• info@njombangan.com

Daily ArchiveOctober 14, 2014

Kesenian Ludruk Malangan

Ludruk adalah kesenian drama tradisional dari Jawa Timur khususnya Surabaya, Jombang dan Malang. Ludruk merupakan suatu drama tradisional yang diperagakan oleh sebuah grup kesenian yang dipergelarkan di sebuah panggung dengan mengambil cerita tentang kehidupan rakyat sehari-hari, cerita perjuangan, dan sebagainya yang diselingi dengan lawakan dan diiringi dengan gamelan sebagai musik.

Dialog dan monolog dalam ludruk bersifat menghibur dan membuat penontonnya tertawa. Bahasa yang digunakan di ludruk yaitu bahasa yang lugas sehingga menjadikan kesenian ini disukai oleh masyarakat berbagai kalangan, mulai dari tukang becak, sopir angkutan umum, ibu rumah tangga, dan lain-lain. Penggunaan bahasa intelek dalam kesenian ludruk hanya sedikit sekali, itupun hanya sebagai pelengkap kegiatan melawak.

Ludruk sebagai drama tradisional memiliki ciri khas, antara lain:

  1. Pertunjukan ludruk dilakukan secara improvisatoris, tanpa persiapan naskah.
  2. Memiliki pakem (konvensi).
  3. Terdapat pemeran wanita yang diperankan oleh laki-laki.
  4. Memiliki lagu khas, berupa kidungan jula-juli.
  5. Iringan musik berupa gamelan berlaras slendro, pelog, laras slendro dan pelog.
  6. Pertunjukan dibuka dengan Tari Ngremo.
  7. Terdapat adegan Bedayan.
  8. Terdapat sajian/adegan lawak/dagelan.
  9. Terdapat selingan parodi.
  10. Lakon diambil dari cerita rakyat, cerita sejarah, dan merupakan ekspresi kehidupan sehari-hari
  11. Terdapat kidungan, baik kidungan Tari Ngremo, kidungan bedayan, kidungan lawak, dan kidungan adegan
  12. Tata busana menggambarkan kehidupan rakyat sehari-hari.
  13. Bahasa disesuaikan dengan lakon yang dipentaskan, dapat berupa bahasa Jawa atau Madura.
  14. Kidungan terdiri atas pantun atau syair yang bertema kehidupan sehari-hari.
  15. Tampilan dikemas secara sederhana, dan sangat akrab dengan penonton.

Struktur pementasan kesenian ludruk adalah sebagai berikut:

  1. Pembukaan, diisi dengan atraksi Tari Ngremo.
  2. Atraksi bedayan, berupa tampilan beberapa parodi dengan berjoget ringan sambil melantunkan kidungan jula-juli,
  3. Adegan lawak (dagelan), berupa tampilan seorang lawak yang menyajikan satu kidungan disusul oleh beberapa pelawak lain. Mereka kemudian berdialog dengan materi humor yang lucu.
  4. Penyajian lakon atau cerita. Bagian ini merupakan inti dari pementasan. Biasanya dibagi beberapa babak dan setiap babak dibagi lagi menjadi beberapa adegan. Di sela-sela bagian ini biasanya diisi selingan dengan menyajikan satu tembang jula-juli.

Sejarah ludruk di Malang terlahir dari embrio perlawanan di masa perjuangan, oleh karena itu tokoh lakon, cerita dan perlengkapan yang dimainkan selalu mengacu pada kehidupan sehari-hari era perjuangan. Sekitar tahun 1930 di Malang berdiri ludruk Ojo Dumeh didirikan oleh Abdul Madjid. Pada tahun-tahun selanjutnya bermunculan berbagai kelompok ludruk, antara lain Ludruk Djoko Muljo pimpinan Nadjiran di Embong Brantas (1936), Margo Utomo pimpinan Asnan atau Parto Gembos (sekitar 1936-1940), Sido Dadi Slamet pimpinan Temas tahun 1940-an, kemudian ludruk gerakan gerilya misalnya Ludruk SAGRI (Sandiwara Angkatan Gerilya Republik Indonesia, 1947-1948) pimpinan Said Djajadi. Sedangkan kelompok yang berorientasi hiburan antara lain Ludruk Aliran Baru tahun 1949.

Tahun 1950-an ludruk menjadi hiburan utama di Malang. Pada masa ini berdiri kelompok ludruk-ludruk baru yang sering disebut dengan Ludruk Bladjaran. Perkumpulan Ludruk Bond Malang Selatan pimpinan Kaprawi berdiri tahun 1952, salah satu anggotanya adalah Ludruk Bintang Malang Selatan. Tahun 1950-1960 berdiri beberapa kelompok ludruk yang berada di bawah organisasi massa dan organisasi sosial politik antara lain Ludruk Juli Warna pimpinan Markasan, Ludruk Taruna pimpinan dr. Safril dan Gatot, Ludruk Bintang Massa (LKN) pimpinan Samsuri, Ludruk Melati (Lekra) pimpinan Darmo tahun 1960.

Pasca tahun 1965 beberapa ludruk yang ada di Malang digabungkan, di antaranya Ludruk Putra Bhakti menjadi Ludruk Anoraga yang dibina oleh Yonif 513 Brigif 2 Dam VIII Brawijaya. Pada tahun 1970-an kelompok ludruk berada di bawah binaan ABRI. Ludruk Anoraga dilebur menjadi Ludruk Wijaya Kusuma Unit II Inmindam VIII Brawijaya, Ludruk Sinar Budaya dibina oleh Brimob Kompi A Yon 412, Ludruk Karya Sakti dibina oleh Kodim 0818 Malang, Ludruk Perkasa Alam dibina AURI Malang.

Sekarang di Kota Malang hanya tersisa beberapa kumpulan ludruk dengan pemain yang tersebar dari berbagai wilayah di Malang Selatan dan Batu. Upaya untuk melestarikan Ludruk Malang banyak terkendala oleh pemain yang sekarang beralih profesi, tempat pementasan yang minim dan perhatian banyak pihak yang melihat ludruk sebagai kesenian berkonotasi negatif. Padahal nilai-nilai budaya yang tersirat dalam pementasan ludruk sangat relevan dengan jiwa sekarang yang selalu membutuhkan gerak sosial yang dinamis.

Pada tahun 1984, di Malang terdapat organisasi ludruk Paguyuban Organisasi Ludruk Malang (POLMA). Suyono, salah seorang seniman ludruk Malang, adalah salah satu pengurusnya. Pada masa itu, kesenian ludruk masih berkembang. Di Malang sendiri, terdapat sebuah organisasi ludruk yang disebut dengan PALMA atau Paguyuban Ludruk Arek Malang. Namun, paguyuban ludruk Malang yang ada saat ini seakan mati suri.

Sementara di Kabupaten Malang terdapat beberapa paguyuban seni ludruk yang masih bertahan di antaranya yang cukup terkenal yaitu Armada yang berada di Desa Rembun, Kecamatan Dampit. Bahkan ludruk Armada merupakan ludruk percontohan di Kabupaten Malang. Meski banyak tergeser dengan gempuran seni modern, ludruk pimpinan Eros Djarot Mustadjab tetap bertahan untuk menghidupkan kesenian luhur itu. Hampir satu dekade, Armada sempat mengalami masa-masa sulit. Saat ini mulai bangkit kembali.

Berikut daftar paguyuban seni ludruk di Malang:

  1. Subur Budaya Ketua: Kartono di Desa Sawahan, Kec. Turen
  2. Taruna Budaya Bhayangkara Ketua: Lapiono di Desa Ketindan, Kec. Lawang
  3. Taruna Budaya Ketua: Amin Sahara di Purwantoro, Kota Malang
  4. Sari Budaya Ketua: Sukirno di Desa Ngebruk, Kec. Poncokusumo
  5. POLMA Ketua: Kasman Padepokan Sastra Tantular Wendit Gg. PDAM 55 A Kec. Pakis
  6. Orkanda Ketua: Drs. Sunari di Desa Segaran, Kec. Gedangan
  7. Duta Remaja Ketua: Suwardi di Desa Banjarejo, Kec. Pagelaran
  8. Armada Ketua: Eros Djarot Mustadjab di Desa Rembun, Kec. Dampit
  9. PALMA Ketua: Totok Suprapto

 

Penulis: NgalamediaLABS

Article courtesy: ngalam.id

Photo courtesy: oklek-panjilaras.blogspot.co.id