JOMBANG – Menjadi pengusaha pengeringan kelapa bukan hal mudah bagi Badi, 60. Di musim tak menentu seperti sekarang, ia harus berusaha ekstra mengeringkan kelapa sebelum dikirim ke pabrik minyak goreng.
Saat Jawa Pos Radar Jombang berkunjung ke tempat usahanya di pinggir jalan raya Dusun/Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, irisan dan potongan kelapa terlihat ditata memanjang dan memenuhi halaman rumah. Aroma sedap tentu saja langsung menyeruak dari tumpukan kelapa ini.
Tanpa satupun penutup, irisan dan potongan kelapa ini dijemur di sebuah tempat berukuran 3×4 meter yang terbuat dari lapisan semen. Di atasnya, seorang pekerja terlihat membolak-balik dan menata bagian-bagian kelapa.
Beberapa pecahan yang terlalu besar, terlihat dipotong dengan tangan, agar menjadi lebih kecil. Kelapa yang tertata dengan kondisi kurang sempurna, juga terlihat dibalik agar mendapat penyinaran matahari lebih baik. “Supaya panasnya merata dan bisa kering bareng,” celetuk Badi, 60 pemilik usaha ini saat Jawa Pos Radar Jombang menghampiri.
Ya. Menurut Badi, kelapa ini masih dalam tahap penjemuran. Masih setengah jalan, ia menyebut kelapa baru dipotong dan masih membutuhkan beberapa hari lagi untuk bisa kering sempurna. “Kalau sudah kering warnanya semakin cokelat, dan tidak berair. Lha ini kan masih terlihat sekali kandungan airnya,” lanjutnya.
Pria yang sudah dua tahun menekuni bisnis penjemuran kelapa ini menyebut proses pengeringan beberapa bulan belakangan cukup panjang. Maklum, ia memang masih mengandalkan sinar matahari sebagai pengering alami. “Karena hujan lama keringnya, sampai 4 hari lebih. Kalau panasnya bagus bisa 2-3 hari selesai,” beber dia.
Selain pengeringan yang makin susah, ia mengaku harga jual kelapa kering terus menurun. Jika dua tahun lalu perkilogram kelapa kering bisa Rp 10 ribu, kini hanya separo saja. “Sekarang cuma Rp 5 ribu perkilo, memang turun harga jualnya, nggak tahu kenapa,” imbuhnya.
Padahal, kelapa-kelapa ini cukup susah dicari. Badi harus mendatangkan langsung dari luar Jawa untuk mendapat kelapa dengan jumlah banyak dan kualitas bagus. “Ini dari Sulawesi, di Jawa sudah susah, kalaupun ada mungkin Jawa Tengah sama Pacitan saja yang di Jatim. Jumlahnya juga tidak bisa banyak. Tapi memang masih untung meski harganya turun,” tambahnya.
Selanjutnya, kelapa-kelapa kering tersebut bakal dikirim langsung kepada pabrik-pabrik di Surabaya dan Mojokerto untuk diproses menjadi minyak goreng. Hanya saja, pengiriman dilakukan dalam jumlah banyak sehingga kelapa yang kering dikumpulkan terlebih dahulu. Minimal satu truk penuh baru kirim ke pabrik.
“Kalau yang ini untuk minyak goreng, kan kelapa afkir. Kalau yang bagus biasanya lain proses untuk santan cair, atau bahan-bahan lain yang butuh kualitas kelapa lebih baik,” pungkas dia. (*)
(jo/riz/mar/JPR)
Article courtesy: Radarjombang.jawapos.com
Photo courtesy: Radarjombang.jawapos.com