TUBAN (Realita) – Tuban memang bukan “sarang-nya” ludruk. Seni pertunjukkan asli Jawa Timur itu memang lebih kental ke-Surabaya-annya, baik bahasa maupun ceritanya. Karena itu seni pertunjukkan ini lebih akrab di daerah yang kulturnya sangat dekat dengan kultur Surabaya-an, seperti Sidoarjo, Gresik, Jombang, Pasuruan, Mojokerto dan Malang.
Tuban yang secara kultur lebih dekat dengan kultur Mataraman tentu tidak terlalu akrab dengan seni asli Jawa Timur ini. Ludruk Tuban pun dipandang sebagai pinggiran di lingkaran seni pertunjukkan ini. Tapi pandangan itu tak sepenuhnya benar. Dua kali ludruk made in Bumi-nya Wali ini mengikuti Festival Ludruk Jawa Timur, dua kali pula membawa pulang penghargaan sebagai penyaji terbaik.
” Festival Ludruk ke VII di Jombang barusan, kita dapat tambahan satu penghargaan lagi yaitu Pengidung Terbaik,” kata Karsiati alias Kartika Sari, Pimpinan Ludruk Armada Jaya, Compreng, Kecamatan Widang, ketika bertemu di ruang Bagian Pariwisata, Seni dan Kebudayaan Dinas Perekonomian dan Pariwisata (Disperpar) Tuban, Senin (12/10/2015).
Ludruk Armada Jaya ini memang yang didaulat menjadi “duta” Tuban dalam Festival Ludruk di Jombang tersebut. Di Tuban sendiri tidak banyak grup seni pertunjukkan ini. Tiga grup Ludruk yang masuk ke catatan Disperpar sampai hari ini. Namun dari tiga grup itu, hanya Armada Jaya yang masih eksis. Dua grup lagi hidup tidak matipun tidak.
Karsiati sendiri mengaku awalnya sangat minder. Ia dan rombongannya bahkan tak bermimpi bisa mendapat penghargaan di festival itu. Sebab di festival tersebut hadir para pelaku seni pertunjukan ludruk yang sudah kesohor seperti Ludruk RRI Surabaya, Kartolo Cs, dan sejumlah nama lagi yang sudah sangat mapan di jagad ludruk.
“Ternyata kami yang pinggiran ini mampu tampil bagus juga,” sela Karsiati tersenyum bangga.
Dalam even itu, Armada Jaya menampilkan lakon Sarip Tambak Oso. Lakon yang sudah sangat populer itu jelas tak mudah disesuaikan oleh Karsiati dan kawan-kawannya. Cerita yang diangkat dari kisah seorang tokoh masyarakat di Gedangan, Sidoarjo itu jelas kental dengan logat dan dialog Suroboyoan.
” Alhamdulillah, kami bisa memainkannya dengan sempurna. Meski sehari-hari kami tidak terbiasa berbicara dengan dialog dan logat medok Suroboyoan, kami mampu memerankan Sarip dan semua tokoh di panggung dengan baik,” sambung Sa’i, pemeran Sarip yang mendampingi Karsiati.
Kepala Bidang Pariwisata, Seni dan Kebudayaan Disperpar Tuban, Sunaryo, jelas tak bisa menutupi rasa harunya. Menurutnya, Armada Jaya telah memberi bukti bahwa potensi seni di Tuban Bumi-nya Wali ini memang luar biasa.
” Ini menjadi inspirasi dan semangat kita semua untuk menghidupkan dan mengembangkan Ludruk di Tuban. Selama ini Ludruk selalu identik dengan Surabaya, ke depan mungkin akan mulai bergeser,” tanggap Sunaryo.
Tambah Sunaryo, ia dan jajarannya akan terus melakukan upaya pengembangan ludruk di Bumi-nya Wali ini. Salah satunya adalah dengan memasukkan unsur-unsur lokal Tuban dalam Ludruk. ” Selama ini cerita Ludruk selalu Surabaya, Madura dan sekitarnya. Besok kita akan bikin cerita yang diambil dari Tuban,” pungkas Sunaryo. bek
Penulis: –
Article courtesy: realita.co
Photo courtesy: budaya-indonesia.org