• info@njombangan.com

Daily ArchiveSeptember 13, 2018

Dolar Melambung Jadi Berkah Pengrajin Manik-manik di Jombang

Jombang – Melemahnya nilai tukar rupiah terhadap dolar AS tak selamanya berdampak negatif bagi pelaku usaha dalam negeri. Seperti di Jombang, pengrajin manik-manik justru meraup keuntungan dari naiknya kurs USD.

Mahalnya harga USD saat ini berbuah manis bagi Nur Wahid (48), pengrajin manik-manik di Desa Plumbon Gambang, Kecamatan Gudo, Jombang. Pasalnya, 70% penjualan produk kerajinan bapak 4 anak ini diekspor ke beberapa negara.

Antara lain ke Malaysia, Afrika, Amerika Serikat dan Vietnam. Sementara penjualan ke pasar lokal kebanyakan menyasar Bali, Toraja, Kalimantan dan Nusa Tenggara Timur (NTT).

“Permintaan manik-manik dari Vietnam biasanya untuk yoga dan fashion. Kalau Afrika dipakai acara adat karena di sana banyak suku yang gemar memakai manik-manik,” kata Wahid kepada detikcom di rumahnya, Kamis (13/9/2018).
Dibantu 25 pekerja, Wahid terus menggenjot produksi manik-manik berbahan kaca dan pewarna ini. Serbuk kaca diolah dengan pewarna sehingga menjadi butiran manik-manik aneka warna.

Ada yang dirangkai menjadi kalung, ada juga yang berupa gelang. Jenis dan bentuknya mencapai 200 lebih. Seperti manik monte salak, sevron, lamyang, burnao, irian, harmoni, haye dan manik Majapahit.

“Yang terus laku itu manik-manik etnis karena untuk kebudayaan,” ujarnya.

Proses pembuatan manik-manik terus dipercepat oleh Wahid seiring meningkatnya permintaan ekspor saat ini. Omzet ekspor manik-manik suami Anik Arumi (43) ini naik hingga dua kali lipat.

Untuk penjualan ke luar negeri, lanjut Wahid, rata-rata setiap bulannya dia mampu mengirim 3 koli manik-manik. Setiap koli berisi sekitar 1.000 kalung dan gelang manik-manik. Produk kerajinan itu dikirim langsung ke konsumen menggunakan jasa kargo.

“Harga per bijinya 1-5 USD. Kalau sebelumnya ekspor saya senilai 5-10 ribu USD, sekarang ini 15-30 USD,” ungkap pria yang sudah 28 tahun menekuni bisnis kerajinan manik-manik ini.
Tingginya kurs USD saat ini yang masih di angka Rp 14.761, kian mendongkrak keuntungan Wahid jika dibandingkan dengan bulan-bulan sebelumnya. Pasalnya, pada Juni 2018 yang lalu, kurs USD masih di angka Rp 13.902.

“Alhamdulillah dengan dolar naik, kami diuntungkan. Karena dengan bahan baku lokal kami bisa ekspor dengan harga dolar. Keuntungan kami naik 30 persen lebih,” terangnya.

Wahid berharap di tengah terpuruknya nilai tukar rupiah, para pengusaha lokal bisa mengikuti jejaknya menembus pasar luar negeri. Dengan begitu akan semakin banyak USD yang masuk ke dalam negeri.

“Bagi para pengusaha supaya ditekuni terus agar menjadi besar dan bisa ekspor. Supaya bisa ekpor sesekali harus ikut pameran di luar negeri, pemasaran sering-sering memakai IT,” tandasnya.
(fat/fat)

 

Article courtesy: Detik.com

Photo courtesy: Detik.com