Jombang – Wilayah Sumobito sejak dulu dikenal sebagai sentra produksi kerupuk. Seiring perkembangan waktu, sejumlah produsen mulai mencari cara agar tidak selalu bergantung tepung sebagai bahan baku utama. Salah satunya memanfaatkan kulit ikan.
Seperti dilakukan Muhammad Dhofar, warga Desa Badas, Kecamatan Sumobito, yang mulai menekuni produksi kerupuk dengan bahan baku kulit ikan. Kemarin (8/3) Jawa Pos Radar Jombang melihat langsung proses produksi kerupuk kulit ikan di rumahnya.
“Baru dua bulanan ini mencoba buat kerupuk dari bahan baku kulit ikan. Kalau dari tepung kan sudah biasa,” katanya. Kulit yang dijadikan Dhofar bahan baku krupuk berasal dari ikan patin dan ikan kakap. “Beli di Tembelang setiap tiga hari sekali 10 kilo,” lanjutnya.
Kerupuk kulit ika patin dan kakap yang sudah dikemas dan siap dijual. (Mardiansyah Triraharjo/Jawa Pos Radar Jombang)
Per kilogram kulit ikan patin mentah, ia beli Rp 15 ribu. Sedangkan kulit ikan kakap per kilo Rp 17 ribu. “Setelah tiba di rumah, kulit ikan direndam dengan air panas untuk menghilangkan lemak dan kotoran,” tambahnya. Dalam proses pembersihan, ia dibantu tetangga yang seluruhnya ibu rumah tangga.
“Kulit ikan dibersihkan sisiknya, terutama kulit ikan kakap. Kalau kulit ikan patin, biasanya yang dibersihkan adalah sisa daging dan lemaknya,” ujar Dhofar.
Selesai dicuci, kulit ikan dicampuri bumbu yang terbuat dari bawang putih, ketumbar, kunyit, dan garam. Khusus untuk garam, ia mengaku tak sembarangan menggunakan garam.
“Hanya satu merk garam yang dipakai, dan itu dipilih berdasarkan pengalaman selama ini. Kalau gonta-ganti merek garam, rasa kerupuknya sudah berbeda,” ucapnya. Setelah kulit ikan bercampur dengan bumbu, lantas dijemur. Proses ini butuh waktu dua hari.
“Jika cuaca panas ya butuh dua hari saja, tapi kalau mendung bisa lebih lama,” tambahnya.
Jika sudah kering, kulit ikan yang sudah berbentuk seperti krecek itu digoreng. Berbeda dengan kerupuk tepung yang menggunakan plastik panjang dan ditali, dalam pengemasan kerupuk kulit ikan ini menggunakan plastik persegi dan dipress menggunakan mesin pemanas.
Itu karena kerupuk kulit tidak dipasarkan secara keliling ke rumah-rumah penduduk. Melainkan untuk dipajang di toko modern. “Kalau untuk tetangga sendiri, biasanya tidak perlu dikemas seperti ini. Pakai kresek saja cukup,” ujarnya. Per 100 gram, kerupuk kulit ikan patin ia jual Rp 18 ribu. Sedangkan untuk kerupuk kulit ikan kakap seharga Rp 20 ribu per 100 gram.
Melalui Uji Coba Berkali-kali
BUTUH proses lama untuk Muhammad Dhofar bisa memproduksi kerupuk kulit ikan. Karena belum punya pengalaman, Dhofar memberanikan diri untuk bereksperimen. Awalnya, membeli kulit ikan patin dan kakap untuk uji coba dibuat kerupuk.
“Awalnya beli sedikit untuk belajar. Pertama dua kilo yang dicoba, tapi ternyata gagal,” katanya. Kulit ikan patin dan ikan kakap itu membusuk, Dhofar pun terpaksa membuangnya. Kejadian ini ia alami berkali-kali. “Kalau dihitung, ada 10 kilogram kulit ikan yang terbuang karena eksperimen gagal itu,” lanjutnya.
Namun ia belum menyerah. Dhofar kembali membeli kulit ikan patin dan kakap. Hingga akhirnya ia pun berhasil membuat kerupuk tanpa bahan pengawet. “Ternyata kuncinya ada di penjemuran. Kulit harus benar-benar kering sebelum digoreng. Supaya awet hingga satu bulan,” imbuhnya.
Selama eksperimen itu, Dhofar menemukan fakta ternyata kulit ikan ketika dikeringkan mengalami penyusutan berat yang cukup banyak. Per 10 kg kulit ikan patin basah, ketika sudah kering susut menjadi 4,5 kg. “Kulit ikan kakap malah lebih banyak susutnya, per 10 kilo susut menjadi 4 kilo kurang,” tambahnya.
Ini yang menurut Dhofar jadi penyebab harga jual kerupuk kulit ikan kakap lebih mahal dari kerupuk kulit ikan patin. “Harga beli bahan bakunya mahal, susutnya juga lebih banyak. Jadi ya terpaksa jual dengan harga mahal,” pungkasnya. (*)
(jo/mar/mar/JPR)
Photo courtesy: Radar Jombang
Article courtesy: Radar Jombang