Kebanyakan dari kita tentu mengetahui, atau setidaknya pernah mendengar, tentang seni Ludruk. Kesenian yang memiliki format pertunjukan sandiwara ini berasal dari Jawa Timur. Dan pastinya kita pun langsung berasumsi bahwa seni ludruk adalah sebuah pertunjukan hiburan yang humoris belaka. Hal ini dapat dimaklumi mengingat memang demikianlah ‘image’ ludruk masa kini dalam perspektif kebanyakan masyarakat kita.
Namun jika ditelaah lebih jauh mengenai sejarah perkembangannya, ternyata seni ludruk pernah menjadi instrumen perlawanan rakyat jelata atau wong cilik terhadap kekuasaan baik semasa era feodalisme Jawa, kolonialisme Eropa maupun fasisme Jepang. Pada masa-masa itu, ludruk menjadi wadah pelampiasan kekesalan dan kemuakan rakyat terhadap penindasan kekuasaan, ketika rakyat merasa tidak mampu untuk mengadakan perlawanan secara frontal. Ludruk menjadi sebuah seni pertunjukan yang menentang arogansi kekuasaan kaum feodal dan kolonial secara sarkastik.
Sejarah Seni Ludruk
Bila meninjau sejarah, terdapat dua versi sejarah kemunculan ludruk. Salah satu versi menyatakan bahwa ludruk merupakan kesenian rakyat yang berasal dari daerah Jombang. Sementara versi lainnya menjelaskan bahwa ludruk pertama kali muncul di kota Surabaya. Beberapa versi juga menjelaskan asal muasal dari nama ludruk. Dikatakan bila istilah ‘ludruk’ berasal dari pertunjukan yang diadakan tukang lawak atau badut yang berkeliling dari rumah ke rumah sambil menari dengan menghentakkan kakinya ke tanah sehingga menimbulkan suara “gedruk-gedruk”. Dari sinilah nama ludruk kemudian digunakan.
Tidak diketahui secara pasti pada masa apa sesungguhnya kesenian ludruk itu muncul. Bagi pihak yang meyakini bahwa seni ludruk lahir di Jombang, menurut mereka ludruk muncul di awal abad 20. Seni ludruk berawal dari seni pertunjukan yang diisi lantunan syair dan tetabuhan sederhana. Pentas seni tersebut dilakukan secara berkeliling dari rumah ke rumah ataungamen. Para pemainnya yang seluruhnya laki-laki mengenakan pakaian wanita dan wajahnya dirias sedemikian rupa seperti badut. Oleh sebab itu masyarakat menamai para pemain kesenian itu sebagai Wong Lorek, yang dikemudian hari berubah menjadi Lerok dan digunakan untuk menamai seni pertunjukan tersebut. Pada perkembangan selanjutnya, seni lerok berubah nama menjadi seni ludruk.
Sementara versi lainnya menyatakan bahwa cikal bakal seni ludruk sebenarnya telah ada sejak masa Kerajaan Kanyuruhan di Jawa Timur pada abad 8 (S.Wojowasito, 1984). Sebagai buktinya, ada peninggalan peradaban abad 8 berupa Candi Badut yang dipercaya sebagai peninggalan para seniman badut masa itu. Lalu apa kaitan badut dengan ludruk? Merujuk pada kamus Javanansch Nederduitssch Woordenboek karya Gencke dan T Roorda (1847), ludruk dapat diartikan sebagai Grappermaker atau badutan. Jadi, pada masa itu ludruk atau badutan merupakan pertunjukan rakyat yang sifatnya humoris namun memiliki nuansa perlawanan terhadap kekuasaan dan kebudayaan adiluhung milik kalangan elit kerajaan.
Nuansa perlawanan seni ludruk pun berlanjut dimasa penjajahan Belanda dan Jepang. Berbagai tema cerita yang mengobarkan semangat perlawanan dan rasa kebencian rakyat terhadap penguasa kolonial dipentaskan oleh banyak grup ludruk. Kisah-kisah semacam “Sarip Tambak Oso” dan “Sakera” yang mengangkat cerita heroisme rakyat Jawa Timur dan Madura dalam melawan VOC Belanda amat populer dimasa penjajahan.
Salah satu tokoh seniman ludruk yang senantiasa mempropagandakan nilai-nilai nasionalisme dan anti kolonialisme adalah cak Durasim. Beliau mendirikan sebuah organisasi ludruk pada tahun 1933 yang bernama Ludruk Oraganizatie (LO). Organisasi Ludruk ini populer di kalangan rakyat karena keberaniannya dalam mengkritik imperialis Belanda maupun Jepang. Perjuangan cak Durasim dan kawan-kawan berujung pada penangkapan dan pemenjaraan mereka oleh penguasa fasis Jepang sebagai akibat lirik kidungan Jula Juli yang dilantunkan grup cak Durasim pada sebuah pementasan. Kidung tersebut memuat lirik yang menyinggung pemerintah Jepang yakni, “Bekupon Omahe Doro, Melok Nipon Soyo Sengsoro”. Konon cak Durasim disiksa oleh Jepang hingga wafat dalam tahanan.
Pada masa kemerdekaan, ludruk menjadi alat propaganda berbagai partai politik, seiring dengan kontestasi politik yang kencang baik dimasa demokrasi liberal tahun 1950-an maupun masa demokrasi terpimpin tahun 1960-an. Namun, hanya Partai Komunis Indonesia (PKI) dan Lekra lah yang paling gencar mengakomodasi ludruk sebagai instrumen perjuangan ideologis. Hal ini terkait dengan landasan perjuangan PKI dan Lekra yang ingin mengangkat seni budaya rakyat sebagai alat perjuangan melawan dominasi kebudayaan imperialis yang tidak sesuai dengan karakter bangsa. Perjuangan PKI di lapangan kebudayaan tersebut seiring dengan politik anti nekolim yang digelorakan Presiden Soekarno ketika itu. Grup ludruk dibawah naungan PKI yang paling populer adalah Ludruk Marhaen yang pernah pentas diistana negara sebanyak 16 kali.
Menyusul kejatuhan Bung Karno dan penumpasan kekuatan politik kiri pasca tragedi 1965, seni ludruk pun mengalami masa-masa sulit. Rezim militer Orde Baru mengekang bahkan melarang pementasan ludruk selama beberapa waktu. Ludruk diidentifikasi sebagai seni komunis yang lekat dengan Lekra. Di awal dekade 70-an, ludruk kembali diizinkan untuk eksis oleh pemerintah namun dengan pengawasan dan pembinaan yang ketat oleh pihak militer. Di berbagai daerah terjadi peleburan dan pembentukan grup-grup ludruk dengan supervisi yang mutlak dari struktur komando teritorial militer. Esensi seni ludruk yang awalnya merupakan wadah perlawanan rakyat terhadap penguasa pun berangsur hilang. Ludruk beralih menjadi alat propaganda berbagai program pemerintah Orde Baru seperti Repelita maupun Keluarga Berencana (KB).
Ludruk di Masa Kini
Setelah reformasi, seni ludruk kembali independen dari kekangan aparatur ideologis kekuasaan. Namun terjangan mekanisme pasar juga berdampak pada makin lunturnya nilai-nilai kerakyatan dan heroisme dari seni ludruk. Ludruk hanya menjadi seni hiburan yang mengundang gelak tawa penonton belaka, tanpa ada tujuan yang jelas dari cerita yang dipentaskan. Faktanya, memang masih ada kisah-kisah yang bermuatan kritik sosial dilakonkan dalam seni ludruk masa kini, tetapi ‘roh’ dari seni ludruk sebagai alat perlawanan wong cilik terhadap imperialisme seringkali tidak muncul pada kebanyakan pertunjukan ludruk kini. Situasi faktual yang menunjukkan terancamnya nasib jutaan kaum Marhaen negeri ini oleh sistem imperialisme baru, menuntut kita untuk mengembalikan seni ludruk pada ‘khittahnya’ sebagai “penyambung lidah” wong cilik.
Penulis: –
Article courtesy: sejarahri.com
Photo courtesy: youtube.com
Tumbuh dan besar pada zamannya ada di daerah pedesaan membuat saya akrab dengan banyak sekali permainan tradisional. Ya jauh dari sentuhan teknologi, yang membuat kami bergerak dan fisik terlatih, yang membuat kami secara intens berinteraksi satu sama lain. Permainan tradisional ini sering sekali saya mainkan bersama teman-teman ketika sore hari atau ketika libur sekolah.
Gedreg
Gedreg adalah permainan dengan menggunakan bidang tanah atau lantai. Kami akan membuat bidang berupa segi panjang dengan menggunakan kapur atau apapun. Nah, kemudian kami menggunakan pecahan genteng yang disebut dengan kreweng. Cara mainnya adalah pecahan genteng tersebut kami letakkan di kotak awal start, kemudian dengan kaki kami mendorong kreweng tersebut ke kotak lainnya sampai kotak finish. Geseran kreweng tidak boleh lompat keluar dari kotak berikutnya. Nah, setelah berhasil sukses finish, maka kami akan diberi kesempatan untuk melemparkan kreweng ke bidang kotak tersebut dari belakang, jadi kami membelakangi bidang tersebut. Kotak yang mana kreweng yang kami lempar jatuh, maka akan menjadi milik kami kotak tersebut. Kotak ini tidak boleh dilewati oleh pemain berikutnya. Artinya geseran kreweng harus melewati kotak milik orang lain.
Obak sodor
Obak sodor juga menggunakan tanah atau lantai sebagai bidang. Kami dibagi menjadi 2 tim dengan masing-masing beranggotakan beberapa orang. Ada orang yang jaga dan ada orang yang berlari. Orang yang jaga adalah mereka yang harus menjaga agar lawan tidak bisa melewati kotaknya. Lawan yang terkena sentuhan tangan maka dia akan mati. Sedang yang bisa finish semuanya akan tiba giliran menjadi penjaga. Permainan ini akan diulangi sampai ada tim yang anggotanya “mati” semua.
Dakon
Dakon dilakukan dengan menggunakan bidang, lubang, kotak atau semacamnya serta biji atau kerikil sebagai tambahan. Masing-masing bidang akan diberi kerikil atau sejenisnya dengan jumlah yang sama. Pemain akan mulai dari kotak start pertama dan akan berpindah kotak dengan memberi/ meninggalkan satu biji di tiap kotak yang dilalui dan akan berakhir sampai biji terakhir. Ini yang namanya duak. Duak ini adalah ketika kamu mendapatkan biji terakhir entah berapapun jumlanya. Jika di kotak yang berlawanan ada biji, maka itu juga akan menjadi kepunyaamu. Permainan diulangi dan yang menang adalah yang memiliki biji terbanyak di akhir permainan.
Bekel
Bekel sebenarnya adalah permainan anak perempuan namun kadang-kadang dimainkan anak laki-laki juga. Perangkatnya adalah berupa bola karet dan beebrapa semacam biji yang terbuat dari logam. Cara mainnya adalah bola dilambungkan dan sampai memantu lantai. Ketika memantul maka kamu harus meraih biji tersebut dan langsung mengambil bola karet sebelum bola tersebut memantul kedua kali. Total biji yang ada di setiap permainan adalah sekitar 6. Nah, setelah kamu ambil satu per satu, maka kamu ulangi sekali ambil dua, tiga, dan seterusnya. Pemain yang menang adalah yang bisa mengambil semua biji tersebut sampai senam sekaligus sekali pantul.
Pasaran
Namanya juga pasaran. Ya isinya adalah berupa mainan bahan-bahan pangan atau kebutuhan sehari-hari. Bahan-bahan pangan ini tentu bukan suatu yang asli namun dibuat dari daun, batang atau lainnya dari alam. Misalnya daging, adalah dibuat dari inti batang pisang, minyak sayur dibuat dari perasan daun waru muda, mie dibuat dari daun mangkok yang dicincang-cincang, dan lain sebagainya. Nah semuanya menggunakan alat sederhana termasuk piring yang dibuat dari daun mangkok atau daun pisang. Pasaran ini seru sekali. Anak-anak kecil ini berlaku seolah-olah sudah dewasa dan sudah mahir urusan dapur ehehe.
Obak Jompret
Obak jompret artinya sembunyi dan ditemukan. Pemain akan suit dan yang kalah akan menjaga. Nah, setelah yang jaga matanya ditutup dan berhitung beberapa saat, maka pemain lain akan sembunyi. Penjaga harus menemukan satu per satu sembari menjaga ‘rumahnya’. Apabila menemukan yang bersembunyi maka dia harus buru-buru memegang ‘rumahnya’ jika yang ditemukan lebih dulu maka dia bebas dari kemungkinan menjadi penjaga berikutnya. Mereka memegang ‘rumah’ tersebut dengan bilang “jompret!”
Benteng
Benteng adalah permainan yang terdiri dari dua tim dimana setiap orang dalam tim harus melindungi bentengnya dari lawan sembari menyerang benteng lawan. Pemenang adalah mereka yang berhasil memegang benteng lawan, bisa berupa pohon, tiang, dan sebagainya. Nah, jika dalam penyerangan itu kamu tertangkap maka dia akan menjadi tawanan. Tawanan ini bisa dibebaskan oleh musuh dengan memegang tawanan yang ditempatkan di benteng musuh. Pemenang adalah yang bisa memegang benteng lawan terlebih dulu.
Dulinan Tali
Ya ini permainan lompat tali karet. Karet disambungkan satu persatu menjadi banyak dan panjang dan kemudian dipegang oleh dua orang masing-masing di sisinya. Dibentangkan panjang dan kemudian ada anak lain yang melompat dari satu sisi ke sisi lainnya. Di permainan ini sepertinya tidak ada kalah atau menang, yang ada adalah naik level. Semakin naik levelnya maka tali akan makin ditinggikan mulai dari selutut, sepinggang, sedada, sekuping dan seterusnya. Adapun lompatan ada dua yakni lompatan biasa dan lompatan menyilang. Selain itu ada juga menggaro yakni melompat di tali secara terus menerus sampai capek lompatan terakhir. Biasanya menggaro ini adalah untuk rekor paling banyak/ banyak-banyakan.
Egrang
Egrang adalah batang bambu atau kayu yang dibuat semacam pegangan dan pijakan di kaki dan digunakan untuk berjalan. Egrang ini diinjak pada bagian injakan dan kedua tangan memegang bagian atasnya. Bermain egrang membutuhkan focus dan keseimbangan.
Nekeran
Nekeran adalah permainan menggunakan kelereng. Biasanya kami membuat lingkaran yang kemudian di tengahnya kami beri kumpulan kelereng. Setiap orang memberi jumlah kelereng yang sama kemudian tiap orang memiliki giliran untuk menembakkan kelereng ke lingkaran tersebut. Kelereng yang terpencar ke luar akan menjadi milik si penembak.
Wok-wokan
Ini juga permainan menggunakan kelereng. Pertama akan dibuat lubang-lubang di tanah kemudian kelereng akan dilemparkan ke dalam lubang tersebut. Kelereng yang masuk lubang satu akan berlanjut dibidik ke lubang berikutnya. Demikian sampai selesai. Yang menang adalah yang berhasil finish terlebih dahulu.
Mahkota-Mahkotaan
Ini saya agak lupa dengan namanya. Yang jelas adalah dengan menggunakan daun lamtoro. Daun lamtoro dibuang hanya disisakan batang yang paling ujung saja. Kedua batang daun diikat kemudian diadu satu sama lain. Pemenangnya adalah yang berhasil mempertahankan ikatan tersebut karena yang kalah maka ikatan akan tercabuk ke pemenang. Disebut dengan mahkota karena pemenang bentuknya akan mirip mahkota.
Cublek-Cublek Suweng
Permainan ini dilakukan dimana satu orang duduk membungkuk sedang yang lainnya meletakkan satu telapak tangan masing-masing di bagian punggung. Satu anak akan membawa biji atau satu benda kemudian mereka menyanyi lagu cublek-cublek suweng. Benda tersebut akan diputar dari satu tangan ke tangan lain. Nah ketika lagu berhenti maka semua anak akan menggenggam tangannya. Anak yang membungkuk tadi harus menebak sekali dimana biji tersebut disembunyikan/ di anak mana. Nah jika salah maka dia harus mengulangi lagi. Jika benar, maka anak yang menyembunyikan tadi yang harus membungkuk.
Poin
Poin adalah permainan ketangkasan dengan menggunakan kreweng/ pecahan genting dan bola kasti atau bola tenis. Kreweng disusun tegak berdiri vertikal. Ada 2 tim, tim pertama adalah penjaga kreweng kedua adalah penyerang. Penyerang kreweng ini akan meluncurkan bola di atas tanah atau lantai dan ketika bolanya mengenai susunan kreweng dan kreweng akan tercerai berai. Penjaga kreweng ini yang harus menyusunnya kembali. Nah penyerang ini yang harus memukulkan bola kasti ke arah anak-anak penjaga kreweng. Siapa yang kena bola maka akan mati. Jika kreweng bisa tersusun lagi seperti semula, maka tim penjaga yang akan menang. Begitu pula sebaliknya.
Dulinan Karet
Ini adalah bentuk permainan karet yang lain. Jadi anak-anak akan memasang kayu atau bambu di tanah. Kemudian anak-anak dari jarak yang sudah ditentukan. Nah, di tiap bambu tadi sudah diberi karet yang lain dengan demikian maka anak yang bisa memasukkan karet ke dalam bambu tadi akan mendapatkan karet yang ada di dalamnya. Saya agak lupa bagaimana teknisnya permainan ini.
Layangan
Layangan atau dalam Bahasa Indonesianya adalah layang-layang. Layang-layang di daerah saya bentuknya bisa dibilang sangat konvensional atau umum. Nah yang membedakan adalah jenis senarnya. Senar yang pertama adalah senar biasa sedang senar yang kedua adalah gelasan. Gelasan ini artinya adalah senar yang sudah dilapisi oleh serpihan kaca sehingga tajam. Senar gelasan ini yang biasanya digunakan sebagai adu layangan. Layangan yang putus biasanya dikejar anak-anak dan yang dapat akan memiliki layangan tersebut.
Ulo-Uloan
Jadi anak-anak akan berkumpul dan berdiri membentuk barisan menyerupai ular dari kepala sampai ekor. Nah ada satu orang yang akan berupaya untuk memegang ekor ular tersebut. Nah si ular ini harus berupaya menghindar sebisa mungkin. Saya agak lupa bagaimana teknisnya permainan ini.
Benthek
Benthek adalah permainan dengan menggunakan potongan kayu. Biasanya kayu yang digunakan adalah kayu yang ringan. Potongan pertama lebih pendek dan kedua lebih panjang digunakan sebagai tongkat pemukul. Di tanah, pertama dibuat lubang dan kemudian potongan kayu yang pendek diletakkan sehingga membentuk sudut kira-kira 45 derajat. Dengan potongan kayu panjang ini kamu pukul potongan kayu pendek sehingga dia terlempar sejauh mungkin. Pemenang adalan yang bisa melempar paling jauh.
Ninja-Ninjaan
Ini sebenarnya semacam perang-perangan. Dengan menggunakan sarung, kami membuat topeng ala ninja, topeng yang sederhana. Kemudian kita bersembunyi dan saling menemukan atau menyerang satu sama lain.
Drakula-Drakulaan
Pertama ditentukan siapa yang akan menjadi drakula melalui suit. Yang kalah suit akan menjadi drakula. Lantas di tanah akan dibuat lingkaran besar. Nah anak anak lainnya akan berada di lingkaran ini. Si drakula di awal akan mengetuk pintu:
‘Thok thok thok thok. Permisi” kata drakula
“Siapa ini?” tanya penghuni rumah
“Aku tetangga sebelah” jawab drakula
Kemudian penghuni rumah membuka pintu dan alangkah kagetnya dia ketika yang datang adalah drakula. Seketika itu pula dia langsung menutup pintu dan drakula kemudian berlari mengitari lingkaran dan berusaha memegang salah satu penghuni rumah. Penghuni rumah yang terpegang akan menjadi drakula selanjutnya.