JOMBANG – Saat bepergian ke Wonosalam, tak ada salahnya mampir sejenak di Masjid Al-Hidayah yang terletak di Dusun Mutersari, Desa Ngrimbi, Kecamatan Bareng. Masjid tua berukuran mungil ini berdiri satu pagar dengan Gereja Kristen Jawi Wetan (GKJW) Mutersari selama berpuluh puluh tahun.
Cerita yang dihimpun Jawa Pos Radar Jombang menyebutkan, pendiri masjid itu Miskunadi, salah seorang warga setempat yang dikenal tekun beribadah. Awalnya, ia hanya membangun sebuah langgar alias musala panggung berbahan bambu sekitar 1967 silam. Dia menggunakan tanah pribadinya sebagai tempat berpijak musala tersebut.
Lambat laun berjalan, Miskunadi mengembangkan bangunan untuk dijadikan masjid yang sedikit lebih layak. Diawali dengan bangunan setengah tembok, agar masjid lebih kokoh saat dipakai beribadah umat Islam. ”Sebenarnya kalau masjid dan gereja ini dibangun lebih dulu gereja. Kalau tidak salah, gereja dibangun 1914, dan masjid 1967,” ujar Nuning Wulandai, anak kandung Miskunadi yang ditemui kemarin (7/2).
Kala itu, di dusun tersebut jumlah umat muslim lebih sedikit dibanding umat kristiani. Karena memang umat kristiani lebih lama menetap di Dusun Mutersari. Sedangkan umat muslim merupakan warga pendatang.
Kendati demikian, berpuluh puluh tahun hidup berdampingan baik umat muslim maupun umat kristiani, tidak pernah merasa terusik dengan kegiatan ibadah masing masing. Mereka tetap rukun dan menjaga toleransi umat beragama satu sama lain.
”Sejak puluhan tahun kita tetap menghormati satu sama lain,” jelasnya. Misalnya, saat jemaat GKJW melakukan ibadah kebaktian Sabtu malam minggu. Di waktu bersamaan, umat muslim melakukan bari’an atau pengajian. Mereka tetap menjalankan kegiatan masing masing. ”Ya tetap dijalankan bersama-sama. Kita saling menghargai,” tandas Nuning.
Namun khusus untuk peringatan kegiatan besar, seperti acara unduh-unduh ataupun Hari Raya Idul Fitri tentu ada perbedaan. Salah satu umat harus mengalah dengan menghormati.
”Misalnya disamping ada unduh-unduh ya otomatis kita tidak menggunakan speaker waktu adzan, kita menghormati dengan cara itu. Tapi kita ya tetap menjalankan ibadah salat lima waktu,” tegasnya. (*)
(jo/ang/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com