Jombang, Radar Jombang – Di Dusun Dukuh, Desa Dukuhklopo, Kecamatan Peterongan mulai dikenal sebagai sentra bunga pacar air, akrab disebut cimbong. Hasil panennya sebagian besar dijual ke Surabaya.
Salah satunya milik Kasan. Dia sudah menanam bunga itu sejak 10 tahun silam. “Sebenarnya sudah lama, kalau bapak saya (Kasan) itu 10 tahun lebih,” kata Kurniawan Santoso, anak Kasan.
Menurut lelaki usia 24 tahun ini, jumlah petani yang menanam bunga itu sekarang ini terbilang masih sedikit. Tak sampai 10 orang. “Kalau di sawah memang tidak banyak, hanya lima orang saja. Tapi kalau yang di pekarangan dan kebun itu bisa lebih dari 10 orang,” imbuh dia.
Sawah milik Kasan misalnya, dengan luas banon 500 atau sekitar 7.000 m2 kini ditanami bunga itu. Di setiap tahun petani di wilayah setempat mesti menanam bunga dengan nama latin impatiens balsamina. Terutama ketika mendekati Ramadan.
Mereka mesti kembali menggarap sawahnya dengan menanam bunga pacar air. “Di luar puasa dan hari raya, sawah tetap ditanami padi atau jagung. Kalau cimbong itu menjelang puasa itu sudah pasti,” imbuh dia.
Menurut dia, alasan petani menanam bunga itu karena beberapa hal. Selain dinilai lebih praktis, juga karena harga. Jika saat ini sekantong kresek merah besar dijual Rp 15.000-Rp 20.000 lain lagi saat mendekati Ramadan dan hari raya. Harganya bisa mencapai Rp 100 ribu.
“Panennya juga cepat, sekitar 35 hari setelah tanam itu sudah bisa dipetik. Biasanya punya bapak saya itu petik setiap hari, cuma per spot, jadi tidak seluruhnya dipetik,” beber Iwan lulusan Fakultas Pertanian Universitas Brawijaya Malang.
Biasanya sekitar tiga bulan berbunga, setelahnya pohon pacar air mati. Para petani akan kembali menanam pada tahun berikutnya. “Kalau soal bibit kita sudah ada persiapan. Jadi bunga itu kan ada bijinya, nah biji itu dikeringkan kemudian disemai. Jadi setiap tahun itu terus berputar, jadi kita tidak perlu cari atau beli bibit,” urai Iwan.
Sembari menunjukkan biji bunga, menurut dia, untuk perawatan tanaman itu hampir sama dengan tanaman bunga pada umumnya. Hama dan penyakit menjadi momok petani. “Untuk hama bisanya kepik atau ulat. Kalau cuaca memang cocoknya ditanam saat musim kemarau, biar pun namanya pacar air tapi kalau terlalu banyak air akan layu dan bisa-bisa mati,” beber Iwan.
Bunga pacar air memiliki banyak warna. Namun warna merah ternyata menjadi ciri khas Jombang. Asma salah seorang petani menuturkan, warna bunga pacar air yang dijual dari petani Jombang berbeda dengan daerah lain. “Kalau Pasuruan dan Malang itu benar merah tapi ada bintik-bintik putihnya. Kalau Jombang ini yang khas merah merona,” kata Asma.
Sembari memperlihatkan bunga yang baru saja dipetik, karena warna tersebut khas hampir seluruh petani yang menanam warna bunganya seragam. Seluruhnya menanam bunga pacar air merah. “Untuk varietasnya kurang tahu, memang ada yang campur putih. Di Jombang dulu pernah begitu, tapi lama kelamaan beralih ke yang merah,” ungkap dia.
Penjualannya kata wanita berkerudung ini tak hanya berkutat di Jombang. Mereka yang menanam di area sawah biasanya menjual langsung ke Surabaya. Panen miliknya contohnya setiap dua hari sekali selalu dikirim ke Surabaya. “Ada yang jual di Jombang, biasanya itu mereka yang langsung ke pembeli. Tapi kalau kita lebih banyak ke Pasar Kupang,”’ sambung Asma.
Usai dipetik lanjut dia, tidak butuh waktu lama kemudian dijual. Petani juga tak perlu kerepotan melakukan penjemuran. Hanya saat bunga terkena air hujan dikeringkan. “Kalau panas begini tidak pakai dijemur, sudah kresekan besoknya dibawa ke Pasar Kupang,” papar dia.
Selain bunga pacar air lanjut dia, terkadang petani melengkapi bunga lainnya. Seperti kamboja dan gading kuning. Maklum, bunga-bunga itu lebih banyak dijadikan untuk ziarah ke makam dan upacara adat. “Di Kupang pusatnya jual bunga, semua jenis bunga untuk keperluan ke pesarean pasti ada. Makanya lebih banyak yang jual ke sana dari pada di Jombang,” pungkas Asma. (fid)
(jo/fid/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com