JOMBANG – Dusun/Desa Cupak, Kecamatan Ngusikan dikenal sebagai sentra penghasil arang. Usaha kreatif ini sudah digeluti warga sejak puluhan tahun silam dan hingga kini terus bertahan.
Berada di antara hutan, Dusun Cupak juga dikenal sentra produksi arang. Maklum, di sana ada belasan perajin arang. Salah satunya milik Suja’i. ”Sebenarnya saya full buat arang itu 2012,” kata Suja’i saat ditemui Jawa Pos Radar Jombang di rumahnya.
Diceritakan, memproduksi arang sudah ditekuni warga setempat sejak puluhan tahun silam. Diperkirakan sudah berjalan sekitar 1980-1990-an. ”Pokoknya sejak mbah-mbah dulu sudah buat arang, waktu itu buatnya, istilahnya sedikit dan di tengah hutan,” imbuh dia.
Seiring berjalannya waktu, pola produksi arang berubah. Semula berada di tengah hutan kini beralih ke permukiman warga. ”Kalau tidak salah 2010-an itu mulai banyak lagi, karena sudah pakai jubung (tempat pembakaran kayu),” ujar Suja’i.
Saat ini, ada sekitar 12 unit perajin arang. Mereka mayoritas sudah memiliki tempat pembakaran sendiri di rumah masing-masing. ”Sekarang sudah mulai banyak lagi, milik saya malah paling kecil produksinya,” tutur dia sembari tertawa.
Berbeda dengan perajin lainnya, Sujai’i baru memproduksi arang saat ada pesanan. Salah satunya mempertimbangkan keterbatasan modal. ”Buat beli kayunya, bahan baku arang butuh modal. Karena kalau arang paling bagus itu dari pohon asem dan angsana,” tutur dia.
Sebenarnya banyak jenis kayu lain juga bisa dijadikan bahan baku pembuatan arang. Hanya saja kualitasnya kurang baik. ”Misal kayu pohon mangga, petai juga bisa dibuat arang, cuma kualitasnya kalah dengan kayu asem, angsana,” bebernya.
Proses pembuatan arang membutuhkan waktu cukup panjang. Pertama, tentu menyiapkan bahan baku kayu. Setelah seluruh kayu terkumpul, lalu dipotong. Kemudian dimasukkan ke tempat pembakaran. Proses pembakaran membutuhkan waktu hingga maksimal satu minggu. ”Setelah itu asapnya dihilangkan, baru disiram lalu dijemur,” tutur dia.
Lama proses penjemuran tergantung kondisi cuaca. sebab, penjemuran hanya mengandalkan teri matahari. Biasanya berlangsung hingga dua hari. ”Juga tergantung pemesan, karena kadang ada yang minta kering ada juga agak basah,” lanjut Suja’i.
Arang miliknya biasanya dijual ke Sidoarjo dan Surabaya. Harganya tergantung jenis kayu yang dipakai. ”Kalau punya saya terakhir jual satu kilogram Rp 26.000-Rp 28.000, sekali bongkar dapat 1 ton,” kata Suja’i. (fid/naz/riz)
Catatan: konten berita dan foto dalam artikel ini adalah courtesy dari Radar Jombang – Jawa Pos Group. Njombangan memberitakan kembali agar berita ini bisa dapat diketaui dan diakses oleh lebih banyak masyarakat. Terima kasih kepada Radar Jombang yang selalu memberitakan hal-hal menarik di Jombang.