Riska Herlin A.
Latar Belakang & Permasalahan
Perbedaan adalah suatu unsur yang memiliki ketidakserasian. Dilihat dari pengambilan sudut pandang, perbedaan dapat dibedakan menurut letak atau posisinya. Perbedaan berdasarkan letak atau posisi dibagi menjadi dua, yaitu secara vertikal dan secara horizontal. Perbedaan secara vertikal biasa disebut stratifikasi berarti terdapat perbedaan tingkatan di dalamnya. Sehingga, perbedaan tersebut mengandung unsur yang memiliki letak teratas dan terbawah. Sedangkan, perbedaan secara horizontal atau diferensiasi menunjukkan adanya ketidakserasian suatu unsur yang letaknya sejajar atau sama. Unsur yang termuat dalam kedua perbedaan tersebut biasanya mengindikasikan ketidakserasian sosial. Keduanya merupakan kategori perbedaan dalam lingkup hubungan yang ada di kehidupan manusia sehari-hari.
Tujuan Penulisan
Indonesia merupakan surganya perbedaan mulai dari perbedaan budaya, suku, ras, agama, dan lain sebagainya sebab negara ini memiliki wilayah yang sangat luas dari Sabang hingga Merauke. Di sisi lain, hal itu menjadi kebanggaan tersendiri bagi Bangsa Indonesia sebab perbedaan tersebut sangat berwarna-warni layaknya pelangi. Walaupun, kita tidak dapat memungkiri bahwa hal tersebut pula yang menjadi pemicu besar dalam perpecahan di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini. Oleh karena itu, tulisan ini mengangkat contoh positif dalam rangka merawat perbedaan dari Kabupaten Jombang sebagai Kota Toleransi. Sehingga, segala gesekan yang muncul di Indonesia dapat diselesaikan dengan baik tanpa menimbulkan perpecahan.
Solusi & Implementasi
Setiap daerah di Indonesia pasti memiliki karakteristik yang beraneka ragam. Salah satunya adalah wilayah Jombang, sebuah kabupaten yang ada di Pulau Jawa tepatnya di Provinsi Jawa Timur. Kabupaten Jombang memiliki keunikan tersendiri, sehingga banyak orang menyebutnya KOTA SANTRI. Kenapa demikian? Hal itu dikarenakan ada lebih dari 50 pondok pesantren terdapat di Kabupaten Jombang yang letaknya di pelosok hingga di dekat pusat pemerintahan. Hal ini mengindikasikan bahwa mayoritas penduduk yang tinggal di Kabupaten Jombang beragama Islam. Walaupun demikian, bukan berarti semua warga yang ada di dalamnya adalah muslim. Sebagian masyarakatnya juga memeluk agama Kristen, Konghucu, Hindu yang dapat hidup berdampingan dengan warga lainnya. Selain itu, terdapat etnis yang beragam di Kabupaten ini seperti Jawa, Tionghoa, maupun etnis lain yang datang dari wilayah lain dan memutuskan untuk menetap.
Walaupun terdapat agama mayoritas dan minoritas di Jombang, hal itu tidak menjadi kendala dalam kehidupan maupun jalannya pemerintahan di Kabupaten Jombang. “Tidak penting apa pun agama atau sukumu. Kalau kamu bisa melakukan sesuatu yang baik untuk semua orang, orang tidak pernah tanya apa agamamu”, begitulah dawuh sang Bapak Pluralisme Indonesia. Beliau adalah K.H Abdurrahman Wahid atau biasa disapa Gus Dur, cucu dari pendiri Nahdlatul Ulama sekaligus Pahlawan Nasional: K.H Hasyim Asy’ari. Beliau mengajarkan nilai toleransi yang sangat tinggi semasa hidupnya. Itulah yang menjadi pegangan, juga panutan bagi masyarakat Jombang. Walaupun beliau beragama muslim, tapi beliau tetap menjunjung tinggi persamaan hak biarpun itu berbeda agama, etnis atau perbedaan lainnya. Beliau memandang semua hal itu memiliki kedudukan yang sejajar, tidak ada yang didahulukan ataupun ditinggalkan.
Nilai toleransi tersebut sudah seperti menjadi turun temurun dan wajib untuk dilaksanakan. Banyak hal yang dapat dilakukan warga Jombang untuk memupuk rasa toleransi antar perbedaan yang ada. Mulai dari adanya pembentukan suatu organisasi atau komunitas yang berjalan entah di bidang sosial, persamaan hobi, atau lainnya. Dengan seperti itu, maka nilai-nilai toleransi akan mudah diterima.
Dengan rasa bangga saya mendapati banyaknya masyarakat yang mampu mengimplementasikan nilai toleransi dalam kehidupan bermasyarakat. Seperti halnya yang saya temui disalah satu gereja yang ada di Kecamatan Mojoagung. Banner bertuliskan “SELAMAT MENUNAIKAN IBADAH PUASA” terpampang di depan gereja. Mewakili umat kristiani yang beribadah di situ, komunitas gereja menyampaikan dengan ramah pada umat muslim akan datangnya bulan suci Ramadhan. Walaupun agama Kristen menjadi salah satu agama minoritas, bukan berarti mereka yang menjadi umat Kristiani merasa terpojokkan, dan tidak peduli dengan keberadaan agama mayoritas yang ada dilingkungannya. Tidak hanya itu, bahkan sesekali tampak beberapa kaum gereja mengadakan kegiatan bagi takjil untuk berbuka puasa untuk umat muslim. Seperti halnya yang dilakukan Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman istri dari Gus Dur. Beliau mengadakan BUKBER (Buka Bersama) di Klenteng Hong San Kiong Kecamatan Gudo, Rabu (6/6/2018)*. Hal ini menunjukkan bahwa adanya toleransi antara umat Islam dan Konghucu. Banyak wejangan yang disampaikan oleh Hj. Sinta Nuriyah Abdurrahman. Salah satunya adalah ajakan untuk hidup rukun dan saling menghormati perbedaan yang ada karena menurut beliau, perbedaan itu adalah sunnatullah. Istri dari Presiden ke-4 Republik Indonesia ini juga mengajak masyarakat yang hadir untuk menyanyikan lagu wajib nasional “Satu Nusa Satu Bangsa” bersama-sama, sebagai tanda perbedaan itu untuk persatuan.
Adapun bukti lain yang telah saya jumpai mengenai perwujudan dari usaha untuk menguatkan nilai toleransi di Jombang adalah adanya sebuah organisasi yang membantu lansia yang masih mempunyai semangat untuk produktif namun, memiliki beberapa faktor keterbatasan untuk menunjangnya. Organisasi ini bernama Share If You Care Jombang. Anggota dari organisasi ini memiliki agama yang berbeda-beda. Meskipun demikian, mereka tetap bersatu tanpa memandang perbedaan satu sama lain.
Kesimpulan & Saran
Hal seperti uraian di atas perlu dikembangkan di semua aspek kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Masih ada banyak hal yang dapat digunakan sebagai media pengembangan nilai-nilai toleransi bagi masyarakat, khususnya di Kabupaten Jombang. Dengan aktifnya kita melakukan hal yang bersangkutan dengan perbedaan, maka jiwa toleransi tinggi akan dapat mengalahkan rasa keegoisan dan kesombongan yang ada.
Oleh karenanya, perbedaan itu merupakan hal yang wajar dan cenderung diperlukan. Tanpa memahami perbedaan, manusia akan selalu angkuh berjalan di atas manusia lain. Sehingga, penghargaan akan diferensiasi sosial perlu dijunjung tinggi agar tumbuh kesadaran untuk saling menghargai perbedaan yang sesungguhnya mempunyai kedudukan sama. Perbedaan bukan berarti harus saling membenci tetapi saling melengkapi. Ibarat kata apalah rasa masakan jika hanya diberi gula tanpa adanya bumbu masak lainnya.
*)Berdasarkan informasi yang didapat dari intagram @info_jombang