SURYA.co.id | JOMBANG – Sejumlah petani di Kecamatan Tembelang, Kabupaten Jombang, mulai mengembangkan tanaman sorgum. Setidaknya terlihat di Desa Tampingmojo, Kecamatan Tembelang, para petani mulai memanen hasil tanamannya, Senin (13/11/2018).
Muhammad Irfan (50), salah satu petani Desa Tampingmojo, tampak sibuk memanen tanaman yang lebih dikenal dengan nama Jagung Cakul oleh masyarakat desa. Sorgum bisa dipanen antara umur 90 sampai 100 hari.
Tanaman sorgum adalah jenis tanaman rumput-rumputan, dan masih satu golongan dengan padi, jagung dan sandum. Di Jawa, sorgum dikenal dengan nama cantel atau jagung cakul.
Tanaman yang masuk dalam urutan kelima bahan pangan setelah jagung, padi, gandum dan jelai ini, sudah mulai dikembangkan di sejumlah desa di Kecamatan Tembelang, Jombang.
Camat Tembelang, Wor Windari, mengatakan, sorgum sebagai tanaman pangan alternatif diharapkan dapat menjadi produk unggulan petani di wilayah Kecamatan Tembelang, Jombang.
“Saya berharap sorgum ini bisa jadi produk unggulan, setelah Padi dan jagung. Kalau ngomong Sorgum ya kecamatan Tembelang,” kata Wor Windari, usai mengikuti panen petani sorgum.
Wor Windari menjelaskan, saat ini sudah terdapat tidak kurang tiga hektare lahan petani yang ditanami sorgum. Luasan itu tersebar di sejumlah desa.
“Di Tembelang ini, sorgum baru dikenalkan kembali sejak setahun lalu. Memang belum banyak petani menanam sorgum. Tapi saya optimistis sorgum akan menjadi bahan pangan alternatif di Tembelang. Tentu saya mendukung dan akan memfasilitasi,” tandasnya.
Masih menurut Camat Wor Windari, sorgum ini dapat menjadi pangan alternatif selain padi dan jagung. Biji sorgum dapat diolah menjadi berbagai jenis makanan. Mulai dijadikan beras sorgum, tepung, bubur, kue basah dan kue kering.
“Ini mulai dikembangkan untuk bahan makanan dan kue. Ibu-ibu PKK mulai mengembangkan varian makanan berbahan sorgum. Mulai wingko, bubur sorgum, sampai kepada kue kering,” imbuhnya.
Camat Windari juga memastikan, sorgum telah memiliki pasar sendiri. Dikatakannya, permintaan akan sorgum cukup besar dari berbagai daerah.
“Sudah banyak permintaan, meski belum semaaif beras dan jagung. Petani tidak perlu khawatir nanti tidak ada yang membeli. Karena kita masih kesulitan untuk memenuhi permintaan dari luar daerah, Bandung, Bogor, Tasikmalaya, Malang, misalnya,” tambahnya.
Muhammad Irfan salah satu petani, mengatakan, ia kini lebih memilih menanam sorgum ketimbang jagung yang sebelumnya sering ia tanam. Sebab, biaya produksi sorgum relatif lebih murah dari pada Jagung.
“Biaya lebih ringan, baik pengairan mapun pemupukan. Kalau jagung itu tiga kali mengairi. Tapi tanaman sorgum cukup satu dua kali. Sorgum juga kuat dan tidak gampang diserang hama sehingga relatif aman,” kata Irfan.
Diakui Irfan yang juga perangkat desa setempat, dirinya baru pertama kali menanam sorgum, dengan lahan percobaan seluas sekitar 100 ru atau sekitar 1.428 meter persegi.
Dengan lahan seluas itu, Sorgum miliknya bisa menghasilkan berat 1 ton saat panen. Dengan harga kisaran Rp 4.000 hingga Rp 5.000 per kilogram.
“Insyaallah ke depannya akan semakin banyak petani yang ikut menanam sorgum. Saya sendiri akan menanam di lahan yang luas lagi,” ujarnya.
Kelebihan lain tanaman sorgum selain bisa ditanam di muaim kemarau dan lahan kering, tanaman ini bisa dipanen hingga dua tiga kali.
“Dengan hanya dikepras saja, sorgum sudah bisa tumbuh lagi. Hanya tergantung perawatan dan pemupukan saja. Sehingga, dengan tanam satu kali, sorgum mampu dipanen dua bahkan tiga kali. Dengan demikian, petani dapat menghemat biaya tanam,” pungkasnya.
Article courtesy: Tribunnews.com
Photo courtesy: Tribunnews.com