JOMBANG – Selain kopi Jegidik, ada lagi kopi lanang yang menjadi produk perkebunan khas Wonosalam. Kopi lanang memang terdengar awam bagi pecinta kopi, namun bagi masyarakat yang tinggal di lereng Gunung Anjasmoro itu, kopi lanang sudah dikenal sejak dulu.
Imam Choiril, 28, adalah salah satu petani kopi lanang asal Dusun Mendiro, Desa Panglungan, Kecamatan Wonosalam, Kabupaten Jombang. Aktivitasnya hampir setiap hari full dengan pengolahan kopi lanang.
Setelah dijemur di bawah terik matahari kurang lebih selama tiga minggu, bapak satu anak ini menyortir mana biji kopi lanang dan mana biji kopi biasa.
Ya, sebutan kopi lanang adalah istilah penamaan kopi ekselsa (asisah) yang ukurannya lebih kecil dari biji kopi pada umumnya. Selain bijinya lebih mungil, rasa dan khasiat kopi jenis ini dipercaya memiliki efek manjur. Misalnya, untuk kekebalan tubuh dan penambah stamina bagi pria.
”Mungkin istilah kopi lanang kurang begitu populer di masyarakat. Tapi, kopi jenis ini sudah turun temurun bagi masyarakat Wonosalam,” ujar dia. Dijelaskan, kopi lanang tidak hanya bijinya yang kecil. Melainkan jumlah biji pada buah hanya satu saja.
”Sebuah kopi kalau dibuka pasti bijinya ada dua. Tapi kopi lanang ini hanya satu saja,” terangnya. Lebih lanjut dia memerinci, biasanya dalam satu pohon kopi, biji kopi lanang hanya ditemukan sekian dari banyaknya biji kopi. Biji kopi lanang adalah penyebutan pada biji yang tumbuh kurang maksimal.
”Jika biji kopi pada umumnya, itu bentuknya agak lonjong, tapi kalau biji kopi lanang bentuknya cenderung bulat,” papar dia. Lantas bagaimana rasanya? Bagi lidah orang biasa, rasa kopi lanang saat diseduh hampir sama dengan kopi asisah pada umumnya.
Saat Jawa Pos Radar Jombang mencicipi secangkir kopi yang disediakan Iril, sapaan akrabnya, rasanya sama saja, ada campuran asam dan pahit yang menempel di lidah.
”Namun sebenarnya, lebih asam biji kopi lanang, dan ada beberapa keistimewaan diantaranya menambah stamina dan kekebalan tubuh. Tubuh menjadi lebih hangat,” papar dia.
Sayang, saat ini kopi lanang belum bisa dipasarkan secara meluas. Selain kopinya yang sulit dicari, cara pemilahan kopi ini cukup lama. Karena butuh kejelian saat menyortir kopi asisah biasa dengan kopi lanang.
”Saat ini kami masih kembangkan, karena terus terang kalau dijual dalam jumlah banyak stoknya yang kurang,” tandasnya. Namun, bagi pecinta kopi tidak ada salahnya berburu sendiri ke Wonosalam atau pesan jauh-jauh hari kepada salah satu petani kopi di Wonosalam.
”Ya bisa pesan tapi lama, karena mencari biji kopi ini tidaklah mudah,” papar dia. Harga yang ditawarkan untuk satu kilo biji kopi lanang juga lebih mahal. Karena sulit dicari, harga kopi ini dipasarkan dua kali lipat.
Kurang lebih Rp 70 ribu per kilogram. ”Berbeda dengan kopi asisah biasa yang harganya sekitar 30 sampai 40 ribu per kilogram,” pungkasnya. (*)
(jo/ang/mar/JPR)