• info@njombangan.com

Ini Cara Pengrajin Wayang di Jombang Bertahan di Tengah Modernisasi

Ini Cara Pengrajin Wayang di Jombang Bertahan di Tengah Modernisasi

Spread the love

Jombang – Seiring kemajuan zaman, kesenian wayang kulit semakin ditinggalkan masyarakat. Pertunjukan kesenian ini hanya muncul di waktu-waktu tertentu, bulan Sura misalnya.

Di tengah terpuruknya kesenian wayang kulit, ternyata masih ada tangan-tangan terampil yang konsisten melestarikan warisan nenek moyang masyarakat Jawa ini. Dia adalah Suparto.

Di usianya yang menginjak angka 72 tahun, dia masih terlihat piawai membuat aneka tokoh pewayangan. Berbeda dengan wayang kulit pada umumnya, wayang buatan Suparto menggunakan bahan karpet talang.

“Awalnya saya perbaiki rumah saya, ada bekas karpet talang daripada dibuang saya bikin wayang,” kata Suparto menjawab pertanyaan wartawan terkait inspirasi yang mendorongnya membuat wayang berbahan karpet talang, Senin (6/11/2017).

Sebelum menjadi pengrajin wayang karpet, Suparto sempat menjadi tukang tambal ban. Namun, kondisi fisiknya yang kian renta, membuatnya beralih profesi. Kini rumahnya di Desa Sukodadi, Kabuh, Jombang disulap jadi bengkel kerja.

Berbekal ketrampilan dan kegemarannya membuat wayang kulit sejak duduk di bangku SD (dulu sekolah rakyat/SR), dia mencoba berinovasi. Menurut dia, karpet talang lebih awet jika dibandingkan kulit sapi atau kerbau.

Pasalnya, wayang yang dia buat untuk hiasan rumah, sehingga membutuhkan keawetan. “Bahan karpet talang tidak mudah rusak. Kalau bahan kulit untuk pajangan, lama kelamaan akan rusak karena keropos,” ujarnya.

Di tangan Suparto, karpet talang yang biasa untuk menahan air di atap rumah, disulap menjadi wayang bernilai tinggi. Tak jarang dia memanfaatkan karpet bekas untuk membuat karyanya.

 

Kendati begitu, wayang buatan Suparto tak kalah indah jika dibandingkan dengan wayang kulit pada umumnya. Dia pun mahir membuat aneka tokoh pewayangan.

Mulai dari tokoh Pandawa Lima yang terdiri dari Yudhistira atau Puntadewa, Bima atau Brotoseno, Arjuna atau Permadi, Nakula dan Sadewa, hingga tokoh Punakawan seperti Semar, Gareng, Petruk, Bagong dan Togog.

“Harganya kalau tokoh Pandawa Lima Rp 300-500 ribu, kalau bentuk Buto sampai Rp 600 ribu karena ukurannya lebih besar,” terangnya.

Suparto berharap, ada generasi milenial yang tertarik untuk belajar membuat wayang kulit. Di lain sisi, dirinya juga berharap pemerintah peduli untuk melestarikan kesenian wayang agar tak semakin terkikis.

“Harus ada generasi penerus yang mau menekuni kerajinan dan kesenian ini,” tandasnya.
(fat/fat)

 

Penulis: –
Article courtesy: detik.com
Photo courtesy: detik.com
admin

Njombangan adalah inisiatif untuk melestarikan dan mempromosikan heritage Jombang berupa seni, budaya, bahasa, adat, sejarah, peninggalan bangunan atau bentuk fisik serta lainnya.

Leave your message