• info@njombangan.com

Daily ArchiveApril 15, 2014

Kartolo: Jangan Sampai Belajar Ludruk ke Luar Negeri

JAKARTA, SATUHARAPAN.COM – Kartolo menyebutkan ludruk makin ditinggalkan. Seni teater tradisional dari Jawa Timur ini sudah tidak lagi menarik bagi generasi mudanya. Hal itu disampaikannya ketika diwawancara usai Kartolo tampil dalam pementasan ‘Matinya Sang Maestro’ di Jakarta pada Sabtu (12/4).

Disebutkan pemain ludruk kenamaan ini, perlu kerjasama antara Pemerintah dengan kelompok kesenian ludruk untuk menghidupkan kembali kesenian ini di Jawa Timur. Gedung-gedung pertunjukan yang ada juga perlu disubsidi. Perlu ada lomba pementasan ludruk untuk anak muda, dan ada pelajaran ludruk di sekolah atau dimasukkan dalam kurikulum pendidikan.

Laki-laki kelahiran 1945 di Pasuruan ini mengaku belajar seni ludruk secara otodidak.  Dia belajar teater dari bergabung dan mengiringi pertunjukan wayang kulit, ludruk, tayuban, sampai kemudian ngremo di atas panggung. Bahkan pernah melakukan pertunjukan keliling kota di Jawa Timur sampai dengan 15 hari berturut-turut.

Dari 1967 sampai 1980 dia di ludruk. Setelah itu seringnya dalam pertunjukan lawak. Walau kadang-kadang ikut main ludruk juga.

Walaupun hanya tamatan kelas enam Sekolah Rakyat (SR) tetapi dia mampu menghidupkan ludruk dan bergantung kepadanya. Rekaman lawakannya sangat populer hingga 1995. Bahkan, jumlah rekamannya mencapai 95 buah.

Dia tidak melarang generasi muda belajar seni modern. “Tetapi seni daerah juga harus dilestarikan, tidak saja ludruk. Sayang-sayang, kalau sampai ke luar negeri buat belajar ludruk.”

Ludruk sempat mencapai keemasannya dengan gedung pertunjukan teater yang penuh. Tetapi keadaan ini berlangsung sampai dengan munculnya televisi. Sejak makin banyaknya televise, keadaan itu berbalik. Orang enggan pergi gedung pertunjukan menonton ludruk karena banyak hal menarik sudah disediakan di televisi.

 

Penulis: Yan Chrisna Dwi Atmaja

Article courtesy: Satuharapan.com

Photo courtesy: Satuharapan.com