Jombang – Sampai kini pun cacing dianggap hewan yang menjijikan. Namun bagi Sukartono, warga Dusun Rejosari, Desa Gedangan, Kecamatan Mojowarno, Kabupaten Jombang, hewan ini sangatlah berharga.
Ia bahkan harus berani membuang jauh jauh rasa jijiknya terhadap cacing. Itu dimulai Sukartono sejak setahun yang lalu tepat ketika dia tertarik budidaya cacing tanah jenis lumbricus rubellus atau sering disebut cacing ekor kuning.
Kini, dengan keuletannya budidaya cacing ada puluhan kotak sebagai tempat penangkaran cacing di depan rumahnya. Sukartono tak butuh tempat khusus untuk membudidayakan cacing, dia bisa memanfaatkan halaman, ruang kosong hingga kandang ayam.
Beberapa cacing dewasa berukuran 10 – 14 cm juga ada yang diletakkan di bawah tanah di sekitar tanaman cabai. Namun terlebih dulu tanah tersebut diberi kotoran ternak yang sudah mengering.
Ditemui di rumahnya kemarin (14/1), bapak tiga anak ini menceritakan bagaimana dia tertarik dengan hewan menggeliat ini. ”Dulu awalnya saya jijik dengan cacing, namun itu perlahan lahan hilang setelah menggeluti hobi atau budidaya cacing ini,” ujar dia.
Cacing tanah asal Eropa ini memang hampir mirip dengan cacing pada umumnya. Namun bedanya, ekor pada cacing ini berbentuk pipih dan berwarna sedikit kekuning-kuningan. Selain itu, cacing ini juga tak bisa hidup di dalam lumpur laiknya cacing tanah cacing sawah. ”Memang hampir mirip, tapi ada perbedaan,” jelas dia.
Awal mula Sukartono budidaya cacing dimulai pada akhir 2017 lalu. Dia mendapatkan informasi bisnis menjanjikan budidaya cacing dari saudaranya, yang kemudian diminta langsung membeli bibit cacing dengan modal Rp 50 ribu. ”Langsung saya coba membeli bibit karena saya pertimbangkan unsur ekonomisnya, beli bibit cuma sekali dan bisa dipanen tiap bulan,” beber pria usia 56 ini.
Lambat laun sembari mempelajari tentang siklus hidup cacing, akhirnya dia mulai mengerti. Apalagi, budidaya cacing tak membutuhkan makanan yang mahal. Sebab, cukup diberi sayuran busuk cacing sudah bisa berkembang dengan maksimal. Namun, karena sayur busuk agak sulit dicari dia hanya memberi makan cacing-cacingnya dengan kotoran hewan.
”Kotoran ternak terutama sapi dan kambing saya dapatkan gratis. Bahkan orang-orang sangat suka ketika kotoran ternak mereka saya ambil. Kan kandangnya jadi bersih,” beber dia.
Dalam sehari, satu petak tempat pembudidayaan cacing yang berisi sekitar 10 kilogram cacing, hanya diberi makan sekali saja. Yakni pagi hari sekitar pukul 09.00, dia cukup meracik kotoran ternak dengan beberapa serbuk gergaji. ”Ya menggunakan serbuk gergaji agar tanahnya makin lembab. Karena cacing akan mati ketika terkena panas,” pungkasnya. (*)
(jo/ang/mar/JPR)