Ada Pancasila dalam Gendongan Jamu Dewi Kamaratih
Beberapa cara mengekspresikan rasa cinta terhadap negara dapat dilakukan sejumlah orang, salah satunya melalui karya seni lukisan yang memiliki makna pesan perdamaian. Hal itu seperti yang dilakukan salah satu pelukis Jombang yang dua karyanya ditampilkan dalam pameran seni rupa santri bertema ‘Boten Sare’ dan bersub tema ‘Kebhinekaan dan Perdamaian’ yang digelar di Aula Kantor Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Jombang, di Jalan Dokter Sutomo 58, Jombang.
Yang menarik dari pameran seni rupa oleh Komunitas Pelukis (KOPI) Jombang bersama dengan sanggar musik Fai Low, 1-7 September 2018 itu, terdapat puluhan deretan lukisan berbagai aliran milik para pelukis-pelukis handal Jombang.
Dari sekian lukisan yang dipamerkan, ada dua karya yang sedikit berbeda dengan lukisan lainnya. Terletak pada baris kedua dan ketiga dalam deretan penempatan lukisan, terdapat makna yang tidak biasa di dua lukisan tersebut.
Pada lukisan pertama, terdapat logo sila-sila dalam pancasila yang dalam wadah rinjing dengan diikat lukisan selendang berwarna merah putih khas bendera negara, yang dibawa oleh tokoh pewayangan Dewi Kamaratih. Sementara pada lukisan lainnya, terlihat sebuah papan catur lengkap dengan buah atau bidak-bidak catur yang bercorak warna doreng TNI, logo-logo media sosial, buah catur terlihat bercorak bom waktu dan lagi-lagi terdapat tokoh pewayangan yakni Batara Kamajaya.
Bayu Setiawan, sang pelukis kedua lukisan tersebut menjelaskan, dua lukisan karyanya mengangkat tema kenegaraan. Sedangkan tokoh pewayangan itu merupakan Dewi Kamaratih dan Batara Kamajaya. “Dua wayang itu Kamaratih (Dewi Cinta) dan Kamajaya (Dewa Asmara) ini identik dengan watak perdamaian,” ujar Setiawan.
Diceritakannya, makna lambang pancasila dalam gendongan jamu yang dibawa oleh wayang Dewi Kamaratih dengan berhadapan dengan beberapa tokoh pewayangan berwatak jahat, bermakna agar generasi muda ini agar berjiwa pancasila dan memiliki karakter kuat.
“Agar menjamui generasi muda, dan tidak mudah berwatak buruk. Tokoh wayang Cakil, Sengkuni dan Batara Kala ini sebagai pesan agar jangan berwatak seperti mereka. Seperti Batara Kala yang kalau berkuasa itu selalu melakukan tindakan aji mumpung, rakus dan ganas,” rinci Setiawan, pria asal Ploso, Jombang tersebut.
Sementara dalam satu karya lain, Setiawan menggambarkan bahaya yang bisa mengancam negara saat ini sudah tidak sama dengan jaman perjuangan dahulu. Dulu negara langsung berhadapan dengan musuh yang nyata. Namun saat ini ancaman bisa masuk melalui media sosial.
“Ada pion bercorak loreng tentara mengelilingi pancasila, yang bermakna sebagai penjaga kedaulatan negara. Namun dari arah lain muncul pion lain yang seperti ini bergambar logo medsos. Datang lagi dari arah lain bom waktu. Ini menggambarkan ancaman saat ini yang bisa saja masuk melalui media sosial maupun ancaman lain oleh kelompok tertentu yang digambarkan dengan pion bom waktu,” terang Setiawan.
Dalam lukisan yang ia buat, Setiawan menggambarkan tantangan dan ancaman akan selalu ada namun dalam bentuk yang berbeda-beda mengikuti perkembangan zaman.
“Makanya di sini ada mendung mengelilingi gunung, dimana puncaknya gunung adalah merah putih. Maknanya adalah ancaman demi ancaman akan selalu ada namun kita tidak tahu bentuknya seperti apa. Aparat keamanan harus solid menangkal ancaman-ancaman terhadap negara,” paparnya. [arif yulianto]
Peace, Justice, and Strong Institution
Oleh Intan Dwi Mayangsari
Jombang sering disebut kota santri dan memiliki nama julukan lain yaitu Jombang Beriman yang maksudnya Jombang Bersih, Indah, dan Nyaman. Penduduk di Jombang sendiri tidak hanya beragama Islam saja, tetapi ada juga yang beragama Kristen, Katholik, Konghucu, Hindu, dan Buddha. Jombang terdiri atas penduduk yang beragam bukan hanya agamanya tetapi kesenian di daerahnya pun beragam. Namun, kesenian-kesenian tersebut sudah mulai hilang dan larut dalam zaman yang modern ini. Lalu bagaimanakah nasib kesenian-kesenian itu sekarang? Apa yang harus kita lakukan sebagai masyarakat khususnya bagi generasi muda Jombang?
Sekitar enam bulan yang lalu tepatnya tanggal 17 November 2017, saya dan ketiga teman saya ditunjuk untuk mewakili ekstrakulikuler teater di sekolah kami untuk mengikuti kegiatan Bengkel Seni/ Lokakarya Rekonstruksi, Revitalisasi, dan Eksperimentasi Budaya yang dilaksanakan di Gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jombang. Di sana saya bertemu dengan para seniman dari Jombang antara lain Bapak Heru Cahyono dan Cucuk Espe. Mereka berbagi pengalaman serta wawasannya tentang kebudayaan yang ada di Jombang kepada seluruh peserta yang hadir. Dari kegiatan tersebut saya baru tahu bahwa kota kelahiran saya ini memiliki banyak kesenian yang harus tetap dilestarikan.
Keesokan harinya, saya mencoba untuk bertanya kepada teman sekelas saya kira-kira adakah yang bisa menyebutkan salah satu kesenian yang ada di Jombang, tetepi mereka tidak ada yang menjawab karena tidak ada yang tahu. Dan saat saya bertanya lagi tentang kesenian Besutan, hanya siswa tertentu saja yang tahu dan pernah mendengarnya. Dari ruang lingkup yang kecil itu saja, dapat saya tarik kesimpulan bahwa banyak para generasi muda kita yang kurang memiliki wawasan tentang kebudayaan yang ada di Jombang.
Bapak Heru Cahyono adalah seorang dalang. Saat kegiatan di Gedung Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Jombang, Beliau menuturkan bahwa Kota Jombang ini memiliki banyak sekali kesenian daerah di antaranya Lerok, Besut, Ludruk, Tari Remo Bolet, Gabus Misri, Topeng Sandur Manduro, Topeng Jati Dhuwur, Pencak Bondan, Jaran Kepang, dan masih banyak lagi. Tetapi ironisnya, kesenian-kesenian tersebut sudah jarang kita temui karena kalah dengan zaman yang modern ini.
Kita lihat saja para remaja yang ada di sekitar kita, hampir semuanya memiliki handphone yang selalu dibawa saat kemana pun mereka pergi. Rasanya handphone adalah salah satu sumber kehidupan bagi mereka. Memang mengikuti perkembangan zaman itu perlu, tetapi kita harus bisa menggunakan teknologi dengan bijak agar bisa memberikan manfaat untuk kita nantinya. Misalnya saja kita menggunakan handphone untuk menggali lebih dalam tentang apa saja kebudayaan yang ada di Jombang lalu timbul tindakan untuk melestarikannya itu saja sudah lebih baik.
Memang, pengaruh budaya Barat sangat kuat dan sulit dihindari saat ini. Menurut saya, Kemajuan suatu bangsa ataupun daerah itu tergantung pada masyarakatnya khususnya para generasi muda. Mengapa demikian? Karena para generasi muda itu masih kuat, lebih kreatif dan inovatif, selain itu mereka juga lebih menguasai teknologi. Tapi banyak sekali dari mereka yang masih belum sadar bahwa dirinya itu sangat penting dan dibutuhkan untuk memajukan bangsanya maupun daerahnya.
Para generasi muda kita saat ini banyak sekali yang sudah terlena dan larut dalam kecanggihan teknologi. Mereka lebih suka menghabiskan waktu luangnya dengan hal-hal yang kurang berfaedah. Contohnya saja main game, menonton drama/film dari luar negeri, chating dengan topik yang kurang bermanfaat, hampir setiap hari membuat status di whatsapp, instagram, facebook, dan media sosial lainnya. Itu semua adalah kebudayaan yang salah dan sudah terlanjur membudaya sampai saat ini.
Mereka lebih suka melihat drama Korea dibandingkan melihat pertunjukan kesenian daerah. Mereka juga lebih suka mendownload dan menghafalkan lagu-lagu barat daripada lagu-lagu daerah ataupun religi. Rasanya segala sesuatu yang berbau lokal sudah tidak menarik lagi bagi mereka. Inilah salah satu penyebab mulai hilangnya kebudayaan-kebudayaan yang ada di Jombang. Hal ini harus segera kita atasi bersama-sama demi memajukan kota tercinta kita yang tidak lain adalah Kota Jombang.
Kita sebagai warga Jombang khususnya para generasi muda harus bisa menghidupkan kembali kesenian-kesenian di Jombang yang sudah lama hilang dan menjaganya agar tetap lestari kembali. Cara menghidupkan kesenian-kesenian di Jombang, salah satunya yaitu dengan membuat organisasi kesenian bagi para generasi muda di Jombang. Anggotanya ditujukan untuk mereka yang sudah menjadi mahasiswa maupun yang masih duduk di bangku SMA dan SMP. Nantinya para anggota yang berasal dari sekolah atau kampus yang berbeda dengan ide-ide kreatifnya diharapkan mampu untuk berbaur dan berkolaborasi bersama. Dan diharapkan organisasi kesenian tersebut dapat menjadi wadah yang akan memajukan Kota Jombang.
Dalam organisasi tersebut pastinya tidak terlepas dari bimbingan serta bantuan dari para orang tua khususnya para seniman-seniwati yang ada di Jombang. Dalam seminggu, minimal satu kali pertemuan untuk mempelajari kesenian-kesenian Jombang. Setiap mempelajari kesenian Jombang, para anggota wajib melakukan praktik dengan mengadakan pementasan bersama sebagai wujud pelestarian budaya Jombang. Dan saat pementasan nanti kita bisa membuat tiket untuk menambah pendapatan daerah.
Untuk masalah biaya pementasan, kita bisa mencari donatur dengan mengajukan proposal kepada pihak-pihak yang akan menjadi sponsor kita dengan timbal balik kita harus menyediakan lapak untuk tempat menawarkan produk bagi para sponsor kita nantinya. Selain itu, kita juga akan menyertakan logo-logo para sponsor kita pada banner, brosur maupun tiket yang ada pada pementasan kita.
Dan generasi muda kita yang sudah mahir dalam menggunakan media sosial ini bisa kita gunakan untuk membantu proses penjualan tiket sekaligus mempromosikannya. Kita bisa membuat akun-akun baru seperti instagram, facebook, twitter, dan sebagainya yang nantinya akan kita gunakan untuk memposting kegiatan-kegiatan apa saja yang sudah kita lakukan selama berorganisasi. Bukan hanya itu, dengan adanya postingan tersebut kesenian di Kota Jombang akan menjadi lebih terkenal seiring berjalannya waktu. Jika kesenian kita dikenal oleh masyarakat luas apalagi sampai ke luar negeri, otomatis juga akan menambah pendapatan daerah dengan adanya wisatawan lokal maupun internasional.
Dengan demikian, kesenian daerah di Jombang yang kini telah lama hilang juga akan sangat berpengaruh dalam memajukan dan mensejahterakan masyarakat Jombang. Bukan hanya menambah pendapatan tetapi juga akan membuat Kota Jombang lebih terkenal dan makmur.