahwa perekonomian sebagai usaha bersama yang berdasarkan asas kekeluargaan adalah koperasi. Karena koperasilah yang menyatakan kerjasama antara mereka yang berusaha sebagai suatu keluarga. (Hatta dalam Hatta, 1954: 203).

Data Dinas Koperasi dan UKM Provinsi Jawa Timur menunjukkan bahwa pada tahun 2018, Kabupaten Jombang memiliki 810 unit koperasi. Namun dalam perjalanannya, menjamurnya jumlah tersebut ternyata tidak semua koperasi tersebut masih aktif hingga saat ini. Hal ini diketahui berdasarkan penelusuran yang dilakukan Dinas Koperasi dan Usaha Mikro Kabupaten Jombang yang mengindikasikan perlunya revitalisasi. Sudah menjadi rahasia umum bahwa kehadiran ritel modern rentan mematikan toko-toko kelontong tradisional yang dikelola perorangan.

 

Ketiga, pariwisata juga menjadi bagian strategis yang sangat potensial untuk dieksplorasi di Kabupaten Jombang guna menciptakan kesejahteraan sosial serta berdampak potisif bagi peningkatan perekonomian. Keberadaan lokasi wisata alam maupun wisata budaya dan sejarah bisa menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Misalnya wisata edukasi Bale Tani di Kecamatan Bareng, kemudian Bukit Hijau Carangwulung dan Goa Sigolo-golo di Wonosalam, Candi Rimbi di Kecamatan Bareng, juga beberapa lokasi wisata religi seperti Museum Islam Indonesia di kawasan Pesantren Tebuireng.

 

Keempat, kepastian penegakan hukum dan kemudahan pelayanan terhadap masyarakat. Meskipun masih banyak keluhan terkait kurang primanya penegakan hukum dan pelayanan publik, terutama terkait nepotisme dan praktik-praktik pungli (pungutan liar), sehingga pemerintah harus selalu memperhatikan standar dan kualitas pelayanan publik. Hukum yang tidak tegas atau tebang pilih bahkan lancip ke bawah tumpul ke atas akan mempengaruhi hubungan pemerintah dengan masyarakat juga menimbulkan ketidakpuasan dari masyarakat. Pemahaman dari pemimpin Kabupaten Jombang akan kondisi dan potensi bisa dikembangkan melalui pembentukan tim sinkronisasi yang telah dilakukan untuk memudahkan langkah dan implementasi program kerja.

 

Kesimpulan dan Saran

Keadilan sosial akan mudah terwujud apabila setidaknya pemerintah bisa menghadirkan dan menyelesaikan permasalahan yang terjadi pada kesejahteraan masyarakatnya. Setelah memahami bahwa keadilan sosial harus tumbuh bersama dengan kesejahteraan masyarakat, maka karakter yang kuat dari seorang pemimpin, ketegasan, kemauan bertindak untuk turun dan mendengar aspirasi rakyatnya juga bisa menjadi katalisator guna mempercepat pembangunan keadilan sosial dan kesejahteraan.

 

 

 

 

Mewujudkan Jombang sebagai Kota Toleransi melalui Pemanfaatan Teknologi, Kolaborasi, dan Partisipasi Berbagai Pihak

Miftakhus Surur

 

Latar Belakang & Permasalahan

Jombang banyak melahirkan tokoh nasional yang sering mempromosikan nilai-nilai toleransi  antar umat beragama. Figur tersebut di antaranya adalah Abdurahman Wahid, Nur Cholis Majid, dan Ainun Najib. Bahkan, salah satu di antaranya, Gur Dur, mendapatkan gelar kehormatan sebagai bapak toleransi di Indonesia. Sampai sekarang pun pemikirannya masih hidup dan dihidupkan oleh publik terutama pengagumnya yang tergabung dalam komunitas bernama Gusduriyan

 

Tujuan Penulisan

Meskipun adanya banyak tokoh inspiratif di atas, sayangnya Jombang masih harus berurusan dengan ancaman intoleransi. Hal ini diduga disebarkan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab yang berusaha menyebarkan radikalisme dan provokasi dan teroris sampai juga pada guru agama tidak toleran.

Di sisi lain, terdapat ancaman intoleransi yang disebarkan melalui berita yang tidak dapat dipertanggungjawabakan dan tidak diketahui kebenarannya (hoax). Sehingga, jika hal ini tidak diperhatikan dengan seksama maka benih-benih kebencian, prasangka, dan ketidakpercayaan dapat disebarkan dengan mudah di era digital ini.

 

Kesimpulan & Saran

Dengan demikian nilai-nilai toleransi dan menghargai sesama perlu ditumbuhkan dan dipupuk melalui tindakan konkret seperti tidak berisik/ mengganggu waktu ibadah umat agama lain. Kemudian, kita dapat memanfaatkan media sosial secara bijak agar berita hoaks tidak merajalela. Jika dimungkinkan, kita juga dapat berpartisipasi dalam berbagai kegiatan komunitas lintas agama melalui diskusi atau kegiatan sosial. Acara semacam ini dapat disebarkan melalui fb, twiter, atau instragram. Publikasi semacam ini sangat potensial dapat menggugah masyarakat untuk menjaga keharmonisan hubungan bermasyarakat. Selain itu, acara seperti ini juga memungkinkan terjadinya pertukaran informasi untuk membuka pikiran dan saling menghormati satu sama lain.

Reaktualisasi Partisipasi Masyarakat Membangun Jombang Bertoleransi

Mamluatun Ni’mah

 

Jombang dan Perbedaan

Jombang adalah kota Santri, disebut kota Santri bukan berarti penduduknya hanya beragama Islam tetapi didalamnya terdapat agama lain yakni Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, Kong Hu Chu. Perbedaan agama tidak menyurutkan arti semangat menghormati agama satu dengan agama lainnya yang sangat membutuhkan interaksi demi terwujudnya kota toleransi. Kota yang maju adalah kota yang menjadikan penduduknya tentram, harmonis, guyub dalam perbedaan dengan mewujudkan saling toleransi secara intensif. UUD 1945 pasal 29 ayat 2 telah disebutkan bahwa “Negara menjamin kemerdekaan tiap-tiap penduduk untuk memeluk agamanya dan kepercayaannya”[1]. Setelah kita ketahui, meskipun banyaknya perbedaan agama menyelimuti Jombang, sudah sewajarnya dalam kehidupan ini kita bisa menjaga persatuan Kota Jombang dengan cara menjunjung tinggi nilai toleransi antar umat beragama.

 

Meskipun dihuni masyarakat yang heterogen, Jombang adalah barometer kota di Indonesia yang bisa menjaga kerukunan antar umat beragama yang mayoritas masyarakatnya didominasi kaum Muslim. Tepatnya di kawasan simpang tiga Ringin Contong, Jumat (2/6/17) pagi. Tampak berkibar beberapa bendera negara-negara ASEAN yang juga pada kesempatan itu sebagai pembukaan acara ASEAN Youth Interfaith Camp yang dilaksanakan di kabupaten Jombang pada 28-30 Oktober 2017. Bupati Jombang pada waktu itu, Nyono Suharli Wihandoko sangat mengapresiasi dipilihnya kota Jombang sebagai wujud persatuan antar umat beragama yang ada di Indonesia. Ia mengungkapkan, dipilihnya kota Santri sebagai tempat penyelenggara kegiatan ASEAN Youth Interfaith Camp ini bukan tanpa alasan. Selain pembangunan toleransi antar umat beragama yang terus terjaga, juga didorong banyaknya pondok pesantren di Jombang yang mengajarkan toleransi kepada para santri dan warganya. Menurutnya, negara-negara lain nantinya dapat belajar dengan baik bagaimana membangun toleransi di Jombang. Sehingga kemudian bisa diterapkan di negara lain.[2]

 

Gambaran Umum Toleransi Jombang          

Perbedaan adalah sebuah karunia Tuhan luar biasa yang diberikan kepada Jombang. Hal ini dapat menjadikan Jombang menjadi pernak pernik dimata dunia, secara umum agama yang telah ditetapkan oleh UUD 1945 ada enam yaitu Islam, Protestan, Katolik, Hindu, Budha dan Kong Hu Cu. Jombang merupakan kota yang terletak di bagian tengah provinsi Jawa Timur. Kota ini berbatasan dengan Mojokerto disebelah timur, Nganjuk  disebelah barat, Kediri disebelah selatan. Agama yang dianut oleh penduduk kota Jombang dalah Islam 98%, penduduk Jombang juga diikuti dengan agama Kristen Protestan 1,2%, Katolik 0,3%, Budha 0,09%, Hindu 0,07% dan lainnya 0,02%.[3] Kota yang terkenal dengan kota Santri yang memiliki pondok pesantren besar misalnya Tebuireng, Denanyar, Tambak Beras, Darul Ulum (Rejoso), namun di kota ini juga ada gereja besar dan tertua juga yang terletak di Mojowarno bernama Gereja Kristen Jawi Wetan atau sering disebut GKJW, gereja kuno di Bongsorejo. Tidak dapat dipungkiri Jombang juga memiliki klenteng yang terkenal misalnya Boo Hway Bio di Mojoagung, Hok Liong Kiong di kecamatan Jombang dan Hong San Kiong di Gudo. Bahkan di Wonosalam, ada pemukiman yang menganut agama Hindu selalu rutin melaksanakan pawai ogoh-ogohnya yang sangat menarik. Adanya sebuah perbedaan agama tidak menyurutkan untuk toleransi. Banyak yang mengatakan bahwa Jombang adalah kota beriman dan santri yang lebih menonjol dalam agama Islam tetapi, dengan ini bukan berarti Jombang harus pecah belah menjadi kota agama Islam, menurut keyakinan sendiri-sendiri, melainkan harus bersatu dengan cara toleransi. Toleransi adalah suatu sikap yang saling menghormati antara perbedaan yang ada.

Reaktualisasi Partisipasi Masyarakat Membangun Jombang Bertoleransi

Salah satu contoh bentuk toleransi di Jombang adalah di Desa Mojowarno antara agama Islam dan Kristen, di sini terdapat rumah penduduk Islam dan Kristen yang berdampingan sangat dekat, hal ini tidak menjadikan sebuah konflik yang dapat memunculkan disintegrasi. Meskipun adanya perbedaan agama, tetapi menjunjung nilai bhineka tunggal ika sungguh luar biasa, dilihat dari aktivitas kesehariannya. Setiap hari minggu selalu melaksanakan kerja bakti dengan membawa peralatan dari rumah masing-masing untuk gotong rotong membersihkan kampungnya, ada yang menyapu, membersihkan rumput, membuang sampah. Sehingga menjadi kampung yang terbersih dan semangat tenggang rasa yang bisa menjadikan Kota Jombang lebih terkenal dari pada kota lain.

 

Pada saat di kampung ada orang Kristen membangun rumah, tidak lupa juga orang Islam menyumbangkan tenaganya secara suka rela tanpa disuruh, hal ini semakin erat ikatan kekeluargaannya antara agama Islam dan Kristen. Ketika ada tetangga di kampung sedang mengalami kesusahan, reaksi warga yang ada di kampung menggalang dana dengan mengadakan bakti sosial seperti berkunjung ke setiap rumah untuk meminta sedekah setelah terkumpul semua dana tersebut di berikan kepada tetangga yang sedang mengalami kesusahan. Dalam peristiwa tersebut rasa peduli sesama umat Tuhan dan solidaritas yang tinggi pun menancap pada dada seorang penduduk di kampung tersebut.

 

Di sisi lain ketika ada orang Islam meninggal, orang Kristen juga ikut serta dalam menyiapkan peralatan yang dibutuhkan untuk keperluan jenazah, begitu sebaliknya apabila orang Kristen meninggal, orang Islam ikut serta dalam menyiapkan kebutuhan yang diperlukan. Sehingga dalam situasi yang sulit ini menjadi lancar dan terkendali.[4] Tradisi yang tidak ketinggalan dalam orang Muslim adalah ketika bulan suci tiba, satu hari sebelum puasa mengadakan megengan [5]di setiap masjid untuk kenduri, tidak lupa juga umat Kristen ikut serta merayakan, sehingga setiap umat bisa merasakan perbedaan dalam keserasian. Dalam umat Kristen ketika merayakan malam Natal, selalu membagikan parsel kepada tetangganya termasuk umat Islam, sehingga semua bisa merasakan walaupun perbedaan itu ada tetapi keharmonisanlah yang menyatukan. Pada saat hari raya muslim umat Kristen juga ikut serta datang ke rumah penduduk Islam dengan bersilaturahmi begitu pun sebaliknya.

 

[1] UUD 1945

[2]www.muslimmoderat.net/2017/06/jombang-didapuk-kota-paling-toleran

[3]Afifah.com/KAB.JOMBANG+JAWA+TIMUR/SEJARAH+KOTA+JOMBANG

[4]Menurut Bapak Budi selaku pengurus kebutuhan dan kekurangan GKJW Mojowarno

[5]Megengan adalah sebuah tradisi kenduri dalam islam di Masjid dalam menyambut bulan ramadan

Foto Penyerahan Njombangan Berbagi #BersamaLawanCorona

Hi Rek!

Terima kasih telah membantu lancarnya program Njombangan Berbagi #BersamaLawanCorona

Berikut ini adalah beberapa foto dokumentasi penyerahan bantuan.

“Penerima berjumlah sekitar 80 orang”


“Penerima berasal dari berbagai latar belakang profesi yang berbeda. Banyak di antara mereka yang sudah manula.”

“Penerima bantuan berasal dari 5 kecamatan berbeda: Jombang, Megaluh, Peterongan, Mojowarno, dan Diwek”

“Tidak semua orang yang diusulkan pengusul kami loloskan karena memang mereka belum sesuai dengan kriteria yang kami punya.”

“Kami berharap bantuan yang kami berikan dapat membantu meringankan beban hidup mereka walau hanya untuk beberapa hari saja ehehe :)”

Njombangan Berbagi #BersamaLawanCorona Gelombang 2

Terima kasih kepada semua teman dan keluarga besar Njombangan yang telah ikut serta dalam menyukseskan program Njombangan Berbagi #BersamaLawanCorona

Terdapat sekitar 80 orang yang berhak menerima bantuan dari Njombangan. Mereka tersebar di beberapa kecamatan seperti Megaluh, Jombang, Mojowarno, Peterongan, dan Diwek.

Beberapa foto penyerahan bantuan dapat dilihat di sini.

GELOMBANG 2

Karena masih besarnya animo yang kami terima dan masih banyaknya orang yang perlu dibantu, maka kami mengadakan Njombangan Berbagi gelombang kedua. Adapun detailnya dapat dilihat di sini.

Kami tunggu usulan teman-teman atas pihak yang berhak kiranya mendapatkan bantuan tersebut.

Kami berterima kasih atas segala dukungan teman-teman semuanya.Semoga kita selalu sehat dan bahagia.

Salam,

Njombangan

Mewujudkan Wisata Toleransi di Jombang

Hasri Maghfirotin Nisa

 

Latar Belakang & Permasalahan

Jombang mendapatkan gelar sebagai Kota Toleransi. Apakah hal itu benar adanya? Sedangkan masih banyak dari kita dan masyarakat sekitar yang kurang peka terhadap isu SARA (Suku, Agama, Ras, dan Antar Golongan). Contohnya semacam ini, “agamanya apa?”, “dari golongan mana?” “kok budayanya nggak sesuai sama orang Jombang?”, dan hal-hal yang terdengar ‘sepele’ lainnya. Apakah orang yang menanyakan hal tersebut sudah mengamalkan nilai-nilai toleransi? Hal semacam itulah yang dinamakan intoleransi hati.

Padahal, Jombang sudah membuktikan julukan kota toleransi dengan adanya acara AYIC, yang dihadiri 150 pemuda dari 22 negara mengikuti ASEAN Youth Interfaith Camp (AYIC) di Universitas Pesantren Tinggi Darul Ulum (Unipdu) Jombang, Jawa Timur. Selama tiga hari, peserta tinggal di pesantren. Acara ini dihadiri oleh ratusan pemuda lintas agama dan bangsa itu belajar toleransi di Jombang. (Detiknews.com, 2017)

 

Pembahasan

Pertanyaan yang muncul setelah acara tersebut di antaranya:

  1. ‘Apakah jika setelah adanya acara tersebut, masyarakat Jombang akan merasakan dampak positifnya secara langsung?’
  2. ‘Atau bahkan segilintir orang yang dapat merasakan acara tersebut sebagai bagian pembuktian dan kentalnya toleransi di Jombang?’
  3. ‘Bagaimana masyarakat Jombang yang tidak mengetahui acara tersebut atau bahkan orang-orang yang berada di pinggiran Kota Jombang?’

Keraguan ini dapat dipatahkan dengan cerita tentang perayaan Unduh-Unduh di GKJW Mojowarno yang diadakan setiap tahun. Seperti yang disebutkan FaktualNews.co (2019) dalam liputannya bahwa acara unduh-unduh ini adalah acara umat bersama, mengumpulkan hasil panen bersama yang kemudian diberikan pada masyarakat yang kurang mampu, acara ini sebagai bentuk toleransi warga Jombang di Mojowarno apalagi selalu diadakan sebelum bulan Ramadhan yang semua orang dapat menikmati acara ini. Hal tersebut membuktikan bahwa masyarakat Jombang yang berada di pedesaan pun memiliki toleransi tinggi, di Mojowarno memang terkenal dengan toleransinya karena beberapa agama saling hidup berdampingan tanpa masalah serius.

 

Solusi dan Implementasi

Selain itu, acara bertaraf internasional tadi mengajak peserta mengunjungi Patung Buddha Tidur di Mojokerto, Gereja Kristen Jawa Timur, Klenteng Hong San Kiong, dan makam Gus Dur. Pada akhir kegiatan, para pemuda diharapkan mengukir komitmen perdamaian melalui Deklarasi Jombang. Selain mondok selama tiga hari di Pesantren Unipdu, para peserta juga diundang untuk melihat langsung keberagaman kehidupan beragama di Indonesia yang berdampingan dalam damai. (MediaIndonesia.com, 2017)

Bahkan atas kunjungan para peserta tersebut, peserta merasa benar-benar merasakan toleransi di Kota Jombang. Tidak membedakan agama, dibuktikan dengan penerimaan yang sangat ramah di setiap tempat kunjungan. Hal ini membuat saya berpikir bahwa masyarakat Jombang juga perlu dikenalkan toleransi yang lebih bermakna walaupun dasar, karena jika memegang dasarnya dengan lubuk hati maka kemungkinan besar akan baik pula implementasinya. Jika pada acara AYIC hanya dihadari oleh pemuda di 22 negara, maka kita dapat mengadopsi ide serupa untuk mengajak mahasiswa dari berbagai universitas dan masyarakat umum untuk belajar nilai-nilai toleransi secara langsung. Warga Jombang yang heterogen ini akan difasilitasi sebuah program yang direncanakan bernama “Wisata Toleransi”. Hal ini bertujuan agar masyarakat di Jombang mengetahui makna dan pengamalan Jombang sebagai kota toleransi itu sendiri. Program ini sebaiknya tidak hanya didukung oleh organisasi sosial saja namun harus didukung oleh pemerintah.

Melalui kegiatan semacam ini maka kita mulai menerapkan tiga prinsip organisasi dan tatanan sosial yang dinamis sebagaimana dirumuskan oleh Max Weber. Prinsip tersebut yaitu tatanan budaya (status), tatanan politik (kekuasaan), dan tatanan ekonomi (kelas) (Rossi, 1993). Budaya yang mencakup agama yang dipegang oleh masyarakat Jombang dapat disatukan dengan kebudayaan, pemerintah kota, dan ekonomi sebagai pelebur kesenjangan masyarakat Jombang. Ketiganya sangat berarti dalam menjalankan suatu misi, sehingga aspek tersebut sangat penting untuk diperhatikan.

Pemerintah Jombang juga diupayakan untuk mendukung “Wisata Toleransi” ini dengan memfasilitasi program ini. Memfasilitasi dalam artian seperti menyediakan transportasi, minimal satu mini bus dengan jadwal keberangkatan tersistematis, agar masyarakat tidak perlu bingung bagaimana cara berangkat atau bergabung pada program ini. Namun, saya menyadari bahwa hal ini tidak semudah yang dibayangkan karena kembali lagi bahwa program ini harus diperjuangkan dengan secara sungguh-sungguh, butuh pembuktian serta value agar kita berhasil menggandeng pemerintah. Jika program ini terlaksana, maka hasilnya dapat menjadi suatu keuntungan bagi kota Jombang untuk mendukung tumbuhnya toleransi. Di lain sisi, program ini tentu akan menjadi “Wisata Toleransi” pertama di Indonesia yang terstruktur.

“Wisata Toleransi” ini tidak hanya sekedar wisata toleransi yang mengunjungi situs-situs berbagai agama di Jombang. Tetapi, terdapat pembelajaran mengenai toleransi yang diselipkan dalam program tersebut sehingga program tersebut membutuhkan tour guide atau ambassador yang kompeten dalam menyebarkan toleransi sampai ke dalam. Maksudnya ke dalam adalah tidak hanya toleransi sekadar di bibir namun juga secara aksi nyata serta tidak hanya beberapa orang namun untuk seluruh lapisan masyarakat Jombang, baik di kota, di desa, di pinggiran, di daerah pegunungan Jombang dan lainnya. Bahkan jika perlu, perlu adanya dua jenis program yaitu satu hari penuh atau menginap, karena dengan menginap seperti menginap di pondok pesantren akan mendapatkan nilai lebih dalam melaksanakan nilai-nilai toleransi. Hal itu tidak akan terjadi jika tidak adanya kerja sama.

 

Kesimpulan dan Saran

Sehingga dapat disimpulkan bahwa adanya wisata toleransi akan membuat masyarakat Jombang mengetahui makna toleransi serta tidak dengan mudah bersikap intoleran di kehidupan sehari-hari. Selain itu, kegiatan semacam ini dapat membuat masyarakat Jombang merasakan apa hal baru dan menjawab pertanyaan apa yang mereka pikirkan seputar toleransi. Lebih lanjut lagi, dengan adanya program ini maka intoleransi dapat dikendalikan dan diminimalisir dengan adanya “Wisata Toleransi”.

 

Referensi

Abdurrahman, Muslim. nu.or.id. June 02, 2017. http://www.nu.or.id/post/read/78490/junjung-toleransi-antar-umat-beragama-jombang-tuan-rumah-ayic-2017 (accessed May 20, 2019).

Budiarto, Enggran Eko. news.detik.com. October 28, 2017. https://news.detik.com/berita/d-3704142/pemuda-dari-22-negara-mondok-belajar-toleransi-di-pesantren-jombang (accessed May 19, 2019).

Lestari, Muji. Faktualnews.co. May 19, 2019. https://faktualnews.co/2019/05/19/mahasiswa-miami-amerika-kagumi-toleransi-warga-kota-santri/141128/ (accessed May 20, 2019).

Muslimoderat.net. June 03, 2017. http://www.muslimoderat.net/2017/06/jombang-didapuk-kota-paling-toleran.html (accessed May 19, 2019).

Rossi. 1993. Community Reconstruction after an Earthquake: Dialectical Sociology in Action. 1993. Westport, CT: Praeger

Suhartono, Rony. faktualnews.co. May 12, 2019. https://faktualnews.co/2019/05/12/perayaan-unduh-unduh-toleransi-dalam-masyarakat-di-jombang/140044/ (accessed May 20, 2019).

Syukur, Abdus. mediaindonesia.com. October 31, 2017. https://mediaindonesia.com/read/detail/129778-memotret-toleransi-di-jombang (accessed May 19, 2019).

Njombangan Berbagi #BersamaLawanCorona

Semoga kita semua dimanapun berada selalu dalam keadaan baik, sehat, sejahtera, dan bahagia. Amien.

Njombangan mengajak seluruh masyarakat untuk Bersama melawan Covid-19 melalui berbagai cara yang sederhana. Salah satunya adalah mendukung program Njombangan Berbagi.

Dengan semakin merebaknya wabah Corona, maka keluarga dari ekonomi lemah serta mereka yang berpenghasilan harian menjadi kelompok yang semakin rentan terkena dampaknya. Oleh karena itu, Njombangan kembali mengadakan program sosial Njombangan Berbagi untuk mengajak #BersamaLawanCorona

Kamu bisa mengusulkan tetangga, teman, keluarga atau siapapun di Jombang yang kiranya berhak menerima bantuan ini (one time assistance). Kriteria tersebut adalah:

  1. tergolong fakir miskin
  2. diutamakan bagi janda sepuh dan atau tergolong ekonomi lemah
  3. Jika memungkinkan, tidak sedang menerima bantuan serupa dari pihak lain

Silahkan untuk menginformasi data calon penerima paling lambat tanggal 6 April 2020 sbb:

Nama:

Alamat:

Pekerjaan:

Hubungan: keluarga/ tetangga/ teman lainnya

Nomor Hp mu yang bisa dihubungi

.

Kamu bisa mengirimkan data tersebut ke:

1. DM kami melalui Instagram @njombanganofficial

2. E-mail kami di njombangan@gmail.com CC: info@njombangan.com

3. Whatsapp CP ke 085890626260

*Mengingat jumlah paket program ini yang terbatas, maka kami akan menyeleksi usulan calon penerima. Usulan bukan first come first served.

Yuk kita saling jaga dan berbagi dengan cara #DirumahAja dan #BersamaLawanCorona

Info lengkap klik di sini.