• info@njombangan.com

Daily ArchiveJanuary 24, 2017

Seni Budaya Jombang Nasibmu Kini

Berbicara tentang seni dan budaya memang tidak ada habisnya. Apalagi yang bersifat tradisional dan diwariskan dari generasi ke generasi. Nah, berbicara tentang seni budaya tradisional ini maka banyak rasa kecemasan dan keprihatinan karena kekayaan tradisi ini semakin lama semakin hilang dan kurang diminati. Masyarakat di berbagai daerah cenderung berganti preferensi ke bentuk seni budaya yang merasa lebih kekinian. Hal serupa juga terjadi di Jombang. Beberapa saat lalu saya berkesempatan untuk berkunjung ke basecamp Ludruk Budhy Wijaya yang ada di Kecamatan Ngusikan. Ini adalah pertama kali saya berkunjung ke kecamatan yang ada di ujung timur Kabupaten Jombang ini, yang berbatasan langsung dengan Kabupaten Mojokerto ini.

 

 

Obrolan yang berlangsung bersama Mas Didik selaku generasi kedua dari Ludruk Budhy Wijaya selama kurang lebih empat jam berjalan dengan seru. Banyak poin-poin yang dibicarakan dalam obrolan tersebut, antara lain:

 

Tentang Popularitas Seni Tradisional Khususnya Ludruk

Saat ini memang masyarakat preferensinya sudah berubah. Dulu ludruk dan kesenian tradisional memang sangat digandrungi namun saat ini sudah lewat masa keemasannya. Walaupun demikian, bahwa kerinduan masyarakat akan seni tradisi ini masih bisa dirasakan. Begitu juga di kalangan generasi muda, makin banyak bahkan dari mereka yang tidak mengetahui ludruk, besut dan kesenian lainnya. Hal ini tentu memprihatinkan. Beruntung Ludruk Budhy Wijaya masih bisa bertahan dan menjadi satu dari sedikit sekali grup ludruk yang masih hidup. Alasannya adalah masih banyaknya undangan tampil di berbagai daerah di Jawa Timur atau bahkan di luar provinsi. Jika tidak, maka tentu para seniman/ seniwati juga akan kurang semangat.

 

Pekerjaan Para Seniman Seniwati di Luar Ludruk

Dalam kesehariannya, mereka juga memiliki pekerjaan lain misalnya bertani, berdagang, menjadi guru dan lainnya. Hal ini mengingat karena tanggapan ludruk tidak terjadi setiap hari sehingga mereka juga perlu tambahan sumber pendapatan lainnya. Nah, kecintaan mereka pada seni ludruk ini yang membuat mereka terus bertahan dan berkesenian.

 

Perhatian Pemerintah Daerah

Pemerintah daerah masih dirasa kurang memperhatikan seni budaya tradisional khas Jombang baik ludruk atau lainnya baik terkait pendataan, promosi, pelestarian dan apresiasi terhadap seniman seniwati. Beberapa tahun lalu sempat diadakan festival ludruk, namun kemudian hal tersebut dirasakan kurang memberikan manfaat karena kurangnya greget regenerasi. Yang tampil akhirnya grup ludruk itu-itu saja, padahal diharapkan ada grup baru atau setidaknya pemain ludruk yang lebih junior. Ada juga festival tari remo masal, namun yang ini sifatnya juga insidental dan selebrasi sesaat setelah itu tidak ada kelanjutan, tidak ada perhatian pada pelestarian dan promosi lebih lanjut agar tari ini semakin dikenal masyarakat.

Tentang Kekompakan Mengembangkan Tim Ludruk

Ya membina tim yang berasal dari latar belakang yang beragam dan umur yang beragam pula memang tidak mudah. Ada perbedaan pandangan dan ekspektasi akan tim namun kecintaan pada ludruk menyatukan para anggota tim ini. Dan hal ini pula yang membuat tim kompak termasuk soal pembagian honor ketika pentas. Sebagian honor disisihkan untuk ditabung. Sebagian lagi ada bagian yang disisihkan untuk kegiatan sosial untuk santunan anak-anak yatim, piatu dan yatim piatu di desa tersebut. Hal ini menjadi bakti sosial mereka untuk membantu sesama. Begitu juga kepedulian kepada sesama anggota ludruk, jika ada yang sekiranya sakit atau kenapa-napa maka mereka akan kompak saling membantu satu sama lain.

 

Tentang Regenerasi

Regenerasi dipercaya sebagai salah satu faktor penting dalam melestarikan seni dan budaya. Nah, ini pula yang dirasakan oleh Ludruk Budhy Wijaya. Harapan adalah ada kampung ludruk yang dibangun di sini. Ada panggung permanen dimana anak-anak bisa belajar ludruk sambil bermain. Dan siapapun dari manapun yang tertarik untuk belajar ludruk dapat ikut serta di kampung ludruk ini. Nah, sebagai salah satu bentuk regenerasi adalah diajarkannya ludruk di salah satu sekolah dasar di sana. Anak-anak SD tersebut belajar secara sukarela dan tanpa dipaksa. Mereka terlihat menikmati belajar ludruk gratis tersebut. Mereka juga biasa tampil dalam acara SD misalnya saat perpisahan kelas dengan membawakan lakon timun mas. Para orang tua pun mendukung adanya aktivitas tersebut. Bahkan kadangkala, mereka datang ke rumah mas Didik dan membawa hasil bumi sebagai ucapan terima kasih. Sungguh apresiasi yang priceless dari masyarakat apapun itu bentuknya. Selain berlatih ludruk, anak-anak ini juga berlatih bermain gamelan.

 

 

Tentang Regenerasi Lewat Institusi Pendidikan

Regenerasi memang patut menyasar kepada anak-anak idealnya siswa SD dan SMP. Sebenarnya hal ini pernah dipikirkan dimana beberapa anggota dari ludruk Budhy Wijaya ini memiliki kemampuan untuk mengajar. Kemudian mereka juga tersebar di beberapa daerah di Jombang. Dengan demikian kemudian dilakukan pemetaan, satu orang seniman sekiranya dapat mengajar di berapa sekolah dalam seminggu. Seniman-seniman ini yang kemudian dibayar oleh sekolah. Akhirnya terjadi simbiosis mutualisme bahwa seniman mendapatkan penghasilan tambahan plus memiliki kesempatan untuk regenerasi seni budaya sedang anak-anak juga terfasilitasi minat dan bakatnya. Pada akhirnya diharapkan ludruk dan seni budaya tradisional lainnya akan terus lestari. Namun konsep dan pemikiran ini baru sebatas ide dan wacana, entah kapan akan direalisasikan.

 

Ludruk setidaknya masih digemari. Walau di Jombang peminat dan pegiatnya makin sedikit, namuan setidaknya seni budaya ini masih berkembang pula di daerah lainnya di Jawa Timur. Beberapa kesenian lain seperti Tari Topeng Bapang Manduro dan Wayang Topeng Jatiduwur bahkan nasibnya lebih memprihatinkan. Semoga makin banyak pihak yang peduli akan warisan luhur nenek moyang ini sebagai suatu identitas yang kaya dan wajib disyukuri serta dilestarikan. Ayo cintai dan lestarikan seni dan budaya Njombangan!

 

Penulis:

Article courtesy:

Photo courtesy: