JOMBANG – Kabupaten Jombang ternyata memiliki banyak produk makanan ringan dari industri rumah tangga. Kali ini yang ditemukan adalah kacang goreng sangrai atau yang digoreng menggunakan pasir. Suratman, warga Dusun Mlaten, Desa Selorejo, Kecamatan Mojowarno, adalah salah satu produsen makanan jenis ini.
Ia bahkan sudah menekuni usaha produksi kacang sangrai sejak 47 tahun silam. Dia merupakan salah satu diantara sekian warga yang menggeluti usaha kacang sangrai di wilayah tersebut. Suratman mengungkapkan sudah puluhan tahun menekuni usaha kacang sangrai.
“Sejak 1971 sudah mulai produksi sendiri,” kata dia. Usaha kacang goreng sangrai menurut Suratman sebelumnya juga sudah dilakukan orang tuanya. “Lebih tepatnya usaha turun-temurun, meneruskan mbah-mbah dulu. Sejak jaman Jepang di sini sudah ada ampyang,” imbuh dia.
Singkat cerita, karena meneruskan usaha keluarga, kakek usia 67 tahun ini mengungkapkan hingga sekarang ini alat yang dipakai masih tetap tradisional. Seluruh pekerjaan dilakukan manual. Mulai dari penggorengan, pemilahan kacang hingga pengepakan.
“Dulu itu pernah pakai oven, terus drum tapi nggak jalan. Nggak ada yang laku, terus balik lagi pakai pasir,” papar Suratman. Dengan dibantu enam orang pekerja notabene masih sanak keluarganya, dalam sehari kata dia bisa menggoreng hingga empat kuintal kacang. Mulai dari pukul 07.00 hingga 14.00 WIB.
“Satu orang dua kuintal, itu kacangnya sudah matang. Tinggal dipilah dan dikemas,” sebut Suratman. Tentunya, melihat cuaca. Sebab, ketika sudah musim hujan, biasanya kurang dari empat kuintal. Salah satu penyebabnya, lantaran waktu kacang dijemur bertambah.
“Semua tergantung kacangnya, kalau kacangnya basah waktu jemur sampai satu hari. Kalau kacangnya kering dibasahi air dulu satu hari satu malam lalu langsung digoreng, nggak usah dijemur lagi,” urai dia.
Uniknya, meski produksi berada di Jombang, untuk bahan baku atau kacang jenis hibrida itu justru didapat dari luar Jombang. Biasanya dia membeli dari Nganjuk, Mojokerto, Kabupaten Malang hingga Bojonegoro.
“Bahan baku dari luar semua, kalau kemarau begini dari Dawarblandong (Mojokerto). Nah nanti kalau sudah musim hujan itu mengambil dari Malang dan Blitar,” sebut dia.
Karena dari beragam daerah, maka kacang-kacang tersebut pun kondisinya berbeda. Perlu dilakukan pemilahan terlebih dahulu sebelum dikemas dalam plastik dengan ukuran beragam. “Kalau di Jombang jarang, adanya kacang kecil-kecil. Kalau yang ini jenis hibrida semua, jadi agak besar,” tutur Suratman.
Karena masih bertahan dengan alat tradisional, kata Suratman kacang yang dia jual itu murni tanpa tambahan. “Tidak ada perasa maupun pengawet, murni dari sawah kita olah kemudian kita kemas. Kalau kacang basah yang dijemur dulu itu bisa bertahan sampai tiga bulan. Kalau yang kering hanya satu bulanan saja,” rinci dia.
Meski masih memakai alat tradisional, penjualan kacang sangrai itu hingga luar Jombang. “Satu minggu biasanya jual satu ton, itu keluar kota semua. Mulai Mojokerto, Malang sampai Gresik,” sebut dia.
Justru musim kemarau seperti sekarang ini yang ditunggu-tunggu. Sebab, penyusutan kacang sewaktu produksi tak begitu banyak.
“Kondisi kacang setiap daerah berbeda, kalau kemarau begini penyusutannya nggak banyak, satu kilogram rata-rata hanya setengah kilogram saja. Musim hujan sekitar empat sampai lima ons terkadang malah ada yang nggak jadi,” pungkas dia seraya menyebutkan harga per kilonya dibandrol Rp 20 ribu. (*)
(jo/fid/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com