TRIBUNNEWS.COM, JOMBANG – Rencana pernikahan Kahiyang Ayu, putri Presiden Joko Widodo (Jokowi) menjadi magnet tersendiri bagi banyak warga.
Selain tertarik dan ingin tahu bentuk dan proses pernikahan, ada juga yang berminat mengirimkan kado.
Satu di antaranya, Suparto (71), warga Dusun Klubuk, Desa Sukodadi, Kecamatan Kabuh, Kabupaten Jombang.
Suparto bukan tokoh atau orang terkenal, melainkan penambal ban sekaligus perajin burung Garuda Pancasila dan wayang purwo berbahan baku karet talang.
Itu sebabnya, yang akan dikirimkan kepada Kahiyang juga hasil kerajinannya, berupa burung Garuda Pancasila.
Dengan kado tersebut, Suparto yang pengagum Jokowi itu berharap Pancasila tetap berjaya di Indonesia.
Lelaki sederhana ini lantas berkisah, meski sehari-hari sebagai perajin wayang dan pahatan garuda Pancasila, namun khusus yang dikirim kepada putri presiden dibuat istimewa.
“Saya perlu empat hari untuk menggarap ukiran atau pahatan burung garuda ini. Sebab ini karya yang khusus akan saya hadiahkan kepada putri Bapak Jokowi,” kata Suparto kepada Surya di kediamannya, Rabu (25/10/2017).
Selain digarap paling memerlukan waktu lama dan kualitasnya paling bagus, juga ukurannya paling besar ketimbang yang dijajakan atau dipajang di ‘show room’ rumahnya.
“Ini tingginya satu meter dan lebar juga satu meter. Yang lain-lain itu lebih kecil,” jelas Suparto.
Dengan kado burung Garuda Pancasila ini suparto berharap presiden Jokowi terus bertindak menegakkan Pancasila sebagai dasar negara di Republik Indonesia.
“Sebab akhir-akhir ini ada kelompok-kelompok tertentu sengaja menggoyang Pancasila,” tutur Suparto.
Kado burung Garuda Pancasila itu sendiri sebenarnya tergolong murah jika dinilai dengan uang.
Biasanya Suparto mematok harga Rp 200.000 untuk hasil kerajinan karyanya itu.
“Tapi saya berpikir Pak Jokowi dan Kahiyang tentu tak akan menilai dari murah dan mahalnya harga kado, melainkan dari makna yang terkandung di dalamnya,” ucap Suparto.
Suparto berencana mengirimkan kado yang dinilai istimewa itu melalui Kantor Pos pada 1 November 2017.
Diharapkan sebelum hari pernikahan Kahiyang Ayu dengan Bobby Nasution, burung Garuda Pancasila hasil karyanya ini sudah diterima Jokowi dan Kahiyang.
FaktualNews.co – Popularitas kesenian tradisional Ludruk, kini sudah berangsur pudar. Kesenian tradisional asal Jombang, Jawa Timur, yang melegenda itu, sudah mulai mati dihimpit moderintas zaman.
Namun, ditengah minimnya kepedulian terhadap nasib kesenian Ludruk, PT Multi Bintang Indonesia Tbk (Multi Bintang) menggelar diskusi budaya ludruk dalam rangka perayaan 20 tahun salah satu brewery miliknya yang berlokasi di Sampang Agung.
“Sebagai Perusahaan yang sudah berdiri selama lebih dari 85 tahun, kebudayaan Indonesia telah menjadi hal yang tidak terpisahkan dari Multi Bintang,” kata Corporate Communication Manager PT Multi Bintang Indonesia Tbk Agnes Agastia, pada rangkaian perayaan 20 tahun Sampang Agung Brewery, di Mojokerto (14/10/2017).
Selain pagelaran yang dibawakan oleh sanggar ludruk Karya Budaya, diskusi budaya juga dihadiri oleh beberapa pembicara terkenal seperti seniman ludruk, Cak Kartolo, Cak Edi Karya, Pimpinan Sanggar Ludruk “Karya Budaya” dan Dr Yayan Sakti Suryandaru, Pengamat Budaya dan Media.
Ludruk merupakan sebuah pertunjukan drama tradisional yang berasal dari Jawa Timur. Pada pementasannya, Ludruk menceritakan kisah-kisah kehidupan sehari-hari rakyat biasa, yang seringkali dibumbui dengan humor atau komedi dan kritik sosial. Pementasan Ludruk biasanya dibuka dengan Tari Remo dan parikan.
Hal ini disampaikan Edi Karya, salah seorang seniman ludruk yang juga pimpinan ludruk Karya Budaya asal Mojokerto. Dan dalam perkembangannya, menurut pria yang biasa dipangil Cak Edy ini, bahwa kini tantangan yang dihadapi ludruk sangat besar, terkait dengan perkembangan teknologi dan arus informasi dari luar.
“Sebenarnya ada tiga pilar yang mendorong keberlangsungan kesenian ludruk, yaitu seniman itu sendiri, masyarakat, dan juga pemerintah. Khususnya kepada seniman, itu harus kreatif dalam menciptakan cerita dan pagelaran yang menarik,” ujar Cak Edi.
Dan Cak Kartolo, yang merupakan salah seorang legenda hidup ludruk, pun mengamini hal yang sama.
Sementara itu, pengamat budaya dan media, Dr. Yayan Sakti Suryandaru menyampaikan bahwa, banyak terobosan yang perlu dilakukan agar ludruk bisa menjadi bagian dari budaya masyarakat, dan juga bisa dinikmati generasi muda.
“Selain bersama-sama meminta perhatian kepada pemerintah, yang bisa dilakukan oleh seniman ludruk ya mulai mengaktifkan social media-nya untuk bisa menjadi sarana dalam mempromosikan kesenian ludruk di masyarakat. Bisa melalui youtube atau media platform lainnya,” kata Yayan yang juga staf pengajar di jurusan Ilmu Komunikasi Universitas Airlangga ini menambahkan.
Setelah menggelar diskusi budaya tentang ludruk, di hari yang sama Multi Bintang juga menyelenggarakan kegiatan Kolaborasi Pagelaran ludruk antara Sanggar Ludruk Karya Budaya dengan Cak Kartolo cs, yang diadakan di lapangan desa Sampangagung, Kutorejo, Mojokerto.
JOMBANG – Balai Pelestarian Cagar Budaya (BPCB) Jatim di Trowulan meminta Pemkab Jombang sebagai tuan rumah tidak tinggal diam. Menyusul ditemukannya kembali benda kuno bersejarah di Desa Karobelah, Kecamatan Mojoagung, Kabupaten Jombang beberapa waktu lalu. Meski sepenuhnya menjadi kewenangan BPCB, namun pemkab mampu berperan lebih.
”Setelah menarima laporan tersebut, kami sudah turun ke lapangan. Namun sifatnya baru peninjauan. Insya Allah minggu depan kami akan ke lokasi lagi untuk melihat detail,’’ ujar Widodo, Kasi Pemeliharaan BPCB Mojokerto dikonfirmasi kemarin (30/9).
Dia berharap, Pemkab Jombang dalam hal Dinas Kebudayaan dan Pariwisata, ikut andil dalam merespons temuan tersebut. ”Besar harapan kami, pemkab juga dapat berperan lebih, mengingat temuan tersebut di wilayah Kabupaten Jombang,’’ tandasnya.
Setelah tim turun ke lokasi, rencananya BPCB akan melakukan kajian. Kajian tersebut dilakukan untuk menentukan temuan benda tersebut, apakah benar-benar bersejarah atau tumpukan benda kuno.
Disinggung mengenai tindak lanjut dari temuan batu bata kuno di lokasi galian Desa Sugihwaras, dia menyebut laporan sudah diproses. Hanya ia belum bisa memaparkan secara rinci, dari hasil yang dilakukan BPCB maupun pemkab. ”Itu sudah lama temuannya, silahkan konfirmasi ke dinas terkait,’’ pungkas Widodo.
(jo/ang/bin/JPR)
Jombang – Taman pembibitan di Kabupaten Jombang ini bisa menjadi alternatif agro wisata dan edukasi bagi warga Jatim. Selain bisa mempelajari 204 varietas bibit unggul, keindahan taman ini juga bakal memanjakan mata pengunjung.
Tak seperti kebanyakan taman yang teduh dengan pepohonan rindang, taman pembenihan ini berada di tengah area persawahan. Tepatnya di Desa Banjarsari, Bandar Kedungmulyo.
Namun jangan salah, sekalipun cuaca sedang terik, pengunjung akan merasakan kesejukan di taman yang satu ini. Seluas mata memandang, di atas lahan 3 hektare ini berhiaskan hijaunya beragam jenis tanaman dan aneka warna kembang yang tertata rapi sehingga nampak eksotis.
Apalagi semua tanaman di lahan ini berasal dari bibit-bibit unggul. Tak pelak aneka jenis sayuran dan buah-buahan tumbuh lebat di tangkai setiap tangkainya. Mulai dari melon, semangka, terong, cabai, tomat dan banyak tanaman lainnya yang bakal membuat pengunjung tak sabar untuk memetiknya.
uga tak kalah menarik dengan deretan Bunga Miragold beraneka warna. Selain sebagai tanaman hias, bunga ini juga berguna untuk mengusir hama.
“Total ada 204 varietas tanaman unggul di lahan ini. Mulai dari tanaman pangan, buah-buahan, sayuran, kacang-kacangan dan tanaman hias. Padi ada 34 varietas, 16 varietas jagung, 6 varietas bawang merah dan banyak lagi,” Kepala Dinas Pertanian Jombang Hadi Purwantoro saat dihubungi detikcom, Jumat (29/9/2017).
Hadi mengaku sejak dua tahun yang lalu mengusulkan agar pembangunan taman pembibitan ini direalisasikan di Kabupaten Jombang. Dia bersyukur tahun ini Dinas Pertanian Jatim melalui UPT Balai Pengawasan dan Sertifikasi Benih Tanaman Pangan dan Hortikultura (PSB TPH) mewujudkannya.
Pembuatan taman ini juga melibatkan kelompok tani dan pemuda tani Desa Banjarsari. Selain itu, sejumlah perusahaan produsen benih turut andil untuk memamerkan varietas unggulan mereka.
“Fasilitas ini untuk mengenalkan benih varietas unggul ke para petani, supaya para petani tahu perkembangan varietas tanaman, di lahan itu kan banyak tanaman baru varietas unggul yang ditanam,” ujarnya.
Pasca panen pertama, lanjut Hadi, pengelolaan taman pembibitan ini akan diserahkan ke Pemerintah Desa Banjarsari. “Hanya sekali tanam, hanya percontohan saja. Setelah itu kami serahkan ke pihak desa pengelolaannya,” ungkapnya.
Kepala Desa Banjarsari Basaruddin Soleh menuturkan, kendati belum resmi dibuka untuk umum, taman pembibitan ini sudah ramai dikunjungi warga. Menurut dia, taman yang dibangun sejak tiga bulan yang lalu ini akan diresmikan oleh Gubernur Jatim 3 Oktober nanti.
“Sejak tujuh hari yang lalu, pengunjung sudah banyak datang, rata-rata 500 pengunjung per hari,” sebutnya.
Jika saat ini taman pembibitan berada di lahan tanah kas desa (TKD) seluas 3 hektare, kata Basaruddin, maka ke depan akan diperluas hingga 10 hektare. Di dalamnya juga akan diisi dengan wisata edukasi di bidang perikanan dan peternakan.
“Sehingga pengunjung bisa berwisata sambil belajar bidang pertanian, peternakan, perikanan, juga ada wisata petik buah dan sayur,” jelasnya.
Setelah diserahkan penuh ke Desa Banjarsari, tambah Basaruddin, pihaknya akan memberdayakan kelompok tani dan pemuda tani untuk mengelola taman pembibitan menjadi wahana agro wisata dan wisata edukasi. Permodalan untuk pengembangan wisata ini bakal bersumber dari dana desa setelah menjadikan taman ini sebagai Badan Usaha Milik Desa (BUMDes).
“Selain meningkatkan perekonomian masyarakat, harapannya juga menggenjot pendapatan desa,” tandasnya.
Penulis: Eko Budianto
Article & photo courtesy: Detik.com
KABARJOMBANG.COM – Musim kemarau ternyata membawa berkah tersendiri bagi petani buah di Kabupaten Jombang, Jawa Timur. Buah mereka, diakui saat ini berharga cukup ekonomis, dan untung besar.
Seperti yang dialami Heri Santoso, petani buah golden asal Desa Sumbersari, Kecamatan Megaluh, Kabupaten Jombang. Menurutnya, saat ini buah golden yang ditanamnya berharga cukup mahal. Dalam 1000 meter persegi, buah yang identik berwarna kuning tajam ini bisa dihargai tengkulak buah Rp 5 hingga Rp 6 juta.
Kondisi ini sangat berbeda dengan tahun sebelumnya. Cuaca yang tak menentu membuat buah seperti semangka, garbis, dan golden, minim dilirik tengkulak. Alasannya, tengkulak tidak bisa menjual hasil panen petani ke pasaran.
“Dibanding sebelumnya, tahun ini memang harga buah cukup bagus. Kemungkinan cuaca panas yang tidak berubah. Ini tentu menjadi cuaca baik bagi tanaman buah yang tidak bisa mengkonsumsi air cukup banyak,” terangnya.
Keuntungan ini, tentu saja dihitungkan dari segi biaya tanam. Pada musim tanam buah, petani rata-rata mengeluarkan biaya tanam dari Rp 1,5 hingga Rp 2 Juta per 1000 meter persegi. Jika dihitungkan dengan harga buah yang mencapai Rp 5 hingga Rp 6 Juta, tentu petani memiliki untung berkisar Rp 2 hingga Rp 3 Juta dalam sekali tanam.
Meski begitu, ia tak memungkiri, bagi petani yang masa panennya terlambat, akan menjadi bomerang tersendiri. Sebab, petani yang memanen buahnya terlambat akan bersaing dengan kondisi cuaca yang memasuki musim hujan. Tentu saja, ini kabar buruk bagi petani buah. Pasalnya, buah seperti semangka, melon, garbis dan juga golden, rentan sekali membusuk jika dikucur air terus-terusan.
“Inilah yang menjadi kendala petani buah. Musuh kita hanya cuaca dan tikus, jika cuaca sudah memasuki musim hujan. Tentu saja buah tidak akan bisa dipanen maksimal. Sebab buah akan busuk terkena air. Belum lagi, hama tikus juga mengancam petani setiap kali musim tanam. Inilah kendala kita,” pungkasnya. (aan/kj)
Jombang – Sebanyak 120 peserta meramaikan festival kaligrafi tingkat ASEAN yang digelar perdana di pondok pesantren (PP) Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Jombang. Selain itu, festival ini juga memamerkan puluhan karya kaligrafi dari tanah air, negara ASEAN, hingga Timur Tengah.
Ketua Panitia Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2017 Ahmad Atho’illah mengatakan, festival ini bagian dari peringatan HSN 2017. Sebanyak 120 peserta lomba kaligrafi perdana ini datang dari berbagai negara ASEAN dan negara timur tengah. Mulai dari Thailand, Malaysia, Singapura, Maroko, China, Arab Saudi, hingga Turki.
“Lomba kaligrafi se-ASEAN yang pertama kali di ASEAN. Kami ingin mengenal kreasi kaligrafi. Salah satunya Indonesia mempunyai banyak sekali kreasi,” kata Atho’illah kepada wartawan di Sekolah Kaligrafi Alquran (SAKAL) Ponpes Mamba’ul Ma’arif Denanyar, Kamis (14/9/2017).
Lomba kaligrafi sendiri, lanjut Atho’illah, telah digelar di Hotel Yusro, Jombang, Rabu (13/9). Hari ini giliran pengumuman pemenang lomba sekaligus pembukaan pameran kaligrafi internasional.
Pembukaan pameran ini juga dihadiri Direktur General IRCICA Turki Dr Halit Eren dan Ketua Asosiasi Kaligrafer Saudi Dr Abdullah Abdu Futiny. Sedikitnya 92 karya kaligrafer ternama Indonesia dan timur tengah dipamerkan dalam festival ini.
“Harapannya Indonesia menjadi pusat kaligrafi arab di ASEAN dengan menujukkan karya kaligrafer lokal,” tandasnya.
Pameran kaligrafi akan dibuka hingga Minggu (17/9). Selain itu, festival ini akan diselingi dengan lomba kaligrafi on the spot dan workshop kaligrafi.
(iwd/iwd)
JOMBANG – Perjuangan Eko Febrianto, pesilat asal Jombang yang berlaga di ajang Sea Games Malaysia, akhirnya membuahkan hasil. Ini setelah di event bergengsi tersebut Eko berhasil menyabet medali perunggu.
Tito Kadar Isman, ketua umum KONI Jombang mengaku sangat bangga dengan perolehan atletnya tersebut. Perjuangan untuk meraih medali menurutnya tidaklah mudah.
Eko harus berjuang keras selama latihan dan saat melakukan pertandingan. ”Hasil tersebut sudah sangat membanggakan,” ujarnya kemarin.
Langkah Eko Febrianto terhenti di babak semi final setelah gagal mengalahkan pesilat asal Singapura.
Terlebih lagi pesilat Singapura tersebut merupakan pesilat kelas dunia yang sejauh ini belum bisa ditaklukkan. ”Tapi perjuangan Eko sudah luar biasa maksimal, dirinya bertanding cukup bagus,” imbuh Tito.
Atas prestasi yang diraihnya itu ia mendorong Eko nanti mendapat dana pembinaan dari pemerintah melalui Dispora Jombang. Terlebih lagi, Eko merupakan aset daerah yang sudah mengharumkan nama Jombang di kancah nasional dan internasional.
Paling tidak, bisa memberi pekerjaan yang layak untuk masa depannya nanti. ”Semoga pemerintah bisa mempermudah atlet berpretasi untuk mendapatkan pekerjaan di daerahnya sendiri,” katanya
(jo/yan/bin/JPR)
JOMBANG – Ratusan anak-anak di Kota Santri mengikuti uji talenta pemilihan Guk Yuk Cilik Jombang kemarin (26/8). Mereka pun unjuk kebolehan. Mulai dari menari, menyanyi, pantonim, mengaji, mendongeng, pidato, baca puisi hingga menjadi dalang cilik.
”Ada sekitar 600 peserta yang berpartisipasi, seleksi administrasi sudah dilaksanakan sebelumnya. Saat ini sudah masuk tahap uji talenta,” ujar Wiwik Emy Tjitrawati, Kepala Disbudpar Jombang.
Ada tiga kategori, diantaranya kategori A (PAUD), B (siswa kelas 1-3) dan C (siswa kelas 4-6). Para peserta Guk Yuk Cilik ini pun tampak begitu antusias mengikuti tahapan seleksi kedua ini.
Bakat yang ditampilkan anak-anak ini pun sangat bervariasi. Diantaranya menari tradisional. Namun ada pula yang menyanyi, qasidah, baca puisi, pidato, mendongeng, wushu, balet, mengaji dan masih banyak lagi.
Namun tidak sedikit yang menampilkan kesenian khas Jombang seperti Tari Remo, jaranan dan dalang. ”Bakat anak-anak ini luar biasa, ajang ini salah satu wadah mereka berkreasi,” tuturnya.
Dia menambahkan babak grand final nanti hanya diikuti 60 peserta terbaik dari ketiga kategori itu. “Untuk penyelenggaraan babak final masih belum kami tentukan, karena masih menunggu kepulangan bapak bupati melaksanakan ibadah haji,” tandasnya.
(jo/ric/bin/JPR)
Jombang – Jika Madura terkenal akan karapan sapinya, Jombang juga mempunyai perlombaan yang tak kalah seru, yakni karapan kambing. Sama dengan karapan sapi, joki harus beradu cepat memacu kambing mereka untuk mencapai garis finish. Begini keseruannya.
Perlombaan unik ini digelar di Dusun Gondang, Desa Carangwulung, Wonosalam. Sebelum dimulai, panitia memberikan arahan kepada para joki agar bermain sportif. Setelah itu berbagai persiapan pun dimulai.
Agar tak cedera, setiap joki wajib memakai helm, pelindung lutut dan siku. Berbekal pemukul dari bahan styrofoam, para joki berjongkok di rangka kayu yang sudah terikat pada dua ekor kambing. Dalam hitungan ke tiga, setiap joki harus memacu kambing mereka menggunakan styrofoam agar larinya makin kencang. Dalam sekali start, hanya dua peserta yang diadu kecepatannya di lintasan sepanjang 150 meter.
Teriakan para penonton menambah keseruan perlombaan ini. Ditambah lagi tingkah lucu kambing-kambing peserta yang tak jarang berlari tak sesuai arah lintasan lomba. Ada yang justru berbelok ke lintasan lawan, ada pula yang hanya diam di tengah lintasan meski sang joki terus memukul pantatnya.
Ketua Panitia Karapan Kambing Agus Widodo mengatakan, tahun ini peserta mencapai 25 joki. Mereka berasal dari sejumlah desa di Kecamatan Wonosalam. Untuk karapan kambing ini pihaknya tak membatasi jenis kambing peserta. Selain menggunakan kambing Jawa dan ettawa, ada pula peserta yang menggunakan domba.
“Karapan kambing ini kami menggunakan sistem gugur sampai ada juara pertama,” kata Agus kepada wartawan di lokasi, Minggu (27/8/2017).
Karapan kambing kali ini akan diambil tiga juara pertama. Juara I mendapatkan hadiah uang tunai Rp 1,5 juta, juara II Rp 1 juta, sedangkan juara III Rp 500 ribu. “Karapan kambing ini rutin kami gelar setiap tahun, harapan kami ini menjadi ikon wisata di Wonosalam,” ujar Agus.
Salah seorang peserta Sutran (30) mengaku mengendalikan kambing menjadi kesulitan utama dalam perlombaan ini. Meski sering dilatih, ternyata tak menjadi jaminan kambing-kambing peserta akan berpacu lurus di lintasan lomba.
“Kesulitannya hanya kambingnya tak mau jalan, atau mau lari tapi berbelok arah,” tandasnya.
KABARJOMBANG.COM – Hampir setiap waktuku, kuhabiskan dengan bercengkrama pada masyarakat. Ini kulakukan, bukan semata untuk kepentingan tugas negara. Namun, hasrat seorang pria asal kampung yang tak lagi bisa dibendung demi perubahan masyarakat yang lebih cerdas.
Ya, begitulah aku dengan seragam coklatku, setiap hari bekerja sebagai abdi negara. Di setiap pagi, kupanasakan kendaraan tugasku untuk berjelajah di Kecamatan Ngusikan, Kabupaten Jombang. Bukan hanya sebagai pengayom masyarakat. Tapi sebagai tenaga pendidik di sekolah-sekolah yang memintaku untuk mengajar Bimbingan Konseling.
Hampir separuh waktuku, kuhabiskan dengan bertemu wargaku, dimana mereka membutuhkan petunjuk tentang hukum, dan pendidikan kedisiplinan. Terkadang sebagai kepala keluarga, aku sedikit lalai membagi waktu untuk ketiga anaku dan istriku, “Aku adalah Aipda Ahmad Sjafi’i, Kanit Binmas Polsek Ngusikan Polres Jombang”.
Begitulah cerita yang diterima dari salah satu polisi yang berdinas di Polres Jombang. Sjafi’i adalah salah satu anggota polisi yang aktif berkeliling Kecamatan Ngusikan, dengan kesibukannya sebagai Kanit Binmas, yang ditempatkan di lokasi wilayah utara Sungai Brantas. Selain menjadi Bhabinkamtibmas, ia juga memiliki kesibuakan lain sebagai guru cuma-cuma di beberapa sekolah yang ada di kecamatan tersebut.
Tak hanya di satu sekolah. Bahkan ia juga menjadi tenaga didik di 4 jejang sekolah sekaligus. Seperti, aktivitasnya di MTSN Bakalan Rayung Ngusikan Kabupaten Jombang. Setiap hari, ia harus berkeliling di setiap sekolah untuk mengajarkan beberapa ilmu yang dikuasainya. Tak jarang, ilmu berlalu lintas juga ia ajarkan kepada anak Pendidikan Anak Usia Dini (Paud) dan Taman Kanak-kanak (TK) atau RA yang berada di Kecamatan setempat.
Selesai mengajar, pria yang pernah berdinas sebagai anggota Brimob Polda Aceh ini, juga memberikan pelajaran ekstra kulikuler pramuka di SMPN Ngusikan. Kini, pria yang tinggal di Desa Menturus, Kecamatan Kudu, Kabupaten Jombang ini, hampir 20 jam bisa bercengkrama dengan tokoh dan masyarakat sekitar.
Ia juga sering dipanggil warga sekitar dengan sebutan Pak Komet, panggilan akrab warga sekitar kepadanya. “Untuk hari Senin dan Kamis, menjadi pembina upacara dan bimbingan rohani di dua sekolah. Selasa sama Sabtu, masuk intrakuliker sebagai guru Bimbingan Konseling MTSN Bakalan Rayung. Untuk hari Rabu dan Jumat, mengajar di SMPN Ngusikan. Itupun masuk diatas jam 09.30 WIB, Masuk selepas istirahat,” ceritanya.
Namun tidak menutup kemungkinan, ada laporan mendadak menangani permasalahan khusus. Seperti tawuran antar pelajar sekolah. Nah, hari Sabtu pun, tidak menjadi hari libur baginya, sebab ia harus menjadi pembina ekstrakulikuler pramuka di SD dan SMP serta MAN Keboan.
Jangankan mengharapkan gaji, seperti layaknya seorang guru. Di tempat sekolah mengajar, ia hanya berharap siswa-siswi yang diajarkanya bisa menerima sepenggal ilmu yang dimilikinya. Bahkan tak jarang, ia harus merogoh gajinya demi membantu memberikan motivasi, seperti hadiah kepada siswa yang mampu berprestasi.
“Saya tidak mengharapkan gaji, sebab ini merupakan bagian kecil untuk bisa mendisiplinkan masyarakat dan juga pelajar dalam menjalani kodratnya sebagai masyarakat patuh hukum. Memang di salah satu sekolah saya diberikan uang bensin sebesar Rp 165 ribu, itupun saya masukan kas Saka Bhayangkara disana,” katanya.
Kadang, tak jarang juga ia harus menyisihkan sedikit gajinya untuk memberikan hadiah kepada siswa SD dan juga MI tempatnya mengajar. “Meski kadang pihak sekolah juga mengapresiasi jerih payah saya dengan diikutkan dalam rekreasi sekolah,” ujar polisi yang memiliki 3 orang anak ini.
Tak putus disitu saja, di lingkungan warga sekitar, ia juga banyak menjadi tempat solusi bagi warga yang mengalami permasalahan, baik hukum maupun masalah pribadi. Dalam seminggu, ia bisa 4 hingga 5 kali memberikan penyuluhan kepada warga tentang kesadaran hukum dan mengantasi konflik sosial.
“Untuk kegiatan warga banyak sekali. Bahkan, saya sering mengadakan sosialisasi, juga perkumpulan di desa terpencil di wilayah Kecamatan Ngusikan. Mulai dari sengketa warisan hingga permasalahan pribadi warga,” terangnya.
Sehingga tak heran, jika semangat tinggi sosialnya memberikan banyak penghargaan yang diberikan pimpinannya di Polres Jombang. Seperti penghargaan kenaikan jabatan menjadi Kanit Binmas, Babin kinerja terbaik, Babin Inovasi, serta Babin dengan penyandang babin teladan se-Polres Jombang.
“Terakhir saya mendapatkan penghargaan dengan Kanit kinerja terbaik dari bapak Kapolres Agung Marlianto,” paparnya.
Dalam jenjang karirnya menjadi seorang polisi, Sjafi’i masuk pendidikan kepolisian Tahun 2000. Dalam tugas pertama kalinya, ia ditugaskan di Sat Brimob Polda Papua. Pada tahun 2002, ia kembali ditugaskan di SPN Jayapura, dan pada tahun 2005 ia ditempatkan di Polres Sorong Selatan sebagai Kasubbag Kerma Satbinmas Polres.
Terakhir, ia pindah tugas di Polres Jombang pada tahun 2010 dengan ditempatkan di Polsek Ngusikan. “Ini semua saya lakukan bukan semata-mata karena materi. Tapi, karena keinginan kuat untuk merubah gaya hidup dan daya pikir masyarakat desa untuk lebih mengerti hukum dan pendidikan lebih baik,” ujar polisi kelahiran Surabaya, 15 September 1979 ini. (aan/kj)