SURYA.co.id | SURABAYA – Ratusan anak usia pelajar dan warga Surabaya memadati Taman Surya depan Balai Kota Surabaya, Minggu (9/7/2017) Mereka menyaksikan Festival Tari Remo dan Yosakoi.
Tarian khas Kota Surabaya dan tarian kebanggaan Kota Kochi Jepang bertemu dalam satu festival budaya.
Ini adalah bagian dari pekan Surabaya Cross Culture Festival International Folk Art 2017.
Pertukaran budaya ini berlangsung hingga 20 Juli 2017.
“Tidak hanya Jepang, Amerika, Tiongkok dan banyak negara yang menjalin sister city dengan Surabaya. Mereka menggelar pertukaran budaya,” kata Humas Pemkot Surabaya, Fikser.
Pukul tadi festival pagelaran budaya dua kota dari dua negara ini dibuka.
Wali Kota Kochi Okazaki Seiya hadir langsung bersama ketua DPRD kota ini.
Begitu juga Konjen Jepang di Surabaya juga hadir dalam pembukaan Festival Tari Remo dan Yosakoi.
Dari Surabaya hadir Wali Kota Surabaya Tri Rismaharini dan seluruh pimpinan DPRD Surabaya.
Begitu dibuka, dua kota ini menampilkan tari khas mereka.
Sekitar seratus anak tampil menari remo dengan iringan dominan gong.
Sementara kelompok remaja Kochi membawakan tari khas Jepang, Yosakoi.
Tari khas ini dengan ciri khas kedua tangan membawa naruko (alat bunyi dari kayu).
“Saya bangga tari Yosakoi disaksikan ratusan orang di Surabaya,” kata Okazaki saat memberi sambutan.
Penulis: –
Article courtesy: Tribunnews.com
Photo courtesy: Tribunnews.com
Pertunjukan ludruk selalu sepi penonton dan beberapa pemainnya sudah beralih profesi untuk menopanng kebutuhan hidup
JAKARTA-KABARE.CO : Kesenian ludruk asal Surabaya sulit dilestarikan. Hal ini disebabkan karena kebanyakan pemain ludruk tersebut berasal dari luar kota Surabaya. Selain itu beberapa pemainnya beralih profesi.
“Dulu di Surabaya ada Cak Markeso, Cak Markuat, Cak Kancil tapi sekarang tidak ada penerusnya. Kebanyakan penerusnya alih profesi,” kata Kepala Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Kota Surabaya Widodo Suryantoro, seperti dikutip Antara.
Menurutnya, pemerintah kota sebenarnya sudah menyediakan sarana dan prasarana untuk mendukung pelestarian ludruk, termasuk di antaranya yang ada di Balai Pemuda dan Tempat Hiburan Rakyat (THR).
Wali Kota Surabaya, ia menjelaskan, juga sudah meminta petugas memindahkan gamelan di Balai Pemuda, yang sekarang sedang dibangun, ke THR untuk mendukung acara pertunjukan ludruk di sana.
Namun pertunjukan ludruk di THR selalu sepi penonton. “Akhirnya kami harus memaksa orang untuk menonton. Tapi kalau memaksa menonton kan ya tidak mungkin,” ujarnya.
Padahal, Widodo mengatakan, ludruk seharusnya bisa tetap digandrungi para penonton sampai kapan pun asal grup ludruk terus berkreasi di setiap pertunjukan.
Dengan kondisi kesenian ludruk yang demikian, ia melanjutkan, akhirnya Dinas Kebudayaan dan Pariwisata bekerja sama dengan Dinas Pendidikan untuk menyampaikan materi edukasi kesenian tradisional kepada murid sekolah di Kota Pahlawan.
“Paling tidak para siswa mengetahui kalau ada kesenian tradisional Ludruk yang pernah populer di Surabaya,” ujarnya.
Wakil Ketua DPRD Kota Surabaya Masduki Toha sebelumnya menyatakan siap mengawal keinginan warga untuk menghidupkan kembali kesenian tradisional Ludruk yang dulu sempat berjaya di THR Surabaya.
“Saya menilai, selama ini pemkot kurang ada niatan menumbuh kembangkan kesenian di THR,” katanya.
Masduki mengatakan sudah saatnya budaya tradisional diberi ruang dan anggaran cukup supaya bisa tetap lestari.
“Mohon masukan agar temen-temen komisi D DPRD Surabaya bisa mengimplementasikan dalam anggaran selanjutnya,” ujarnya. (ant/al)
Penulis: –
Article courtesy: Kabare.co
Photo courtesy: Kabare.co